Setelah bertahun-tahun terjebak dalam hubungan kakak-adik zone, akhirnya Ola berhasil mendapatkan hati Bumi—salah satu anak asuh Daniel, papinya. Hanya saja Ola harus terima syarat dari Bumi untuk merahasiakan hubungan mereka. Lantaran Bumi takut mengecewakan Daniel. Masalah muncul ketika tiba-tiba Daniel berniat mencarikan Bumi jodoh. Kabar itu jelas membuat Ola uring-uringan. "Kak Bumi itu punya kurap dan panu di bokongnya. Mbak yakin mau dijodohin sama dia?"
View More"Jadi, kalian dari tadi main berdua aja di sungai?" Bumi dan Ola kompak mengangguk sambil memaksakan tersenyum. Degup jantung keduanya yang menggila belum sempat mereda. Keduanya bahkan masih susah payah mengatur napas. "Kalian lagi nangkap ikan ya?" Wajah penuh tanda tanya Gyan kontan berbinar-binar. "Kenapa nggak ngajak-ngajak sih?" Sekonyong-konyong Gyan ikut menceburkan kakinya ke sungai berair jernih itu. "Kan seru kalau nangkap ikan rame-rame." Bumi dan Ola tertawa kaku melihat reaksi Gyan yang tidak terduga itu. Dalam hati, mereka merasa lega karena Gyan tidak curiga. Ola sampai memukul-mukul punggung Bumi untuk meyakinkan tawa terpaksanya itu. "Iya, gimana sih Kak Bumi kok nggak ngajak-ngajak Mas Gy nyari ikan," seru Ola lantas tertawa lagi dengan ekspresi aneh. Dengan gerakan mata dia memberi isyarat agar Bumi menimpali ucapannya. Bumi mengusap belakang kepala sambil meringis kaku. "Sori, Gy. Lupa." "Aduh ayo kita berburu lagi. Lumayan kan buat acara ntar malam kalau da
Senyum Ola terbit ketika akhirnya dia menemukan Bumi. Pria itu tengah duduk sendirian di pinggiran sungai jernih di dekat tenda. Di saat yang lain tengah berkumpul di kebun stroberi, pria itu malah memisahkan diri. Dengan pelan Ola jalan mengendap-ngendap, melipir ke pinggir tenda. Dan ketika tepat berada di belakang Bumi, dua lengannya langsung merangkul leher pria itu. Serta-merta tindakan itu membuat Bumi terkejut bukan main. Hampir saja pria itu jatuh ke sungai kalau kaki panjangnya tidak segera menyangga bobot tubuhnya. "Ola!" Tanpa merasa bersalah gadis itu malah tersenyum lebar. "Kak Bumi lagi mikirin apa? Kok nggak ikut berkebun?" Tidak seperti Ola yang terlihat santai, raut terkejut Bumi berubah panik. Dengan enggan dia mencoba melepaskan rangkulan lengan Ola. "Ola, jaga sikap. Nanti ada yang lihat," bisik Bumi sembari celingukan, takut ada yang memergoki mereka. "Mereka jauh, Kak. Ada di ujung sana. Nggak mungkin tiba-tiba langsung ke sini." "Iya, tapi jangan begini."
