“Dan kamu tidak keberatan dengan tingkah wanita macam itu?” Dari nada bicaranya, Bellanca bertanya dengan santai. Dia memangku dagunya dengan satu tangan di atas meja. “Sewaktu kita masih menjadi sepasang kekasih, bukankah kamu benci jika aku bersiap demikian, Ryuga?”Kali ini Bellanca menatap ke arah Claudia, jelas itu tatapan tidak senang.Ditatap seperti itu, Claudia merasa tidak terima. Ingin menjawab, tapi rasanya tidak sopan saja jika menyahut secara langsung.‘Katakan kamu tidak keberatan, Ryuga.” Batin Claudia gemas sendiri melihat Ryuga cukup lama merespons Bellanca.Ryuga menggelengkan kepala, “Selama wanita itu Claudia, aku tidak keberatan.”BLUSHEkor mata Claudia melirik Ryuga. Pipinya memanas. Padahal apa yang diucapkan Ryuga tak lebih dari kebohongan.Lagi-lagi Claudia membatin, ‘Sepertinya ini efek sudah lama menyendiri, mangkanya aku mudah salah tingkah.’Ya, pasti karena itu. Claudia yakin sekali!“Jadi, dia beneran tunanganmu?” Bellanca tampak bersikap menyebalkan.
Selepas meninggalkan Bellanca, Ryuga mengajak Claudia keluar dari area hotel. Diam-diam Claudia menghela napas karena itu artinya Ryuga betulan hanya menggodanya saat di telepon pagi tadi.“Sekarang aku tahu kenapa jalanmu bisa secepat atlet, Ryuga.” Ucapan Claudia sukses menghentikan langkah Ryuga. Pun, Claudia di belakangnya yang mengekor ikut menghentikkan langkah.Belum sempat menanyakan maksudnya, Claudia lebih dulu berucap, “Mantan kekasihmu atlet atletik.”Sungguh konyol. Mendengarnya, Ryuga mendengus.“Cara jalanku memang seperti ini, Claudia. Bukan karena Bella seorang atlet, itu sama sekali tak ada hubungannya.” Ryuga menolehkan kepala juga bicaranya yang lembut.Claudia mengerjapkan mata. “Benarkah? Bukan karena kalian sering latihan bersama?”“Cemburu, Claudia?” Ryuga menautkan alisnya dengan senyum yang menyeringai. Hal itu langsung membuat Claudia menggelengkan kepalanya kuat-kuat bahkan terkekeh hambar.“A-ku hanya bertanya Ryuga, bukan cemburu,” ucap Claudia membenarka
‘Tidakkah ada mantra untuk menghilang atau teleportasi!?’Claudia tak punya banyak wajah untuk menghadapi Ryuga setelah dia salah paham untuk yang kesekian kali. Rasanya Claudia benar-benar malu. Apa yang Claudia pikirkan, berbeda dengan yang Ryuga maksud.Setelah mendengar pertanyaan Claudia sebelumnya, Ryuga membawa tangannya untuk menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Claudia.Ekspresi Ryuga berubah menjadi hangat. Sama hangatnya dengan senyum tipis menggodanya. “Aku hanya ingin mengajakmu makan malam, Claudia.”Langkah Ryuga mendekat. Jaraknya hanya menyisakan satu langkah dari Claudia. Kepalanya menunduk, mengarah pada telinga wanita itu. Lalu Ryuga berbisik dengan suara dalamnya yang membuat Claudia tergelitik, “Tapi, kalau kamu menginginkan lebih, sebaiknya bergegas sekarang agar waktunya tidak terlalu malam.”BRAKKClaudia melemparkan majalah yang menutupi wajahnya ke sofa apartemen Ryuga. Niatnya beristirahat malah tidak bisa karena terlintas hal memalukan saat hendak m
