Ting tong ting tong
Agnes menekan bel berkali – kali tanpa jeda, membuat siapa saja sang pemilik akan merasa sangat terganggu dengan suara bell yang di timbulkan.
Wanita cantik itu kembali menekan bel dengan tidak sabaran hingga suara pintu terdengar dan pintu terbuka dengan kasar. “Astaga naga ya dragon Agnes!” sambut Rosa menyembur sahabatnya itu. Namun Agnes berjalan masuk menghiraukan omelan Rosa.
Melihat penampilan Rosa yang hanya mengenakan gaun tidur seksi, rambut berantakan, mata sayu, terlihat jelas kalau Rosa juga baru saja bangun dan tergesa-gesa membuka pintu untuk dirinya.
Rosa menutup pintu dan ikut menyusul Agnes. Namun matanya memindai dari ujung kepala sampai ujung kaki sahabatnya itu. “Tunggu! Kenapa penampilanmu seperti gembel? Bukannya semalam kamu habis kencan dengan pria tampan itu?” cecar Rosa.
Agnes mendengkus kesal dan menatap Rosa, kemudian dia duduk di sofa dengan hati – hati. “Jangan mengada-ngada, aku tidak berkencan dengannya! Lalu dari mana kamu tahu aku pergi dengan pria itu?” tanya Agnes menatap tajam sahabatnya.
Rosa menyeringai dan duduk di sisi Agnes lalu menyingkirkan helaian rambut Agnes. “Aku mencarimu, tapi bartender yang mengatakan kalau kamu berkencan dengan pria tampan yang di sudut ruangan, lalu ini apa?” seru Rosa seraya menunjuk bercak merah yang berjejer di leher Agnes.
“Jadi benarkan kamu berkencan dengannya? Bagaimana dia di atas ranjang? Apa dia juga hebat di atas ranjang? Apa dia memuaskanmu ?” seloroh Rosa dengan semangat. Dan hal itu membuat Agnes ingin sekali membungkam mulut Rosa dan mencekik lehernya agar berhenti mengoceh.
Agnes berdecak kesal, “Ck! Berhentilah bicara omong kosong, Rosa.” Dia benar-benar tidak habis pikir dengan sahabatnya ini. Dia baru saja pulang dengan keadaan seperti ini, dan sekarang dia di berikan pertanyaan yang sangat mengganggunya. Membuatnya kembali mengingat kejadian semalam.
Rosa menyandarkan punggungnya di sofa, “Tapi benaran kamu tidur dengan dia ‘kan?” tanyanya dengan nada menuntut mencari jawaban.
Agnes memijit pelipisnya, kepalanya terasa masih begitu berat. Punggungnya pun ia sandarkan di sandaran sofa. Mau tidak mau dia harus menceritakan kepada Rosa, “Hem, aku tidur dengan dia. Tapi kamu jangan salah paham! Itu terjadi karena aku di bawah pengaruh alkohol. Seandainya aku tidak mabuk, aku tidak akan melakukannya dengan pria asing antah berantah itu!” Agnes menekankan kepada Rosa.
Rosa tertawa pelan mendengar jawaban sahabtnya, "Well, artinya kamu sudah melepaskan virgin mu kepada pria itu secara cuma – cuma, padahal kalian berdua baru bertemu. Yeah… Setidaknya kamu melepasnya dengan pria yang begitu tampan! Dan aku yakin, kamu pasti di puaskan oleh pria itu!” ujar Rosa sambil memainkan kedua alisnya naik turun menggoda Agnes.
Agnes memutar bola mata berwarna abu – abu itu dengan malas dan kesal, “Please Rosa! Apa di pikiranmu hanya seks dengan para pria ? Sedangkan sahabatmu ini sedang frustasi baru saja bercinta dengan pria asing!”
“Pffft…!! Hello Agnes!! Seharusnya kamu bersenang- senang di umur ini! Kamu bahkan sudah terlalu lambat merasakan kenikmatan bercinta dan melepaskan virginmu! Bayangkan di umur mu yang sekarang sudah menginjak 25 tahun, kamu baru melepaskan virginmu!”
Agnes menghela napas kasar, “Hah! Shut up Rosa! Anggap saja selama 25 tahunku itu aku tidak pernah bertemu laki – laki!” jawabnya malas.
Rosa hanya tertawa kecil, kemudian berdiri dan menuju lemari pendingin, mengambil dua kaleng jus jeruk. Lalu berjalan kembali di mana Agnes duduk. Sambil mengulurkan kaleng juice tersebut, Rosa bertanya. “Jadi kalian saling tukar nomor telepon?”
“Tidak,” jawab Agnes singkat seraya meneguk jus jeruk segar. “Akhhh…” suaranya setelah meneguknya.
Rosa membelalakkan matanya, “Oh my! Jangan bilang kalau pria itu meninggalkanmu sendirian di kamar saat kau masih tertidur?! Dan begitu kamu membuka matamu, pria itu sudah tidak ada di ranjang!”
”Kamu salah!” sahut Agnes tersenyum sinis.
Rosa menaikkan satu alisnya, bingung. “Salah? Maksud kamu apa?” tanyanya kebingungan.
“Aku lah yang sudah meninggalkan pria itu dari atas ranjang,” jawab Agnes santai seraya mengangkat kedua bahunya, cuek.
Rosa terperangah dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Agnes. “What the… ! Kau meninggalkannya? Bagaimana bisa kamu meninggalkan pria yang sudah menyambil virginmu itu! Di mana pikiran kamu, Agnes!!”
“Dan bukannya kamu sedang mencari pria untuk menikah ? Ingat, tuntutan kedua orang tuamu agar kamu segera menikah!” Seru Rosa tidak percaya.
“Come on, Rosa! Aku bertemu dengan pria itu saat berada di klub malam, lalu kami berakhir di ranjang. Dan kamu ingat ‘kan bagaimana semalam pria itu di kelilingi oleh para wanita? Dan sekarang kamu menyuruhku untuk menjalin hubungan dengan pria itu? Aku bukan wanita bodoh yang akan termakan oleh pria itu.” Agnes mencoba untuk menepis dan mencari alasan agar tidak percaya dengan pria asing yang ia temui semalam.
“Hah!” Rosa menghela napas kasar, “Kau selalu saja menilai pria seperti itu! Bisa saja selama memang para wanita-wanita itu yang menggodanya, dan dia tidak tergoda sedikitpun dengan para wanita – wanita itu, melainkan dia menghampirimu karena dia memang sungguh tertarik denganmu, Agnes!”
“Ck! Pria itu memang tampan, aku akui! Tapi aku tidak ingin di manfaatkan dan di buang olehnya! Terlalu banyak wanita di sekelilingnya. Dia terlihat seperti seorang playboy dan perayu yang handal!” Agnes kembali mengingat bagaimana mudahnya dia tergoda dengan sorotan indah dari bola mata berwarna safir dari pria itu semalam.
“Hah! Padahal aku berharapkau sudah menemukan pasanganmu dan lepas dari jeratan kedua orangtua mu itu.”
“Sudahlah! Aku hanya ingin beristirahat saat ini. Mari kita stop membicarakan hal ini!” ujar Agnes yang lalu berdiri dari duduknya.
“Hem, masuklah berisitrahat, kau pasti kelelahan, karena aku yakin semalam kalian berdua tidak hanya melakukannya sekali!” tebak Rosa tepat sasaran. Dan berhasil membuat wajah Agnes memerah.
Wanita cantik dan tinggi semampai itu pun mengalihkan pandangannya dari Rosa, dia memilih untuk tidak membalas ucapan Rosa dan mengambil langkah pelan masuk ke dalam kamar.
Sedangkan di salah satu kamar Hotel, Brice saat ini sedang menyandarkan punggungnya di headboard ranjang. Di mana tempat ia bercinta dengan begitu panas bersama seorang wanita asing.
Pandangan matanya tidak lepas dari noda bercak merah di atas kasur yang beralaskan sprei putih bersih.
“Ternyata dia benar – benar masih virgin! Damn! Aku tidak pernah menyangka bisa menemukan wanita polos dan virgin seperti itu! Ck! Memikirkan nya saja membuatku langsung connect!” gumamnya seraya meneguk minumannya sambil melihat ke inti tubuhnya. Sesuatu yang panjang dan keras sudah terbentuk sempurna.
“Shit!” Brice kembali membaca tulisan tangan yang di tinggalkan oleh Agnes. “Hmm, Agnes…”
Agnes menarik napas dalam dan berkata dengan cepat, “Apa kamu pernah melakukan ‘itu’ dengan para asistentmu?” Brice terdiam sesaat. Alhasil membuat Agnes semakin gugup dan cemburu. “Brice?” “Hmm, kalau itu—” “Sepertinya aku tahu jawabannya,” potong Agnes lalu menyingkirkan tangan Brice, turun dari pangkuan Brice. “Mau kemana?” Brice menahan tangan Agnes. Agnes menoleh dengan mata berkaca-kaca, “Aku ingin sendiri Brice, aku tidak sangka jika selama ini mereka juga menemanimu untuk hal seperti itu…” “Rasanya aku tidak bisa, maaf…” Brice mengerutkan keningnya, ia menarik lembut tangan Agnes, membuat Agnes otomatis mendekat padanya, “Sweety, sepertinya kamu salah paham.” “Salah paham apa Brice? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang iya?” suara serak Agnes terdengar lirih. “Aku tidak pernah mengatakan iya, sweety.” Brice tersenyum lembut dan mengusap sudut mata Agnes, “Aku tidak pernah melakukan hal seperti yang kamu pikirkan. Aku menjaga hubungan kerja kami dengan bersih.” Agne
“Hem...” gumaman Agnes.“Namaku Brice Elroy Harold, seperti yang kamu lihat sendiri, Austin Harold adalah kakak sepupuku, jadi aku salah satu penerus keluarga Harold di Jerman. Aku memiliki beberapa perusahaan besar di jerman, amsterdam, dan beberapa negara lainnya. Dan untuk identitas lainku adalah...”Agnes menoleh, menunggu jawaban Brice.“Aku seorang agen rahasia yang berhubungan dengan dark organitation, uhm, orang menyebutnya dengan Mafia, lalu aku memiliki enam orang kepercayaan, sebagian besar dari mereka sudah pernah bertemu denganmu, ada Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta.”“Dan orang yang menculikmu adalah salah satu dari organisasi yang sedang aku selidiki.”Agnes diam, mendengar kata demi kata penjelasan dari Brice, ia enggan memotong apapun itu.“Maaf sudah melibatkanmu ke hal yang sangat berbahaya, jika tahu seperti ini, aku tidak akan membawamu masuk ke dalam misi ini,” ujar Brice dengan suara seraknya.Agnes menoleh dan meraih wajah Brice, ia tersenyum lembut
"Sweety..." Brice yang hendak mengulurkan tangannya, seketika berhenti melihat tangannya yang kotor dipenuhi bercak darah, ia lalu menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Bugh!"Agnes berdiri dan memeluk erat tubuh Brice, "Aku takut Brice..." gumaman yang terdengar lirih dan tubuh Agnes dapat ia rasakan saat ini gemetar ketakutan.“Ma-maaf...” Brice merasa begitu bersalah karena dirinya, Agnes harus melalui hal mengerikan seperti ini.“Yang kamu lakukan itu jahat Brice! Kamu jahat!” isak Agnes yang tidak melepaskan pelukannya dari Brice.Brice menutup matanya, “Iya sweety, aku jahat, maafkan aku.”“La-lalu kenapa kamu tidak memelukku? Kamu sangat jahat!”Deg!Brice terperangah, “Swe-sweety, bukannya kamu takut melihatku sekarang?”Agnes merenggangkan pelukannya, menatap tajam ke arah Brice, wanita cantik itu mengusap kasar wajahnya, “Iya aku takut!”Mafia berdarah dingin itu seketika merasakan dadanya sakit mendengar penuturan sang istri, ia kemudian berdiri dengan tangan yang
Sang pilot pun mengikuti perintah Max, “Di sini Tuan,” seru pilot tersebut.Austin memalingkan wajahnya, menatap Max yang duduk di seberangnya. Tatapan mereka bertemu, dan tanpa perlu kata-kata, Max mengangguk memahami instruksi dari bosnya itu.Max berdiri, tangannya terangkat untuk menjaga keseimbangan saat helikopter bergoyang sedikit akibat turbulensi. Suara angin semakin kencang saat pintu helikopter dibuka, seperti raungan binatang buas. Max, dengan gerakan yang mantap dan cekatan, berjalan lebih dulu ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa berat karena angin yang seolah ingin melemparnya keluar.Dia meraih tangga gantung yang tergantung di sisi pintu, dan mulai menuruni anak-anak tangga satu per satu, tubuhnya bergoyang-goyang di bawah kekuatan angin. Austin menyusul di belakangnya, tetap tenang meskipun angin terus menerpa wajahnya dengan kekuatan besar.Begitu mereka mencapai ujung tangga, di depan jendela kaca besar yang menjadi target mereka, Max menarik napas dalam-dalam.
Beberapa jam sebelumnya, Austin dan Bella yang baru saja kembal ke Amsterdam untuk melanjutkan honeymoon mereka, serta Austin yang sekalian melakukan perjalanan bisnis di sini.Di saat Austin dan Bella sedang makan di sebuah restaurant, Max menghampiri mereka dengan wajah serius. “Tuan, Brice sepertinya sedang menghadapi masalah besar.”Austin mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”“Uhm sebenarnya orangku memberitahukan kalau Brice saat ini sudah memiliki seorang istri, satu bulan lalu dia mendaftarkan pernikahannya,” terang Max sambil memberikan sebuah map coklat.“Brice menikah? Kenapa dia tidak bilang-bilang hubby?” kaget Bella dengan senyum merekah, ikut bahagia dengan kabar tersebut.“Hmm, mungkin dia memiliki alasan tersendiri, love. Sebaiknya aku lihat laporan yang di berikan Max dulu—““Tuan, bukan maksud saya ingin memotong, tapi saat ini sangat darurat, istri Brice di culik oleh seseorang yang berasal dari sebuah club yang menamakan diri mereka Club Billionaire dan setelah sa
"Mr.B semua yang datang malam itu sudah berada di dalam," ucap Gamma menyambut Brice di depan pintu besi.Gamma cukup terkejut melihat penampilan Brice saat ini.Ia melirik ke Alpha yang berada di samping Brice, Alpha hanya menggeleng pelan kepalanya agar Gamma tidak menanyakan perihal tersebut.Tanpa menjawab Brice terus melangkah masuk, ia melihat pasangan suami istri yang ikut di pertemuan malam itu.Ia berdiri tepat di tengah menatap wajah ketakutan orang-orang yang saat ini melihatnya, "Siapa yang tahu di mana keberadaan istriku?!" suara berat Brice terdengar mencekam."Hmmppph! Hmmmmp!" seorang pria berusaha untuk berbicara.Bticr memberi kode agar membuka pengikat di mulut pria tersebut, "Brengsekkk! Lepaskan kami! Apa kau tidak tahu berurusan dengan siapa! Hah!!!! Kami tidak perduli dengan keberadaan istrimu!!"Brice menggeretakkan rahangnya, ia berjalan cepat dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi, "Brugh!""Arggghhh!" pekikan sakit terdengar mengisi gudang yang luas ini."Bahk