Kemunculan Rean dan ayahnya sama sekali tidak terlintas di kepala Bumi. Dan itu memang tidak ada dalam agenda rencana yang lelaki itu buat. Jadi dia agak terkejut dengan kemunculan keduanya. Namun yang menyebalkan, Ola sepertinya bahagia dengan kedatangan lelaki itu. Gadis itu tertawa senang sambil melambaikan tangan penuh semangat ketika melihat Rean. Bumi belum memastikan lagi apakah Ola sudah putus dari salah satu mahasiswa jebolan perguruan tinggi di NYC itu."Kok kamu bisa ke sini?" tanya Ola heran begitu Rean menghampirinya."Kenapa nggak bisa?" sahut Rean sambil melirik Daniel yang ternyata tengah senyum-senyum sendiri melihat mereka."Jangan heran ya, Ola. Om dan Rean kemarin bertemu papi kamu. Lalu papi kamu mengundang Om dan Rean buat ikut acara family camp kalian dalam rangka rayain ultah kamu."Ucapan Danudirja barusan membuat Ola paham. Gadis itu membulatkan mulut seraya mengangguk."Kamu seneng kan ada Rean di sini?" goda Daniel sambil menggerak-gerakan kedua alisnya. "B
GPS mobil menunjukkan saat ini Ola dan Bumi memasuki wilayah Bandung Barat. Sepagi ini keduanya sudah memasuki kawasan Kota Lembang. Ola yang sejak tadi tertidur agak kaget saat membuka mata. Jika bukan karena perutnya yang keroncongan mungkin dia akan lanjut tidur sampai tidak sadar Bumi memboyongnya ke tempat yang berbeda. "Kita mau ke mana, Kak?" tanya Ola menatap pria di sisinya, lalu kembali menatap jalanan di sekitarnya. Kendaraan yang mereka tumpangi melaju turun. Beberapa kali Ola juga melewati tempat wisata kota. "Ke tempat yang kamu mau.""Lembang. Kita mau ke vila yang waktu itu?" tanya Ola tampak antusias. Mata mengantuknya hilang tak berbekas saat melihat senyum penuh arti pria di sebelahnya. "Katanya nggak mau ke vila. Bilangnya : Kita mau merayakan ultah kamu, bukan bulan madu," ujar Ola lagi sambil menirukan gaya bicara Bumi waktu itu. Tapi Bumi di sebelahnya malah makin tersenyum bukannya membalas sindiran Ola. Dia memutar kemudi dan menepikan kendaraannya di pingg
"Kita nggak akan bisa begini kalau di rumah papi." Ola mengeratkan pelukannya. Tidak seperti di kosan, tempat tidur di kamar Bumi jauh lebih luas dan juga memiliki tempat tidur yang lebih lebar. Sehingga dia bisa lebih leluasa bergerak. "Pinter. Sebisa mungkin kamu harus jaga sikap." "Kok cuma aku?" Ola sedikit menjauhkan pelukannya dan mendongak. "Kamu juga dong." "Aku selalu bisa jaga sikap. Kamu yang sering sembrono." Dengan pelan Bumi mendorong dahi Ola. Senyumnya terulas lemah saat melihat bibir Ola mengerucut. "Satu lagi, hentikan kebiasaan kamu memonyongkan bibir begitu." "Memangnnya kenapa?" Lagi-lagi Bumi hanya tersenyum kecil. Dia tidak akan memberitahu kalau bibir Ola yang maju seperti itu sangat menggemaskan. Dulu saat otaknya sedang tidak beres, kadang pikiran liarnya berputar-putar membayangkan rasa bibir itu. "Pokoknya jangan biasakan begitu.""Jelek ya?" Ola nyengir, menunjukkan deretan giginya yang putih. "Ya gitu deh. Jadi nggak manis." Namun Bumi terkesiap s
"Masih lama?" Bumi yang sedang menghadapi layar laptop mendongak sejenak. Di ambang pintu dia melihat Ola berdiri sambil memeluk guling. Bumi pikir gadis itu sudah tidur pulas. "Sedikit lagi. Kamu bisa tidur lebih dulu," ucap Bumi sambil tersenyum lalu kembali melarikan jari jemarinya di atas keyboard laptop. "Aku nggak bisa tidur. Kak Bumi mau aku bikinin minuman?" "Nggak perlu. Ini sebentar lagi selesai." Gadis yang rambutnya sedikit kusut itu menyeret kaki, memasuki ruang kerja Bumi. Dan melempar gulingnya begitu saja. "Kamu sudah mau sidang tesis lagi ya?" "Iya. Doakan lancar ya." "Hu-um." Ola mengangguk, berdiri di samping kursi yang Bumi duduki dengan wajah kusut. Mata legamnya tertuju ke layar laptop meski tidak mengerti apa yang sedang lelaki itu tulis. Beberapa kali juga dia menguap. "Ngantuk kan? Sana balik ke kamar lagi aja.""Tapi kamu belum selesai." Kaki Ola bergerak. Dia memaksa masuk ke celah antara meja dan kursi Bumi. Saat gadis itu masih berumur belasan tah