Claudia mengembuskan napas berat. Dia menggeleng kecil sebagai responsnya.“Tapi, raut wajahmu mengatakan yang sebaliknya,” dengus Ryuga. Pria itu menyaksikan perubahan raut wajah Claudia yang berubah murung.Tubuh Ryuga menegak lalu tanpa mengatakan apa-apa membalikkan badan. Namun, siapa sangka tangan mungil Claudia menahan lengan kanan Ryuga.“Ada yang ingin aku katakan, Ryuga,” celetuk Claudia dalam satu tarikan napas.Tapi, Ryuga tak kunjung membalikkan tubuhnya menghadap Claudia. “Soal apa?” Ryuga menyahut singkat. Suaranya yang terdengar dingin dan terkesan tak acuh menciptakan suasana yang menegangkan.Claudia tidak bisa mundur. Dia sudah memikirkan matang-matang untuk memberitahu Ryuga yang sebenarnya mengenai hilangnya cincin Peony tersebut. Sesuai saran Aruna.Pandangan Claudia yang turun kini naik sebab tangan Ryuga melepaskan tangannya. Tubuh pria itu juga sudah menghadap Claudia. Jarak di antara keduanya tipis sekali.Sepasang manik hitam Ryuga menunduk, tepat menatap n
“Clau! Yang bener aja kamu!”Claudia rasanya memiliki dua orang dalam tubuhnya. Yang satu ingin mengejar Ryuga dan melanjutkan apa yang pria itu mulai. Yang satunya lagi menyuruh Claudia untuk tidak melakukan hal gila tersebut.Namun, yang terjadi selanjutnya Claudia menyeret kakinya mengikuti jejak Ryuga untuk masuk ke dalam. Dia mendapati pria itu tengah bersiap dengan mengenakan jasnya.“Kita pulang sekarang, Ryuga?” tanya Claudia mengerutkan dahinya.“Ya. Atau kamu mau menginap, Claudia?” sahut Ryuga tanpa menolehkan wajah.Claudia menggeleng. Dia memperhatikan aktivitas Ryuga dengan perasaannya yang bingung, “Soal cincinnya–“Lupakan saja.” Jawaban enteng Ryuga entah kenapa membuat perasaan Claudia terluka.Mungkin bagi Ryuga, cincin semahal itu bisa dibeli kembali dengan uang sehingga dia tidak mempermasalahkan Claudia kehilangan cincin tersebut.“Sejak semalam aku terus merasa bersalah memikirkan itu,” aku Claudia dengan suara yang serak. Dia takut Ryuga marah besar padanya. Bu
“Kalau lo cuma mau main ponsel, nggak usah paksa gue buat ke luar, Aruna. Buang-buang waktu gue aja.”Aruna menaikkan pandangan saat mendapat teguran dari Dirga, kekasihnya yang rupawan. Alhasil, Aruna menaruh ponselnya di atas meja dengan posisi layar kaca menghadap meja.“Maaf, Dirga. Barusan Daddy kirimin foto sama calon mommy-ku. Mereka romantis banget deh, malam malam berdua,” cerita Aruna.Gadis itu mulai menyantap ayam yang sudah dipesannya sejak beberapa saat lalu dengan senyum mengembang di bibirnya. Sementara Dirga sudah menghabiskannya dua potong selagi Aruna memainkan ponselnya.“Daddy lo mau nikah lagi?” Dirga bertanya tanpa menatap Aruna. Lebih baik melihat potongan-potongan ayam besar yang menggoda.Padahal Aruna selalu tampak cantik … di mata orang lain. Lihat saja ke beberapa meja yang ada di sana, beberapa pemuda meliriknya terang-terangan karena kelihatannya Dirga sangat tak acuh.“Iya, Daddy harus nikah lagi. Pokoknya harus!” seru Aruna dengan antusias. “Soalnya ak
Esok harinya, pagi-pagi sekali berita gosip sudah wara-wiri di layar televisi. Sosok Ratih sengaja bangun pagi demi melihat gosip terbaru yang langsung menjadi trending topik.“Aku yakin cara ini pasti berhasil,” ucapnya seraya berlalu dari kamar dengan raut wajah puas karena rencana kedua kini mulai berjalan.Dia buru-buru turun ke bawah menuju ruang makan. Di sana sudah ada Eyang Ila, Rudi, dan Emma. Suaminya Angga tidak pulang semalam. Maka, pagi ini tidak menunjukkan batang hidungnya.“Selamat pagi semuanya,” sapa Ratih kepada keluarganya itu. Wanita itu mengedarkan pandangan menatap wajah-wajah itu bergantian. Tampaknya mereka sudah melihat kabar berita pagi ini dilihat dari ekspresi wajahnya.“Aku tadi melihat berita tentang Bellanca Grey yang terbaru.” Ratih membuka suaranya lagi. “Kakak sudah lihat beritanya?” Baik Rudi maupun Emma mengangguk. Orang kepercayaannya melapor dengan segera jika itu berhubungan dengan keluarga Daksa.“Semoga saja Claudia tidak melihat beritanya,”