Tanpa menunggu persetujuan Mr.Kinsgton, Brice mengambil keputusan untuk menyerbu markas organisasi yang tengah mereka selidiki.Ponsel Brice terus berdering, panggilan Mr. Kingston ia abaikan begitu saja. Hingga earphone yang ia kenakan bersuara, "Mr.B, Tuan Kingston ingin berbicara dengan anda.""Shit! Sambungkan!""Ya Mr. Kinston?""Mr.B, apa yang anda pikirkan langsung menyerbu markas organisasi begitu saja? Padahal kita sudah dekat untuk mengetahui jaringan mereka!" serbu Mr. Kinsgton yang terdengar marah."Aku harap anda menarik semua orang anda Mr.B!" titah Mr. Kingston."Damn! Istriku saat ini menghilang!" sahut Brice geram."Yes I know! Ingat! Dia hanya istri kontrak! Kita bisa menyelamatkannya tapi tidak sekarang!" tegas Mr. Kingston.Brice mengepal erat tangannya, "Mr. Kingston, aku tidak peduli dengan misi ini!""Tidak bisa! Anda harus kembali! Ingat terlalu banyak nyawa yang harus di korbankan jika anda ceroboh seperti ini""Bahkan aku tidak segan meratakan laboratorium an
POV Agnes"Hai Agnes!" seru Maria Sanchez saat melihat Agnes keluar dari lobby perusahaan."Hai Madam..." Agnes melangkahkan kakinya sambil melambaikan tangan."Maaf karena membuat anda menunggu," ucap Agnes lembut sambil menerima sapaan kecup pipi dari Maria"Kamu tidak peerlu sungkan! Dan kenapa masih memanggilku madam? Cukup Maria? Ok? Kamu sudah aku anggap seperti adik perempuanku!" ujar Maria sembari membuka pimtu mobil untuk Agnes.BlushAgnes tersenyum bahagia mendapatkan perlakuan tulus dari Maria, "Terimakasih."Maria tersenyum dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk di sisi Agnes, “Langsung menuju restaurant,” ujarnya pada sopir.Sepuluh menit perjalanan, Agnes dan Maria bercerita mengenai diri mereka masing-masing, “Kamu pasti terkejut dengan kegiatan di klub waktu itu?”BlushWajah Agnes merona merah mengingat betapa intensnya aktifitas yang ia lihat malam itu, “Ah iya, itu pertama kali untukku.”“Hhahhaa, wajahmu merona merah, kau sangat menggemaskan Agnes!” tawa Maria mengg
Satu jam berlalu sejak Agnes mengabari dirinya tiba di restaurant.Brice mondar mandir di depan meja, sesekali ia duduk dan mengirimkan Agnes pesan singkat.bTapi sampai detik ini tidak ada satu pun balasan dari sang istri.Brice menekan nomor Gamma, "Cek lokasi Istriku!""Nona Agnes masih berada di Restaurant Tuan.""Apa Beta tidak bisa melihat ke dalam ruangan?""Akan saya tanyakan Tuan, maaf karena kami tidak tahu jika Maria Sanchez mengganti tempat janji.""Hmm, lakukan dengan cepat!"Brice memutuskan sambungan telpon, dirinya gelisah hanya karena tidak mendapat kabar dari sang istri.Sepuluh menit...Tiga puluh menit....Brak!!!Brice memukul meja kerjanya dengan keras.Ia menatap kesal pada ponselnya karena Agnes tidak kunjung menjawab panggilan telponnya."Tuan?" Gamma membuka pintu, terkejut mendengar suara keras dari ruangan Brice."Siapkan mobil Gamma! Feelingku mengatakan ini tidak baik-baik saja!”Gamma segera keluar dari ruangan Brice untuk memberikan kabar kepada seluruh