Share

Kurcaci

Malam harinya, Aletta kembali bertemu dengan Leon di acara makan malam keluarga besar pria itu. Kali ini Leon terlihat luar biasa tampan dengan stelan jas mewahnya, dasinya pun tersimpul rapi, tidak seperti sore tadi yang terlihat sedikit urakan.

Sepanjang makan malam berlangsung, Aletta hanya bersuara jika ada yang bertanya padanya saja. Dan sejujurnya, ia mulai menyesali keputusannya untuk menghadiri makan malam itu. Selain karena ia orang luar, tapi juga karena tatapan tajam Leon yang selalu tertuju padanya, seolah pria itu ingin mengulitinya hidup-hidup.

Sampai akhirnya di tengah percakapannya dengan keluarga besarnya yang sangat luar biasa itu, Leia meminta Aletta mengantarnya ke toilet, Aletta seolah menemukan jalan untuk melarikan diri dari sana.

"Mungkin aku agak lama, perutku sakit sekali," ujar Leia sesampainya mereka di toilet. 

"Oh, yasudah tidak apa-apa, aku tunggu di luar saja ya? Jangan ragu-ragu memanggilku kalau butuh bantuan," timpal Aletta.

Leia menyunggingkan senyumnya sebelum masuk ke dalam toilet. Aletta baru saja bersandar pada dinding sambil mencari alasan untuk pulang lebih dulu, saat terdengar suara seseorang,

"Hei, Kurcaci!"

Aletta melihat ke arah datangnya suara, yang ternyata Leon lah pemilik suara itu. Leon melangkah mantap ke arah Aletta dengan penuh percaya diri, sebelah tangannya ia masukkan ke dalam saku celana formalnya,

"Siapa yang kamu panggil Kurcaci barusan?" solot Aletta. Sialnya kenapa ia harus bertemu dengan pria itu lagi? Dan kenapa pria itu mendatanginya?

"Memangnya ada orang lain lagi di sini selain kamu?" tanya Leon saat berdiri menjulang di depannya.

Tidak heran pria itu memanggil Aletta Kurcaci, karena puncak kepala Aletta saja hanya mencapai dadanya, dan ia harus mendongak lebih tinggi untuk menatap wajah pria itu,

"Aku Aletta, bukan Kurcaci!" geramnya dengan kedua tangan yang terkepal. Sejauh bersama dengan pria itu, emosinya mudah sekali tersulut.

"Ah, jadi itulah namamu, Aletta. Namanya sih cantik, tapi tidak dengan pemiliknya," ledek Leon sebelum memutar tubuh Aletta, dan mengabaikan protesan wanita itu,

"Kamu mau apa?" tanya Aletta dengan kesal. Alih-alih menjawab, Leon malah bergumam sendiri,

"Tidak ada sayap!"

"Aku manusia, bukan burung!" 

"Tapi namamu Aletta, yang dalam bahasa Spanyol artinya sayap, ya kan?"

Kedua mata Aletta berkedip dengan bingung saat mendengar pertanyaan Leon itu. Benarkah artinya seperti itu dalam bahasa Spanyol? Ia sendiri baru mengetahuinya.

"Namaku di ambil dari bahasa Yunani, yang artinya kejujuran!" sangkalnya.

"Tetap saja, Kurcaci adalah sebutan yang paling pas untukmu," ledek Leon sambil menyusuri matanya dari puncak kepala hingga telapak kaki Aletta. 

Untuk ukuran wanita Eropa Aletta memang tergolong pendek, tingginya hanya seratus lima puluh delapan centimeter, dan parahnya lagi terlihat seperti Kurcaci saat berdekatan dengan Leon yang tinggi badannya nyaris mencapai seratus sembilan puluh lima centimeter itu, atau mungkin lebih.

Jadi lebih tepatnya bukan Aletta yang Kurcaci, tapi Leonnya saja yang ketinggian.

Melihat tatapan mengkerdilkan Leon, Aletta pun sengaja menjatuhkan mental pria itu lagi,

"Kurcaci yang bisa dengan mudah membantingmu, ya kan? Itulah contoh nyata kalau tinggi badan seseorang tidak menentukan kekuatannya!" cibir Aletta.

Tepat seperti dugaan Aletta. Diingatkan dengan kejadian sebelumnya, membuat seringaian di wajah Leon seketika menghilang. Ia langsung mengurung Aletta dengan kedua tangannya,

"Itu hanya kebetulan saja, aku sedang lengah saat itu!" geramnya. 

Leon salah kalau cara itu bisa mengintimidasi Aletta. Karena alih-alih takut, wanita itu malah mengangkat dagunya tinggi-tinggi,

"Kamu sudah pasti mati seandainya saja sedang berhadapan dengan musuhmu saat itu! Bayangkan kurcaci sepertiku ini saja bisa dengan mudah menjatuhkanmu, apalagi pria yang sepantaran denganmu? Astaga, aku tidak bisa membayangkannya."

Tatapan Leon semakin tajam pada wanita itu. Baru kali ini ia mendapati seorang wanita yang tidak langsung bertekuk lutut padanya, bahkan tidak mengenalinya sama sekali.

Entah benar wanita itu tidak mengenalinya, atau memang sedang berpura-pura tidak mengenalinya. Karena wajah Leon sering wara-wiri di berbagai majalah bisnis, juga di stasiun televisi.

Atau mungkin wanita itu benar-benar kurcaci, dan tinggal di dalam gua atau di bawah tanah?

"Ternyata benar apa yang dikatakan orang, kalau wanita kecil itu rata-rata bermulut besar, termasuk kamu. Mereka cenderung pintar dalam bersilat lidah!" cibir Leon saat kedua matanya terarah ke bibir Aletta yang terlihat penuh dan mengagumkan, berbeda dari wanita yang selama ini dekat dengannya, yang cenderung memiliki bibir yang jauh lebih tipis dan membosankan.

Sadar akan apa yang terjadi saat seorang pria sudah menatap bibirnya itu, Aletta segera mengarahkan keras-keras lututnya ke junior Leon, hingga pria itu mengerang dan mengeluarkan umpatan kasar dalam berbagai bahasa.

"Hari ini hanya teguran kecil untuk juniormu itu, lain kali kalau kamu masih bersikap tidak sopan padaku, aku tidak akan segan-segan untuk memotongnya!" gertak Aletta sebelum membuka pintu toilet lalu masuk ke dalam dan menguncinya.

Ia bersandar pada pintu itu untuk menstabilkan lagi napasnya, sebelum membuka satu-persatu bilik pintu hingga mencapai pintu yang terkunci dari dalam.

"Leia, kamu masih lama?" tanya Aletta sambil mengetuk bilik pintu yang terkunci itu, sudah pasti Leia yang berada di dalamnya, karena ia tidak melihat ada orang lain lagi yang masuk ke dalam toilet ini.

Atau sebenarnya mereka membatalkan niat mereka ke toilet saat melihatnya bersama dengan Leon tadi?

"Ya, sebentar dikit lagi," jawab Leia dengan suara bergetar.

'Apa kamu sedang nangis? Leia keluarlah, aku ada di sini untukmu."

Tidak lama kemudian pintu terbuka, Leia keluar sambil memegangi perutnya,

"Tamu bulananku datang, untung saja aku membawa pembalut," ujarnya.

Aletta tahu itu hanyalah alibi Leia saja. Kenyataannya, pembicaraan Leia dengan keluarganya di meja makan barusan lah yang mneyebabkan temannya itu sedih. 

Meski begitu, Aletta tidak memaksa Leia untuk menceritakan keluh kesahnya. Ia membiarkan Leia melangkah melewatinya ke arah wastafel untuk membersihkan tangannya, lalu membasuh wajahnya.

Sejurus kemudian Leia mengerang pelan saat melihat kedua matanya yang mulai membengkak,

"Aku jelek sekali," desahnya.

"Kamu masih tetap terlihat cantik meski dengan kedua mata yang sebesar bola tenis itu!" ledek Aletta, dan Leia meringis ngeri,

"Ya Tuhan! Itu perumpamaan yang mengerikan sekali, Aletta!"

Aletta tidak dapat lagi menahan dirinya untuk merengkuh Leia ke dalam pelukannya. Tangis Leia seketika pecah, dan Aletta membiarkan air mata sahabatnya itu membasahi dressnya.

Tidak mudah menyembunyikan cinta dari pria yang mencintai wanita lain. Terlebih lagi wanita itu sepupunya sendiri. Dan Leia harus melihat kemesraan mereka tiap kali keluarganya berkumpul, hingga Leia memutuskan untuk pindah ke Apartment yang berbeda dengan saudaranya itu.

Tidak cukup sampai di sana, Leia harus menerima perjodohannya dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai. Meski Leia terlihat bahagia saat bersama dengan pria itu, Aletta tahu dengan sangat baik, semua Leia lakukan hanya demi bisa membuat Leuis cemburu. 

Tapi bagaimana Leuis bisa cemburu kalau pria itu sama sekali tidak memiliki perasaan pada Leia? Cintanya hanya tertuju pada sepupu Leia, Aurora.

Sakit tapi tak berdarah. Mungkin itu perumpamaan yang tepat untuk kondisi Leia sekarang ini.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
wah ketinggalan cerita aku nih d mana cerita leuis dan leia
goodnovel comment avatar
Janni Qq
itu leuis sengaja biar leia mau jujur pdhal leuis dr kecil cinta sm leia cm dia kan gak brani krn mslh kelnya ada rahasianya...dah baca leuis leia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status