“Kamu lebih suka siapa, Aruna? Claudia atau Bella?” Alih-alih menjawab pertanyaan putrinya, Ryuga malah mengajukan pertanyaan. Daddy satu anak itu melemparkan senyum menggoda sebelum meneguk air putih, menandakan dirinya telah selesai sarapan. “Bu Claudia dong, Daddy. Aruna cuma mau Bu Claudia yang jadi Mommynya Aruna,” rengeknya sambil mempoutkan bibirnya. Claudia sudah mengambil hatinya Aruna tanpa bersusah payah. Gadis itu juga merasa jika Claudia adalah wanita yang tepat untuk bersama Ryuga. Sepasang manik hitamnya menyorot lembut ke arah putrinya. “Memang Claudia mau?” “Daddy harus bikin Bu Claudia maulah pokoknya. Aruna nggak mau tau, ya.” Gadis itu lalu menggembungkan pipinya. Ryuga hanya balas terkekeh. Tangannya maju untuk mengusap puncak kepala Aruna. Sesi perbincangan pagi ini harus berakhir karena Ryuga harus segera berangkat ke kantor. “Mau berangkat sekarang atau nanti?” Masih dalam posisi duduk, Aruna melirik jam di tangannya. “Aruna nanti aja. Masuk kelasnya jam
Akan tetapi, sekeras apapun Claudia berpikir untuk tidak bersikap berlebihan, dia malah semakin menjadi-jadi. Apalagi setelah mendengar teman-temannya bergosip mengenai sesuatu yang Claudia sangkutkan dengan sikap Ryuga.“Eh eh, tahu nggak Bu Vika katanya lagi dalam proses perceraian dengan suaminya?”Selagi menunggu makanan mereka tiba, Idellia yang baru datang bergabung membuka topik obrolan.Ya, Claudia tengah berada di sebuah pusat perbelanjaan bersama teman-temannya usai mencari kado.“Mulai deh, gosip dari mana?” Setengah penasaran, Zoya menyahut.“Kabarnya ramai tadi di ruang dosen.” Kebetulan Idellia ada kelas pagi sehingga dia tidak bisa ikut bersama teman-temannya yang lain mencari kado untuk hadiah Lilia. Dia baru bisa menyusul setelah jam-nya selesai.“Heh, kenapa malah ditanggapi, sih?” Praya memelototkan matanya.Memang, tak jarang di ruangan dosen banyak memiliki bahan gosip untuk dibicarakan. Akan tetapi, pertemanan mereka sangat menghindari untuk membicarakan orang la
Natasha Blair. Wanita yang berstatus sebagai mantan istri Ryuga sekaligus ibu kandung Aruna membuat Claudia uring-uringan sepanjang malam. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak. Bagaimana bisa Claudia tidur nyenyak sementara dia mengetahui Ryuga ternyata bersama Natasha tadi malam?! Sekalipun semalam Ryuga menyusul pulang, tidur di sebelahnya, memeluknya, membisikkannya kalimat cinta, tapi tetap saja perasaan bernama cemburu itu menelusup hadir. Claudia bahkan tidak lagi merasa sedih karena keadaan janinnya. Wajah Natasha kelihatan pucat. Badannya juga tampak kurus dari terakhir Claudia melihatnya satu tahun terakhir. Itu menyita pikiran Claudia. ‘Sebenarnya Natasha kenapa? Kenapa bisa semalam Ryuga ada di sana? Dan kenapa Ryuga harus berbohong segala jika dia menemui mantan istrinya, bukan Dokter Tirta?!’ Keributan di dalam isi kepala Claudia itu tidak berani dia suarakan langsung pada Ryuga. “Makan yang banyak, Clau.” Suara lembut penuh keibuan itu menyadarkan lamunan Claudia.
Beberapa jam setelah ditinggal sendirian, Claudia gelisah. Pasalnya janin di dalam perutnya kembali bergerak, menendang ke bagian area perut bawahnya. Pergerakan itu membuatnya tidak nyaman. Dia sudah bergonta-ganti posisi, tapi tidak kunjung membuat perasaannya membaik. “Kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya Claudia, membuka komunikasi dengan janinnya. Dia mencoba untuk ke luar dari kamar. Namun, baru berjalan sebentar, napasnya sudah terasa sesak. Rasanya ada yang tidak beres. Maka, Claudia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. Untungnya tidak butuh waktu lama panggilan itu langsung terhubung. “Ya, sayang? Tumben kamu menelpon malam-malam?” Claudia menghela napas lega. “Ibuuuu,” panggilnya pelan. Sejujurnya, dia merasa tidak enak menelpon ibu mertuanya malam-malam begini. Yap, seseorang yang dihubungi Claudia adalah Emma. “Beritahu Ibu, ada apa, hmm?” Di seberang sana, Emma baru saja kembali dari sebuah acara perkumpulan geng sosialitanya. Dia terduduk di sofa usai mengangkat
Ternyata Claudia juga tetap tidak bisa membujuk Ryuga.Sesuatu yang menyangkut dengan Aruna, tidak bisa didebat dengan Ryuga. Claudia kalah suara.“Aku percaya Aruna bisa mandiri tanpa kita. Tapi, di luar sana terlalu tidak aman, Claudia. Lepas dari pengawasanku, bisa saja keluarga Adiwilaga dan Blair berbuat sesuatu,” jelas Ryuga cukup panjang siang itu.Keduanya berbicara di dapur. Sementara Aruna sudah masuk kembali ke kamar tamu atas perintah Claudia.Mendengar nama belakang Blair, seketika Claudia menaikkan satu alisnya. “Keluarga Blair? Natasha punya keluarga, Mas Ryuga?”Dari cerita yang Claudia dapatkan, Natasha sudah dicoret dari keluarga Blair bahkan tidak lagi dianggap putri dari keluarga tersebut saat mengetahui Natasha hamil di luar pernikahan. Pun, saat Ryuga memutuskan menikahinya, itu tak membuat keluarga Blair bisa kembali menerima Natasha.Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia mengusap wajahnya, tampak sedikit frustasi. Manik hitamnya memberikan sorot kegelisahan.“Se
Kabar mengenai proses persalinan Lilia belum sampai di telinga Claudia. Karena saat ini, wanita yang juga tengah hamil itu masih tampak santai bahkan merasa tidak sabar untuk menghadiri festival di dekat tempat tinggalnya. Dia mengetuk pintu kamar tamu. “Aruna,” panggil Claudia. “Siap-siapnya sudah atau belum?” sambungnya. Claudia sudah siap dengan gaun di bawah lutut berwarna hitam yang dikenakan. Sebelum Ryuga berpamitan pergi karena Aji membutuhkan bantuannya, suaminya itu sudah menyiapkan gaun tersebut dan menaruhnya di tempat yang bisa Claudia jangkau dengan mudah. “Tunggu sebentar, Mom!” Bibir cherry Claudia menyunggingkan senyum ketika pintu kamar di hadapannya terbuka. Namun, dia mengernyit kebingungan mendapati Aruna ke luar dengan menggendong tas ransel pink miliknya. “Na … kita hanya mau ke festival, kenapa kamu membawa ransel segala?” tanya Claudia memperhatikan putrinya lamat-lamat. Ditodong dengan pertanyaan itu, seketika membuat Aruna tidak memiliki pilihan selain
“Jangan mengebut, santai saja, Yel.” Mendengar ucapan perintah itu, Riel melirik wanita yang duduk di kursi penumpang dengan tatapan horror. Bisa-bisanya dalam kondisi genting seperti sekarang, dia menyuruh Riel untuk mengemudi dengan santai?! “Kamu akan melahirkan, Lilia.” Dengan suaranya yang dalam, Riel mengingatkan. Keseluruhan tangannya mencengkram setir erat-erat. Di sampingnya, Lilia memasang wajah tenang. Tampak kesakitan, akan tetapi Lilia menunjukkan seolah sakit yang dia rasakan bukan sesuatu yang besar. “Aku tahu dan aku tidak akan melahirkan di sini kok, aku tidak akan mengotori mobil mewahmu,” kata Lilia. Dia sedikit meringis, “Hanya saja, maaf, celanaku sekarang basah.” Ya, cairan yang tampak membasahi kaki Lilia adalah air ketuban yang pecah. “Apa masalah itu penting?” sindir Riel kentara menunjukkan perasaan kesalnya. Sebenarnya, apa yang ada dalam pikiran Lilia? Riel hanya ingin tiba lebih cepat supaya dia bisa segera ditangani. Melihat ketuban Lilia pecah, Ri
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.” Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian. Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu. “Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat. Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu. “Katakan saja.” Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.” Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Li
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun