Share

6. Karena Aku Wanita

"Aku sudah berusaha keras, memberikan yang terbaik untuk Mahesvara Group. Tapi kenapa Kakek malah meminta Arfeen untuk kembali?” ia bermonolog pada ruang hampa.

Saat ini ia tengah menumpahkan amarahnya pada samsak yang tergantung di depannya. Di sebuah ruangan fitnes pribadi di kediaman Mahesvara. Pukulannya kian kencang hingga membuat samsak itu lepas dan terlempar ke tembok. Nafasnya terengah oleh amarah.

“Aku yang lebih berhak, kenapa hanya karena aku wanita ... Kenapa Kek?”

Lyra merasa ini tak adil untuknya, selama beberapa tahun terakhir ia telah mencoba mengembangkan Mahesvara Group. Ia pikir ia akan diakui bahwa dirinya layak oleh sang kakek.

Namun sekarang kakeknya justru meminta Arfeen untuk kembali, kenapa penerus kekuasaan harus lelaki?

Tak mudah baginya membuktikan diri bahwa ia layak, akan tetapi tetap saja di mata sang kakek dirinya yang seorang wanita tak sebanding dengan Arfeen.

Di parkiran kampus ....

“Kau mau langsung absen?” tanya Nathan.

“Aku sudah resign!” aku Arfeen dengan wajah datar.

Nathan melongo, “Resign? Berhenti? Kau jangan becanda!”

“Aku serius, Nat. Aku sudah berhenti dari pasukan orange, Larena minta aku berhenti!” ia menjawab dengan jujur.

“Dia pasti malu dengan pekerjaanmu itu, dan sekarang kau mau kerja apa?”

“Belum tahu.”

Nathan menelan ludah dengan pahit. Ia tahu sekarang Arfeen memang sudah tak menanggung Amara. Namun bukan berarti harus jadi pengangguran kan?

“Tapi, Feen. Jika kau menganggur, sudah pasti makin dihina oleh mertua dong!”

“Mungkin aku bisa antar jemput Larena saja?”

Nathan menggeleng dengan jawaban temannya yang tampak tenang saja. Padahal video pernikahan yang dicap sebagai pernikahan terburuk itu viral di media sosial, karena video itu Arfeen kian dirundung oleh teman-teman kampusnya.

Bahkan mungkin Arfeen akan dituding sebagai pemuas tante-tante seperti yang dikatakan oleh Devon dan teman-temannya.

Arfeen bisa saja dipecat dari kampus.

Ting!

Satu notifikasi di handphonenya membuat Arfeen memungut benda itu dari saku celana lalu mmebacanya

“Tuan Muda, Tuan Besar ingin bertemu dengan Anda. Bisakah Anda datang ke kediaman Mahesvara?” Itu adalah isi pesan dari Liam Kane.

“Kenapa, istrimu minta jemput?” tanya Nathan.

“Iya nih, aku duluan ya!” saut Arfeen yang langsung tancap gas.

Ia langsung menuju kediaman Mahesvara, rumah megah itu tak berubah rupanya. Masih sama seperti dulu. Sang Kakek memang tak suka jika barang-barangnya disentuh atau dipindahkan.

“Adik!” Lyra menghampiri saat melihat Arfeen di ruang tamu.

“Kak Lyra.”

“Senang akhirnya kau bisa kembali!” Lyra memeluk Arfeen untuk beberapa detik.

“Aku pikir kau ada di kantor!” saut Arfeen.

“Tidak ada meeting penting hari ini, lagi pula sebentar lagi aku akan kembali ke posisi semula.” Ia berjalan ke sofa dan mendudukkan diri.

“Bagaimana dengan Tantra?” Arfeen ikut duduk.

“Apa yang bisa diharapkan dari anak pemberontak itu? Dia hanya bisa cari masalah saja!”

“Lalu Kakek?”

“Ada di kamarnya!” jawabnya sedikit ketus. Arfeen bisa merasakan hal itu, pasti kakaknya saat ini sedang kesal terhadap kakek mereka yang tiba-tiba memintanya pulang.

“Aku mau ke kamar Kakek!” pamit Arfeen melenggang.

Kedua mata Lyra mengikuti hingga Arfeen menghilang di balik pintu. Radika terbaring di ranjang besarnya. Begitu melihat Arfeen, ia pun hendak bangkit namun seluruh tubuhnya terasa sakit. Akhirnya ia kembali merebah.

“Arfeen!”

Arfeen mendekat, berdiri tak jauh darinya. Masih ada rasa kecewa di dalam hati atas insiden 6 tahun lalu. Di mana sang Kakek lebih memilih percaya dengan fitna tak masuk akal itu ketimbang dirinya.

“Kakek senang kau bersedia kembali ke keluarga Mahesvara!” ungkap Radika dengan senyum tipis.

“Ada apa, Kek? Bukannya rumah ini sudah tenang dengan tiadanya aku?”

“Jangan berkata seperti itu. Kakek tahu telah melakukan kesalahan dengan lebih mempercayai orang lain. Bagaimana pun kau cucuku, di dalam tubuhmu mengalir darahku!”

“Aku kembali hanya demi Amara, sayangnya dia tetap tak bisa diselamatkan. Namun aku tak bisa mengingkari janji, Kakek membantu biaya operasi Amara dan sebagai gantinya aku kembali!” Arfeen berbicara dengan lugas.

“Kakek menemukan orang yang sudah mensabotase mobil papamu, sayangnya orang itu juga mati mengenaskan sebelum Kakek sempat interogasi. Tapi dia sempat keceplosan berkata merasa bersalah karena rupanya kau yang menjadi tumbal!”

Arfeen mengangguk. “Orang dalam!”

“Kakek sangat menyesal, apa yang kau alami selama 6 tahun ... Kakek berharap bisa menebusnya!” ungkap Radika penuh sesal. Wajah tuanya tampak layu.

Menatap wajah pria tua itu, Arfeen bisa merasakan ketulusan di sana. Tak sepatutnya ia masih marah, selama ini pria tua itu sudah bersedia menerima dirinya di kediaman Mahesvara. Memberinya kemewahan dan hak sebagai ahli waris. Bukankah harusnya ia berterima kasih?

Arfeen mendudukkan diri di tepian kasur. “Lupakan itu, Kek. Enam tahun di dunia luar tak sebanding dengan apa yang Kakek berikan padaku selama ini. Mungkin aku memang marah, tapi tak sedikit pun ada rasa benci atau pun dendam. Aku harusnya berterima kasih karena Kakek bersedia menerimaku di sini.”

Radika mengembangkan senyum. “Kau cucuku, bahkan kau selalu mengingatkanku sewaktu muda. Aku tak punya alasan untuk menolakmu, Nak!”

“Bagaimana kondisi Kakek sekarang?”

“Ya ... seperti inilah nasib pria tua.”

Mereka pun tertawa bersama untuk beberapa saat.

“Besok, kau sudah bisa pergi ke kantor. Liam sudah mengurus semuanya, dan beberapa organisasi bawah tanah ... sepertinya mereka sangat merindukanmu!” ungkap Radika yang kini tampak lebih tenang dan lega.

“Bagaimana dengan Lyra?”

“Lyra akan kembali menjadi Vice Presiden, itu tak akan jadi masalah baginya. Dia wanita!”

Di balik tembok di sisi pintu yang tak terlalu rapat tertutup, Lyra mengepalkan tinju dengan geram.

‘Wanita! Karena aku wanita?’ jerit hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status