Beranda / Romansa / Pesona Superstar Introvert / 7. Larut dalam Skenario (?)

Share

7. Larut dalam Skenario (?)

Penulis: Sunny Afena
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-11 22:47:16

“Tapi ini rahasia, Emma. Kalau kau sampai membocorkan cerita ini sebelum waktunya, nasibku di sini akan tamat secara tragis.” Suara Laura amat lirih, memastikan hanya sosok di seberang sana yang bisa mendengarnya, sang Sahabat yang sudah berkawan dengannya sejak belasan tahun silam.

“Kau sedang mengerjaiku ‘kan, Laura? Karena tidak mungkin kau menikah diam-diam dengan seorang aktor, apalagi Rink Harrington.”

Laura terkekeh. “Tunggu saja! Nanti beritanya pasti keluar, kalau semua persiapannya sudah selesai. Saat itu kau akan tahu apakah aku mengerjaimu atau tidak.”

Pembicaraan lewat telepon itu berakhir dengan ekspresi puas di wajah Laura. Bukan puas karena inti cerita yang ia bagikan kepada sahabatnya, melainkan puas karena ia sudah berbagi rahasia dengan salah satu orang terpenting dalam hidupnya.

Laura adalah anak kedua dari keluarga Winslet. Ayahnya adalah petani yang ulet, sementara ibunya adalah sosok wanita yang memiliki sudut pandang terbuka. Keduanya sering berbeda pendapat mengenai masa depan Laura dan anak pertama mereka, Jason.

Saat Laura memutuskan untuk berkarier di ibu kota, ayah dan ibunya bersitegang selama seminggu dan berakhir dengan Ibu Laura yang mengantarkan putrinya ke stasiun kereta seorang diri. Ayah Laura masih belum bisa melepaskan anak bungsunya merantau ke kota asing, sulit untuk percaya bahwa kuas-kuas make-up bisa menjadikan nasib seseorang terjamin.

Karena berada di tengah keluarga yang sering beradu argumentasi itulah alasan Laura lebih memilih Emma untuk dijadikan tempat bercerita. Ia belum siap memberitahu orang tuanya tentang pernikahannya dengan Rink. Apalagi pernikahan itu hanya bersifat sementara.

Laura baru saja meletakkan ponsel, ketika sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal masuk ke aplikasi perpesanan. Dengan kening berkerut, ia membacanya.

[Laura, bersiaplah. Jam 3 sore akan ada pemotretan. Simpanlah nomorku. William]

Laura mematung. ‘Pemotretan? Aku?’

Ia butuh waktu beberapa menit untuk mencerna pesan William, sampai kemudian matanya menangkap jam dinding sudah menunjukkan pukul 14.10. Dengan tergesa-gesa, ia membuka koper makeup-nya dan mulai berpikir akan mengaplikasikan riasan apa untuk wajahnya sendiri.

Apartemennya dalam kondisi sepi. Ia sempat melihat Rink keluar dengan mengenakan setelan kasual dan jaket denim beberapa jam lalu, sebelum makan siang. 

Merasa ada sedikit kebebasan dan karena ruangannya terlalu sunyi, Laura pun memutar musik dari playlist-nya.

Ia baru saja memasang salah satu bulu mata, ketika terdengar suara pintu dibuka dari luar. Rink bersama William muncul dan kompak berhenti di seberang Laura, memperhatikan wanita yang hampir merampungkan riasannya.

“Well, untungnya kau seorang MUA, jadi kita bisa menghemat waktu.” Suara William-lah yang pertama kali memecahkan kesunyian.

Laura mempercepat gerakan tangannya, sehingga kurang dari lima menit kemudian ia telah selesai dengan alat-alat makeup-nya. “Beri aku waktu tiga menit untuk ganti outfit,” ujarnya sambil menerima paper bag berukuran besar dari William.

***

Wajah Laura terang-terangan menampakkan antusiasnya selama proses pemotretan. Bahkan sikap sinis dari makeup artist utama tidak menghilangkan senyum ceria di wajahnya. Ia dengan lincah mengikuti setiap instruksi dari fotografer.

Berbanding terbalik dari Laura, Rink justru tampak agak tertekan. Pria itu bahkan sampai menahan napas, saat tangan Laura mendarat di pipinya. Baginya, pemotretan kali ini benar-benar sesi paling merepotkan.

Rink, walaupun citranya dikenal sebagai pribadi yang ramah dan humoris, tapi para staf dan kru tahu bahwa ia sangat menghindari kontak fisik dengan makhluk berjenis perempuan. Tak sembarangan orang bisa menyentuhnya, kecuali periasnya sendiri. Ia tidak suka berpegangan tangan, apalagi berpelukan. Ia hanya akan berjabat tangan di acara-acara resmi saja.

Itulah kenapa sesi pemotretan bersama Laura, membuatnya cukup kesulitan. Setiap kali fotografer meminta mereka berdekatan, setiap kali itu pula Rink berjengit menghindar sehingga membuat para staf menghela napas. Namun, Laura yang berusaha keras profesional selalu bisa menghilangkan jarak di antara mereka. Dan itu membuat Rink kesal setengah mati.

“Aku mau langsung pulang,” kata Rink, begitu pemotretan berakhir.

William yang sangat memahami karakter Rink, hanya mengangguk dan menelepon sopir supaya segera menyiapkan mobil. “Istirahatlah, kalian berdua.” ucap William saat mengantar Rink dan Laura ke lift.

Ketika akhirnya mereka berdua berada di dalam mobil, Laura dan Rink langsung sibuk dengan ponsel masing-masing. Jika Rink membuka folder musik yang sedang ia tulis, maka Laura langsung menelepon Emma untuk meluapkan suka citanya.

“Coba tebak, Emma, apa yang baru saja kulakukan! … bukan, itu masih belum benar seratus persen. Aku bukan cuma dapat job pertama, tapi … aku baru saja melakukan pemotretan luar biasa dengan─”

Laura tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena Rink sudah lebih dulu merenggut ponsel di tangannya dan mengakhiri panggilan.

“Hei! Apa sih yang kau lakukan? Kembalikan ponselku!” Laura yang matanya hanya tertuju pada ponsel di genggaman Rink, tak memerhatikan ekspresi si Bintang. Ia marah karena menurutnya Rink sudah bersikap sangat kasar. “Kembalikan ponselku!” ulang Laura dengan nada suara lebih tinggi.

Akan tetapi, alih-alih mengembalikan ponsel ke tangan Laura, Rink malah melemparkannya asal-asalan ke kursi lain.

“Kau kenapa, sih?” Laura menampakkan kekesalannya sembari menjangkau ponsel di kursi dekat Rink.

“Berisik!” hardik Rink dengan rahang mengeras.

Sorry?

“Jangan bertingkah seperti ini nyata! Jangan terlalu nyaman!”

Tubuh Laura seketika membeku. “Apa maksudmu?”

Rink memberi tatapan menusuk tepat ke bola mata Laura. “Kau terlalu larut dalam skenario. Jangan lupa, ini semua hanya kesepakatan! Kau cuma bagian dari damage control timku.”

Laura membalas tatapan Rink dengan pikiran kosong. Hanya matanya yang memberikan reaksi atas kata-kata pedas yang baru saja didengarnya. Matanya mulai basah, bukan karena sedih tapi kesal.

“Dan kau pikir aku lupa? Aku cuma senang, karena hidupku akhirnya terasa … penuh sesuatu. Tapi kau selalu saja─”

“Jangan bawa perasaan ke panggung. Itu yang membahayakan,” dengus Rink tanpa belas kasih sedikit pun.

Dagu Laura sontak terangkat. “Kalau kau takut aku jatuh cinta, tenang saja. Aku tahu tempatku. Tapi kau juga seharusnya tahu bagaimana memperlakukan orang.”

Dahi Rink berkerut. Lalu ia mendekatkan wajahnya dan bicara dengan penuh penekanan. “Aku memperlakukanmu sebagaimana kau seharusnya; seorang aktris figuran, kontrak enam bulan. Tidak lebih!”

Laura memalingkan wajah, menahan tangis yang mendesak naik. “Kalau kau benar-benar ingin orang percaya kalau kau menikah karena cinta, setidaknya perlakukan aku dengan respek.”

Rink terdiam. Tak ada lagi yang bicara di dalam mobil yang melesat kembali ke apartemen. Seolah-olah kabut tebal di antara mereka, tidak akan bisa ditembus oleh kata-kata.

***

  

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Superstar Introvert    7. Larut dalam Skenario (?)

    “Tapi ini rahasia, Emma. Kalau kau sampai membocorkan cerita ini sebelum waktunya, nasibku di sini akan tamat secara tragis.” Suara Laura amat lirih, memastikan hanya sosok di seberang sana yang bisa mendengarnya, sang Sahabat yang sudah berkawan dengannya sejak belasan tahun silam.“Kau sedang mengerjaiku ‘kan, Laura? Karena tidak mungkin kau menikah diam-diam dengan seorang aktor, apalagi Rink Harrington.”Laura terkekeh. “Tunggu saja! Nanti beritanya pasti keluar, kalau semua persiapannya sudah selesai. Saat itu kau akan tahu apakah aku mengerjaimu atau tidak.”Pembicaraan lewat telepon itu berakhir dengan ekspresi puas di wajah Laura. Bukan puas karena inti cerita yang ia bagikan kepada sahabatnya, melainkan puas karena ia sudah berbagi rahasia dengan salah satu orang terpenting dalam hidupnya.Laura adalah anak kedua dari keluarga Winslet. Ayahnya adalah petani yang ulet, sementara ibunya adalah sosok wanita yang memiliki sudut pandang terbuka. Keduanya sering berbeda pendapat me

  • Pesona Superstar Introvert    6. Pagi yang Canggung

    Jam dinding berbunyi pelan. Pukul 06.45.Laura membuka mata dengan pelan, tidak karena nyenyak, tapi karena otaknya semalaman menolak percaya bahwa dia benar-benar tinggal bersama Rink Harrington. Superstar. Idola nasional yang punya banyak bakat. Pria dengan 20 juta pengikut dan satu kontrak kawin palsu.Ia bangkit dari sofa panjang yang tadi malam ia pilih sendiri, beralasan tidak ingin merepotkan Rink dengan urusan kamar tambahan. Padahal kenyataannya, ia hanya terlalu canggung untuk meminta.Langkahnya membawa dirinya ke dapur. Suasananya terlalu sunyi, seperti museum. Bening. Tak ada jejak kehidupan di sana, selain kopi instan dan rak bumbu yang hanya berisi garam, lada, dan oregano kemasan lama.“Gila! Dia manusia atau bukan, sih?” bisik Laura pada diri sendiri.Ia membuka kulkas. Seperti dugaan, steril. Hanya ada beberapa botol air mineral, satu kotak telur, sepotong keju yang belum dibuka, dan satu plastik buah jeruk.Tidak ada roti. Tidak ada selai. Tidak ada kehidupan!Laura

  • Pesona Superstar Introvert    5. Aturan Rink

    William menatap dua manusia yang telah diikat oleh kontrak pernikahan secara bergantian. Laura menjadi objek pertama. Saat memperhatikan wajah wanita tersebut, William sempat menghela napas panjang.Lalu ketika beralih pada Rink, manajer dengan wajah tembam itu mendekat. Ia tak mengatakan apapun dan hanya menepuk pundak Rink. “Kuharap kalian berdua bisa rukun selama 6 bulan ke depan. Ingat, hidup kalian jadi taruhan di sini.”Setelah menyatakan peringatan yang tidak menyenangkan itu, William berbalik dan keluar dari apartemen. Meninggalkan Laura dan Rink yang selama beberapa detik hanya bisa terpaku. Sebuah dehaman keras dari Rink-lah, yang kemudian menghidupkan suasana dingin di sana.Laura menghindari menatap wajah idolanya. Tadi sewaktu memasuki apartemen, ia tidak sempat menjelajah sudut-sudut ruangan dengan matanya, karena sibuk meredakan debaran jantungnya. Jadi, sekarang ia meneliti tempat yang akan menjadi huniannya.Apartemen itu terlalu ... normal.Saat Laura mengitari ruang

  • Pesona Superstar Introvert    4. Sah!

    Ruangan itu nyaris kosong. Dindingnya putih pucat tanpa dekorasi, hanya jam berbentuk persegi membosankan yang berdetak malas di atas pintu. Meja panjang dari kayu polos dipenuhi map, pulpen, dan selembar dokumen tebal yang jadi pusat perhatian hari ini; kontrak pernikahan.Laura duduk di ujung meja, diam. Tubuhnya tegak, tangan diletakkan rapi di atas pangkuan, tapi telapak yang tersembunyi itu basah oleh keringat dingin. Jaraknya dengan Rink hanya beberapa senti. Tapi rasanya seperti duduk di samping jurang. Hening. Terlalu menyesakkan.Rink mengenakan kemeja putih bersih, rambutnya disisir rapi ke belakang. Tak ada make-up, tak ada aura bintang seperti di atas panggung. Hanya laki-laki asing yang memutuskan menikah dengan wanita yang belum dikenalnya secara pribadi, karena ... alasan karier.Di seberang meja, seorang pria berjas abu-abu membuka map dan memeriksa lembar demi lembar dokumen. Dialah notaris yang ditunjuk agensi. Di sisi kiri dan kanan, dua saksi bayaran duduk kaku sep

  • Pesona Superstar Introvert    3. Deal with The Devil

    Rink menyandarkan punggungnya di kursi putar. Meskipun di hadapannya ada tumpukan dokumen yang harus dipelajari, tetapi Rink sama sekali tak menunjukkan minat. Bola matanya terus tertuju pada jam dinding.Ia tidak menoleh, ketika manajernya menyodorkan berkas lain ke arahnya. “Jika kau tetap pada pernyataan ‘mau menikah’ itu, kita bisa menyelamatkan kontrak dengan sponsor utama. Tapi jika kau menarik kembali ucapanmu, semua kerja keras yang kau lakukan selama bertahun-tahun akan hilang begitu saja. Publik akan menganggapmu tidak stabil.”Rink menghela napas, lalu mengembuskannya kuat-kuat. Ia bosan mendengar manajernya menekankan situasinya berkali-kali sejak semalam. Matanya yang dari tadi memperhatikan gerakan detik jarum jam, kini beralih ke jendela. Tampak bentangan langit biru di kejauhan sana.“Aku tidak akan mundur, Will. Tenang saja!”“Kau yakin?”“Kalau ini bisa menyelamatkan karierku, ya. Aku tidak akan membiarkan satu kalimat iseng menghancurkan segalanya.”Willliam -manaje

  • Pesona Superstar Introvert    2. Usulan Aneh

    Laura menahan napas, ketika kedua kakinya melangkah masuk ke sebuah ruangan yang seluruhnya bernuansa putih. Ia berasumsi itu adalah ruangan di mana Rink dirias sebelum kemudian tampil di acara fanmeeting beberapa saat lalu.Aroma kopi dan parfum bercampur jadi satu. Mestinya Laura menyukai wewangian seperti itu. Namun, kali ini ia justru merasakan mual. Apalagi ketika ia mendapati Rink di antara empat orang yang berada di dalam ruangan.Begitu pintu tertutup di belakangnya, Laura mulai merasakan dinginnya AC yang diatur terlalu rendah. Secara refleks ia merapatkan kedua kaki dan diam-diam menyesali keputusannya memakai gaun yang panjangnya tidak mencapai lutut.“Duduk!” Sebuah perintah tajam terlontar dari pria yang berada di samping Rink.Laura dengan patuh menghampiri sofa terdekat. Ia melirik ke arah sang Bintang, sewaktu mendaratkan pantatnya di sana. Rink bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arahnya, seolah-olah Laura hanyalah sesuatu yang mengganggu orbitnya.Dua manajer dan seo

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status