Share

Bab 7

Author: Ghazea apiza
last update Last Updated: 2025-11-08 15:02:05

Sinar mentari pagi merayap lembut melalui celah jendela kamar Shiren, menyapu perlahan permukaan kasur yang masih berantakan. Wajahnya tampak lelah, dengan mata yang sembab akibat semalaman bergumul dalam gelisah tanpa tidur nyenyak. Tangannya tak henti menggenggam ponsel, jari-jarinya lincah men-scroll satu per satu iklan rumah sewa, mencari tempat baru yang bisa menjadi pelabuhan bagi dirinya dan sang bayi. Sesekali alisnya berkerut, bibirnya mengatup rapat menahan perasaan hampa yang menggerogoti hati.

Bayi mungil di pelukannya terlelap, tanpa sadar menjadi satu-satunya penenang di tengah badai yang mengoyak jiwa Shiren. Nafasnya tertahan saat menemukan sebuah rumah kecil yang tampak hangat, namun keraguan menyelinap—apakah dia benar-benar siap melangkah sendiri, meninggalkan semua kenangan yang kini hanya menjadi luka? Dengan suara pelan, ia berbisik pada dirinya sendiri, “Ini awal yang baru, untuk kita berdua.” Namun di balik bisikan itu, hatinya masih bertarung antara harapan dan kesepian yang mengintai.

"Tok! tok! tok!" Ketukan itu membuatnya segera bangkit dari tidur, membuka pintu yang dia kunci dari dalam agar senantiasa aman dari apapun.

"Shiren, ini sarapan buat kamu. Sama teh hangatnya, bagaimana tidur semalam?" Sapa pemilik rumah yang sudah berbaik hati memberikannya tumpangan.

"Tempatnya nyaman sih bu, tapi karena aku banyak pikiran. Makanya susah tidur, apalagi sibuk scroll handpone mencari tempat tinggal, ya meski tidur hanya sekitar empat jam-an, tapi membuat tubuh ini sedikit lebih bugar." Wanita itu tersenyum, mereka duduk berdekatan menyantap dua mangkok soto lengkap dengan nasi.

"Terima kasih banyak loh bu, dikasih sarapan segala!"

"Ya nggak apalah Shiren, saya senang. Kalau boleh tahu kenapa bisa berpisah sama suaminya? Maaf loh ya saya tak bermaksud," ujarnya serasa sungkan.

Shiren pun menceritakan semuanya, dia merasa sedikit lega bisa menuangkap isi hatinya meski perempuan itu baru ia kenal, tak apa baginya karena pembicaraannya itu dirasa takkan bocor kemana pun.

"Astaga, kejam sekali suaminya. Memang pantas kamu tinggalkan lelaki seperti itu, semoga dia menyesal ya!" seru perempuan baik dengan kobaran rasa marah, sehingga tak sengaja membangunkan baby Nadhira saat itu.

"Hoeekk..hoekk.."

"Ups, bayimu bangun. Maafkan aku ya Shiren," Shiren mengambil bayinya lalu memberikannya asi.

"Tak apa bu, biasanya juga jam segini sudah bangun mau Asi. Ya, begitulah perjalanan kehidupan rumah tanggaku bu, singkat tapi penuh kepahitan," Shiren mengusap netra yang sedikit basah.

"Yang sabar ya! kelak kamu akan menemukan kebahagiaan sesungguhnya, lalu kemana kamu akan melangkah lagi? Apa tak ada keluargamu buat mengadu?" Shiren terdiam menunduk, lalu menggeleng.

"Aku yatim sejak bayi bu, diasuh nenek karena ibu kandungku meninggalkanku karena punya kehidupan baru bersama suami dan anak sambungnya, aku dilupakan dan tak dianggap sampai sekarang." Dada wanita dihadapannya semakin sesak mendengarkan, tak sengaja matanya sudah berkaca-kaca mendengar nasib pilu Shiren.

"Astagfirullah, ada ya ibu kandung seperti itu. Egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri, sabar ya Shiren. Ibu yakin suatu saat kamu bisa bangkit dan tunjukkanlah pada orang-orang yang mengabaikanmu jika kamu bisa tanpa mereka, bahkan lebih sukses dari mereka!"

"Terima kasih banyak bu, aku lega sekarang bisa curhat begini. Pagi ini kami akan pergi ke kost baru kami, aku sudah dapatkan. Sementara, aku akan tinggal tak jauh dari kota ini sampai surat cerai keluar dari pengadilan, setelah itu. Aku akan pergi jauh dari masa laluku ini, sejauh mungkin." Tekad wanita itu seketika. Wanita asing yang telah terasa dekat dengannya pun memberikan banyak dukungan dan semangat, mereka juga bertukar nomor handpone agar suatu saat bisa berkomunikasi lagi.

Tepat pukul 09 pagi, Shiren berpamitan kepada Asri pemilik rumah, hanya kepada dia saja karena suaminya telah pergi bekerja. Berat hati Asri melepaskan Shiren, apalagi hatinya terenyuh mendengar kisah pahit hidup Shiren.

"Apa tak sebaiknya kamu disini dulu beberapa hari ini?" Tukas Asri memberanikan diri.

"Terima kasih bu, tapi kebaikan ibu sudah cukup. Aku tak enak juga, lain waktu saya akan datang menjenguk ibu dan keluarga!" Asri tersenyum, dia menyodorkan bingkisan berisi sambal dan aneka masakannya.

"Terimalah, buat makan siangmu nanti."

"Jangan bu, saya sudah cukup banyak merepotkan ibu dan keluarga," tolak Shiren tak enakan. Asri memaksanya, meletakkan ke atas gantungan motor.

"Jangan ditolak, saya iklhas. Hanya sedikit makanan, hati-hati Shiren, jaga bayimu dengan baik." Shiren mengangguk dan mengucapkan terima kasih lagi. Setelah kepergian ibu dan anak itu, air mata Asri menetes. Banyak pelajaran yang dia dapatkan dari kisah Shiren, dia juga bersyukur sekarang atas kehidupannya meski hidup sederhana.

"Rupanya aku termasuk beruntung, memiliki suami dan keluarga yang utuh. Maafkan hamba ya Allah, sempat mengeluh." Timpalnya.

***

Di tempat berbeda, ada Niko yang baru pulang dari tempat hiburan malam. Kebiasaan buruknya yang susah dirubah seolah akan terus berkelanjutan entah sampai kapan.

Tok! tok!

"Shireeen..." tukasnya mengetuk pintu dalam setengah sadar, semalam dia mengkonsumsi minuman beralkohol.

"Shireeen...buka pintunya." Niko tak sadar jika istrinya sudah tak ada di sana.

"Astagfirullah Niko, kamu mabuk?" Dika mendekat saat melihat adiknya terus memanggil seseorang. Niko menatap kakaknya dengan tertawa.

"Bukan urusanmu bang, cepat bantu aku panggilkan wanita sialan itu, aku capek tahu!" Dika menggeleng.

"Shiren sudah pergi kan? Kenapa kamu manggil dia, sampai lebaran monyetpun pintu itu takkan dibuka Shiren," tukas Dika kesal, mata Niko melotot sebentar.

"Ah iya, kok lupa sih. Kuncinya di kantong bajuku ini. Sudah ah, masuk dulu bang. Rapi amat, mau kerja ya?" Dika tak menjawab, meski begitu Niko tetap masuk ke dalam dan membaringkan tubuh ke atas kasurnya.

"Sepi juga tak ada istri, cari istri baru enak kayaknya nih!"

***

Waktu terus berjalan, sudah seminggu sejak Shiren ditalak Niko. Kini dia menumpang di sebuah kost sederhana, yang walau sederhana, terasa agak nyaman di tengah kekalutan pikirannya. Duduk di sudut kamar yang hanya dihiasi sebuah meja kecil dan kursi plastik, Shiren menatap cincin emas di jarinya, mahar dari Niko saat mereka menikah dulu.

Tangannya menggenggam erat, bibirnya bergumam pelan, “Nanti aku akan ke toko emas, jual cincinnya. Uangnya akan kupakai buat beli perlengkapan makeup yang bagus, supaya aku bisa mulai usaha kecilku.” Dia menghela napas panjang, bayangan tentang peluang membuka jasa makeup mulai terbentuk jelas di kepalanya. Kostnya dekat dengan sekolah dasar dan taman kanak-kanak, tempat yang seingatnya mudah dijangkau orang tua murid. Ingatan tentang Bu Ratna, istri RT yang dulu minta dibuatkan makeup untuk putrinya, membuat hatinya sedikit hangat.

“Bismillah, ini jalan awalku sampai aku dapat pekerjaan tetap,” lirih Shiren sembari menyeka air mata yang tak sengaja jatuh. Jarinya sibuk mengetik di ponsel, merangkai kata-kata untuk mempromosikan jasanya di media sosial. Meskipun takut dan bingung, ada secercah harapan yang mulai tumbuh di hati Shiren.

Sore menjelang, Shiren berhasil menjual emasnya, harga emas yang mahal membuat dia memegang uang cukup banyak, karena takut memegang secara Cash, Shiren menyimpannya di sebuah kartu Atm miliknya yang untuk saat itu masih aktif.

"Aku ambil satu juta saja lalu pergi ke toko kosmetik,"  Langkah terus langkah dia ayun sembari menggendong Nadhira, pantang menyerah akan kesusahan hidup, Shiren membuktikan suatu saat nanti dia akan memberikan hidup layak kepada anaknya meski tanpa suami atau pun nafkah mantan suaminya, Shiren akan terus mengusahakan yang terbaik buat Nadhira dan takkan membiarkan dia kekurangan kasih sayang seorang ibu yang pernah dirinya rasakan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri yang Diremehkan   Bab 22

    Airin sedang duduk santai di sofa ruang keluarga, tangannya memegang secangkir teh hangat sambil menonton acara favorit di televisi. Suasana tenang itu tiba-tiba pecah ketika pintu depan diketuk dengan keras. Dengan ragu, Airin berdiri dan membuka pintu, di depan matanya berdiri dua petugas kepolisian dengan ekspresi serius. "Apakah Ibu Airin?" tanya salah satu petugas dengan suara tegas namun sopan. Jantung Airin berdegup kencang, ia tak mengerti apa yang sedang terjadi. "Ya, saya Airin. Ada apa, Pak?" Petugas itu mengeluarkan surat panggilan dan membacakan, "Kami datang berdasarkan laporan dari Shiren Amirah terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Ibu." Airin terdiam sejenak, wajahnya berubah pucat. Dalam benaknya berputar cepat, mencoba mengingat apakah yang harus dia lakukan. Matanya membelalak, mulutnya kering. Rasa takut dan kebingungan menyelimuti dirinya. "Dugaan... pencemaran nama baik?" suaranya bergetar, tak percaya. "Ini pasti salah paham." Petugas itu meng

  • Pesona Istri yang Diremehkan   Bab 21

    Video itu diputar ulang berkali-kali, wajah Airin yang kemarinnya penuh kesombongan kini terlihat pucat pasi. Di layar, suaranya tampak lantang dan tegas takkan mau mengembalikan nama baik Shiren dan yakin perempuan itu akan hancur atas berita hoaks yang dia sebarkan. "Aku bodoh sekali kenapa bisa terperangkap atas jebakan Shiren dan lelaki itu," ucapnya dengan mata berkaca-kaca, mencoba menahan rasa malu yang membuncah.Di sisi lain, komentar netizen membanjiri unggahan Arshaka. Hujatan dan cercaan mengalir deras, Airin disebut sebagai perempuan licik yang tega menghancurkan reputasi orang lain demi kepentingan pribadi. Beberapa bahkan mengungkapkan kebencian mendalam, mengutuk Airin tanpa ampun.Shiren yang menonton video itu dengan tangan gemetar, tak mampu menyembunyikan kelegaan yang mengalir di hatinya. Hatinya yang dulu penuh luka kini mulai memancarkan ketegaran baru. Ia tahu, meski luka itu masih menganga, kebenaran akhirnya terbuka ke permukaan. Namun, di balik itu semua, t

  • Pesona Istri yang Diremehkan   Bab 20

    Andika berdiri di tengah ruang tamu yang remang, matanya membara menatap layar ponsel yang menampilkan unggahan viral itu. Wajahnya memerah, napasnya memburu seolah hendak meledak. "Kenapa kamu lakukan ini, Airin?!" suaranya pecah, penuh amarah yang sulit ditahan. Tangan Andika mengepal kuat hingga urat-urat di lehernya tampak menegang. Airin, yang duduk di sudut ruangan, menunduk dengan bibir gemetar, tak mampu menatap suaminya. Tatapan tajam Andika menusuk hatinya, namun wanita itu tetap diam, seolah menunggu ledakan berikutnya."A-aku minta maaf bang, semua aku lakukan hanya untuk membalas Shiren," Andika menggeleng."Kamu benci Shiren dan hendak ingin menjatuhkannya tapi malah menjelekkan suamimu sendiri begitu?!" Teriak Dika membuat semua terdiam, kilatan emosi yang membara dan tak pernah dia luapkan sebelumnya membuat orang sekitar merasa takut. Lastri yang ada di sana juga terlihat tak mampu berbicara."Aku tak bermaksud bang, semua terjadi begitu saja!" Airin tampak menegang.

  • Pesona Istri yang Diremehkan   Bab 19

    Niko tiba di rumah dengan langkah yang berat. Begitu pintu kamar diketuk, ia segera membanting sandal ke pojok ruangan, suara dentangnya mengisi keheningan malam. Dadanya naik turun cepat, wajahnya merah padam karena marah. "Akkhhh... brengsek! Gimana bisa dia tolak aku begitu saja!" geramnya sambil menjatuhkan kursi hingga terjungkal. Suara benturan barang di kamarnya tak luput dari perhatian Airin yang sedang melintas di halaman selesai dari warung, disusul Dika yang penasaran. "Dengar nggak sih? Ada apa di rumah Niko?" tanya Airin dengan alis berkerut. Tanpa pikir panjang, Dika menyusul masuk, menemui Niko yang masih gusar. "Niko! Kamu kenapa, sih? Kok ribut banget malam-malam?" tanya Dika sambil mengusap bahunya. Niko menghela napas panjang, matanya yang semula marah kini terlihat lelah."Nggak usah ikut campur, sudah bang sana pulang!" usirnya, Dika menggeleng. Lelaki itu pulang dengan kesal tapi Airin tetap berdiam diri di tempat, matanya celingukan melihat sang suami apakah

  • Pesona Istri yang Diremehkan   Bab 18

    "Apa! Shiren menjadi pemenang lomba? Berarti namanya naik dong?" Niko mengangguk, masih tak percaya Airin mengambil handpone dan melihat sendiri buktinya di tok tok."Benar, nggak mungkin aku bisa kalah sama cewek kampungan itu. Enggak bisa!" lirihnya terdengar Niko."Kamu nggak suka?" Airin mengangguk."Ya iyalah, secara tingkat pendidikan kami berbeda, aku diatasnya. Masa bisa kalah, tambah lagi pasti ibumu bertambah kagum sama dia, ah sebal!" pekik Airin kesal."Cepat kasih alamatnya, besok aku mau kesana langsung." Timpal Niko, Airin tampak malas akhirnya memberikan alamat Shiren.Setelah kepergian Niko, wanita itu tampak bermondar mandir dengan hati terasa tak tenang, dia masih merasa tak menyangka dan percaya akan kalah jauh dari Shiren yang dianggapnya tak bisa apa-apa selain menjadi ibu rumah tangga."Enggak enggak, aku harus bisa menjatuhkan Shiren. Bagaimana caranya?" Airin terus berpikir hingga akhirnya dia mendapatkan sebuah ide.*** Keesokan paginya, Shire

  • Pesona Istri yang Diremehkan   Bab 17

    Shiren berdiri di antara kerumunan peserta yang menunggu dengan napas tertahan. Matanya sesekali menatap ke arah panggung, dimana Pengumuman lomba makeup pengantin akan segera disampaikan. Detak jantungnya berdetak lebih cepat, campuran antara gugup dan harap yang membuncah di dada. Tangan kirinya meremas-remas kain gaun sederhana yang dikenakannya, berusaha menenangkan diri meski seluruh tubuhnya terasa tegang.Suara pembawa acara mulai terdengar, mengumumkan satu per satu nama pemenang dengan sorak sorai dari penonton yang bersorak. Shiren menelan ludah ketika nama-nama lain disebut, hampir putus asa. Namun, saat kata “Pemenang utama atas nama... Shiren Amirah!” mengalun di udara, seluruh tubuhnya seperti tersengat listrik. Matanya membelalak, bibirnya menganga tanpa suara.Raut wajahnya berubah dari tegang menjadi tak percaya, lalu perlahan berubah menjadi senyum lebar yang sulit ia tahan. Air mata haru mulai menggenang di sudut matanya, tapi ia berusaha menahannya. Perlahan, Shire

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status