Share

4. Kenakalan Elea

Ramdan kembali membukakan pintu mobil begitu sampai di kantor Harsa. Lalu, melajukan mobil menuju tempat parkir yang khusus diperuntukkan bagi direktur dan CEO. Setelah melaksanakan tugasnya, Ramdan menunggu di suatu ruangan khusus sambil mencari nomor seseorang. Setelah, mendapatkannya, dia segera menelepon.

“Apakah ada kabar? Tadi dia menghubunginya. Apa? Haruskah aku cari orang lain yang lebih kompeten daripada kamu! Cepat temukan dia dan seret ke hadapanku!”

Telepon terputus. Ramdan menghela napas panjang sambil menyugar rambut. Lantas, mengeluarkan sebungkus rokok dan menyulutnya. Dia menyesap dalam lintingan nikotin dalam gamitan jemarinya, kemudian mengembuskan asap ke udara.

Saat tengah bergelut dengan pikirannya sendiri, mendadak ponselnya berbunyi. Melihat nama Harsa yang terpampang di layar, dia bergegas menjawab panggilan.

“Iya, Pak.”

“Cepat ke sini! Antarkan aku ke restoran biasanya.”

“Siap, Pak.”

Ramdan menyudahi mengisap rokok. Dia membuang puntung ke tanah sebelum melajukan mobil menuju depan kantor. Saat melihat Harsa, dia segera membukakan pintu sebelum kembali melajukan mobil menuju restoran yang dimaksud.

Setibanya di sana, Ramdan segera membuka pintu dan memarkir mobil. Tepat saat itulah, dia melihat Elea turun dari mobil seseorang dengan mengenakan kacamata hitam. Lalu, dari pintu kemudi turun seorang pria memakai jas rapi sambil memakai kacamata hitam. Elea tampak menggelayut manja di lengan pria itu sambil berjalan masuk ke restoran.

Awalnya Ramdan acuh tak acuh dengan pasangan yang saja dilihatnya. Namun, rasa penasaran yang besar membuatnya memilih turun dan masuk ke restoran.

“Siapa tahu ada sedikit petunjuk soal fitnah yang menimpaku kemarin,” gumam Ramdan sambil mengedarkan pandangan mencari keberadaan Elea dan kekasihnya.

Ketika sedang celingukan, tanpa sengaja seseorang menyenggolnya. Ramdan segera mengucapkan terima kasih. Tepat saat itulah, dia selintas melihat bayangan Elea yang sedang duduk di ruangan khusus. Ramdan segera mendekat dan menempelkan telinganya di pintu. Sontak dia membeliak mendengar suara sang istri.

“Akh,” desah Elea sambil menjambak rambut Evan.

Sementara, Evan menjelajah leher jenjang Elea yang duduk di pangkuannya. Mendaratkan kecupan basah sehingga wanita itu terus mendesah merasakan kenikmatan. Melihat Elea memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya, Evan menyeringai. Dia menjambak Elea, kemudian menghujani bibir merahnya dengan ciuman panas penuh gairah.

Ramdan yang masih berdiri di depan pintu menggeram kesal. Dia memejamkan mata sejenak sambil menghela napas panjang. Tak tahan dengan suara sang istri yang terus mendesah pasrah atas perlakuan Evan, Ramdan mendadak membuka pintu.

Evan spontan melepaskan ciumannya, sedangkan Elea membeliak melihat pria yang kemarin resmi menyandang status sebagai suaminya. Namun, wanita itu cepat menguasai diri. Dia bahkan sengaja mengalungkan kedua tangan ke leher Evan dan mencium pipinya.

Ramdan membeku di tempat melihat sikap Elea. Dia berdeham untuk mengusir ketegangan sambil mengikis jarak. Lalu, mencekal tangan sang istri dan bermaksud ingin membawanya keluar. Namun, Evan menahannya.

“Mau apa kamu?”

“Maaf, Mbak Elea harus segera pulang sekarang.”

Evan langsung menatap lekat Elea yang tersenyum manis melihatnya. “Benarkah itu, Sayang?”

Elea langsung melayangkan tatapan tajam kepada Ramdan sambil berusaha menarik tangannya.

“Tentu saja tidak, Sayang. Sopir ini sudah berbohong.”

“Dengar, kan? Jadi lepaskan Elea!” seru Evan sambil menepis kasar tangan Ramdan.

Ramdan mendengkus kesal sebelum kembali mencekal tangan Elea dan menariknya. Mau tidak mau wanita itu turun dari pangkuan Evan, menyambar tas, dan terseok mengikuti langkah Ramdan. Namun, sebelum meninggalkan ruangan, wanita itu menoleh sambil mengedipkan sebelah mata kepada Evan. Jempol dan kelingkingnya menempel di telinga seolah-olah sebuah telepon. Lalu, tanpa suara dia berucap.

“Telepon aku nanti.”

Dengan tergesa, Ramdan membawa Elea ke mobil dan mendorongnya masuk ke mobil. Lalu, melajukan kendaraan menuju rumah. Selama perjalanan, tak ada yang mengeluarkan suara. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Terlebih Elea yang menggeram kesal sambil bersedekap, dan membuang pandangan keluar jendela. Wanita itu merasa kesenangannya dikacaukan oleh Ramdan.

Setibanya di rumah, Elea segera turun dan membanting pintu mobil. Lalu, masuk ke rumah dan hendak berlalu ke kamar. Namun, Ramdan segera mencekalnya.

“Lepasin, Ramdan!” seru Elea sambil menyentak kasar tangan sang suami. Lalu, menunjuk Ramdan dengan telunjuknya. “Apa hak kamu ngelarang aku berhubungan dengan Evan? Ingat perjanjian kita! Dilarang mencampuri urusan masing-masing!”

“Saya tahu, Mbak. Tapi tidak etis saja jika mengumbar kemesraan di depan umum, terlebih pria itu bukan suami Mbak.”

“Cukup, Ramdan! Jangan sok peduli sama aku! Kamu itu cuma suami di atas kertas, enggak lebih!”

Elea berlalu ke kamar dan membanting pintu. Sementara, Ramdan mendengkus kesal sebelum kembali ke mobil. Tepat saat itulah ponselnya berdering. Melihat nama yang tertera di layar, bergegas dia menjawabnya.

“Iya, Pak.”

“Kamu ke mana? Cepat ke sini!”

Ramdan segera memasukkan ponsel begitu panggilan terputus. Dia kembali melajukan mobil menuju restoran tadi. Namun, dia bergeming di balik kemudi begitu melihat Evan sedang berbincang dengan Harsa.

Melihat Harsa mengikis jarak, Ramdan segera keluar untuk membukakan pintu mobil. Namun, gerakannya berhenti ketika Evan menatapnya lekat sambil tersenyum mengejek.

“Om, sekarang sopir sudah naik jabatan, ya?”

“Maksud kamu, Van?”

“Jadi tadi El ke sini sama aku, Om. Tapi sopir ini berani nyuruh El pulang sambil maksa. Berani banget dia.”

Harsa mengernyit, lantas menatap Ramdan. Dia tersenyum dan menepuk bahu Evan sekilas. “Dia lebih dari sekadar sopir sekarang, Van.”

“Maksudnya, Om?”

“Ya, karena kebodohan anak itu, akhirnya Om harus menikahkan El dengannya,” ucap Harsa sambil menunjuk Ramdan dengan dagunya.

“Apa? Jadi sopir ini suaminya El? What the ... apa yang udah kamu lakuin ke El, hah!”

Evan langsung menarik kerah baju Ramdan sambil melayangkan tatapan tajam. Namun, Harsa langsung menarik bahu Evan dan merangkulnya. Dengan sedikit berbisik, dia berbicara kepada pria itu.

“Ini tempat umum, Van. Jangan mancing pertanyaan orang tentang aib yang seharusnya dijaga.”

“Sorry, Om. Tapi sebenarnya apa yang terjadi sama mereka?”

“Well, anak muda biasalah, Van. Pulang mabuk, bersenang-senang dan akhirnya berani melakukan hal yang tidak seharusnya. Om temukan sopir ini bangun di ranjang El dengan keadaan t*lanjang. Dan, ya, terpaksa Om harus menikahkan mereka.”

“Jadi mereka ....”

“Ya, begitulah. Om nyesel sudah mempunyai anak yang bodoh seperti Elea. Harusnya dia meniduri bos super kaya, tapi kenyataannya dia tidur dengan sopir ini. Bikin malu!”

Harsa melirik Ramdan sambil bergidik karena jijik, kemudian masuk ke mobil. Sementara, Evan terkekeh dan menelisik Ramdan dari kepala hingga kaki sebelum pergi meninggalkan tempat.

Ramdan menatap lekat Evan yang berlalu ke mobil sambil mengepalkan tangan. Dia menyeringai sebelum menutup pintu mobil dan duduk di balik kemudi.

'Tunggu giliranmu, Evan.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status