"Aku mau rayain ultah berdua sama Kak Bumi aja." Bumi menoleh cepat dan langsung mendapati muka close up Ola yang sedang tersenyum manis padanya. Dia agak terkesiap. Kacamata bacanya sampai merosot lantaran jarak wajah gadis itu terlalu dekat dengan wajahnya. Pria tiga puluh tahun ini menelan ludah sebelum berdeham sambil memalingkan wajah. "Kenapa?" tanya pria itu mengalihkan pandangan ke layar laptop yang ada di pangkuannya. "Mami sama papi aja masih di Kanada. Kayaknya semesta emang merestui kita buat berduaan aja deh, Kak." Ola terkikik sendiri dengan pemikirannya yang absurd. Membuang napas pelan, Bumi akhirnya menutup laptop. Merevisi tesis ditemani Ola memang bukan ide bagus. Nyaris satu jam dia menekuri laptop satu paragraf pun belum ada yang dia kerjakan. Pasalnya selama itu Ola terus saja membuatnya salah fokus. Ada saja gangguan kecil yang gadis itu buat. "Ya kita lihat entar aja," ucap Bumi sambil melepas kacamata dan menyimpannya kembali di cover-nya. "Gimana kalau
"Maaf. Mungkin lain kali." Dua alis Bumi sontak menukik mendengar ucapan Ola. Gadis itu tengah menerima panggilan telepon dari Rean. Bumi menoleh sekilas sambil menggeram sebelum fokusnya kembali ke jalanan di depannya. "Ola, nggak ada lain kali ya," ucap lelaki itu memperingatkan. Di sampingnya Ola nyengir sebelum fokus ke panggilan teleponnya lagi. "Rean, aku tutup dulu ya. Bye." Ola menghela napas ketika panggilan singkat itu berakhir. Ujung matanya melirik pria di sampingnya yang berwajah masam. "Kok nggak diputusin sekalian?" Bibir mungil Ola menganga seketika. Detik berikutnya kekehannya meluncur. "Kak Bumi nggak sabaran amat sih. Nggak sopan tau mutusin orang lewat telepon," sahut Ola sambil mengulum senyum. Jika membahas Rean pria itu jadi mendadak kekanak-kanakan dan bersumbu pendek. "Terus kamu mau ketemu lagi sama dia?" Ola mengangguk-angguk dengan alis terangkat tinggi-tinggi. "Kamu harus ngasih tau aku kapan ketemu dan dimana tempatnya, biar aku bisa ne
Ola tersenyum geli. Memulai saja tidak bagaimana bisa putus? "Kalau Rean nggak mau putus gimana?" Nyaris saja tawa Ola menyembur melihat dua alis tebal Bumi menukik tajam. Dia tahu Bumi kesal, tapi raut muka lelaki itu terlihat menggemaskan. "Apa pun alasannya, kamu harus bisa putus sama dia. Aku nggak mau jadi yang kedua," ujar pria itu dengan muka cemberut. Demi Tuhan! Ola sering melihat wajah marah Bumi, tapi dia belum pernah melihat wajah cemberut lelaki itu. Apalagi cemberut karena cemburu. Gimana Ola tidak ingin terus menerjangnya kalau semenggemaskan itu? "Kak Bumi lucu deh." Ujung jemarinya bergerak menyentuh jakun di leher Bumi yang terus saja bergerak naik turun. Sentuhan ringan itu lalu naik mendekati telinga. "Aku serius, nggak sedang melucu," balas pria itu dengan nada tegas. Dia menangkap tangan iseng Ola yang bermain nakal di area belakang telinganya. "Iya. Aku tau." Kembali Ola mendekat. Menjangkau bibir pria itu dan menyentuhnya. Keduanya kembali bercumbu. Men
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments