Satu pertanyaan iseng di fanmeeting, membuat hidup Laura berbalik 180 derajat. Candaan "Maukah kau menikah denganku?" harusnya berakhir dengan tawa saja, tetapi superstar introvert Rink malah menanggapinya secara serius. Kini, Laura bukan hanya jadi viral di jagat maya, melainkan juga ditekan oleh pihak agensi untuk menikah diam-diam dengan Rink, demi menyelamatkan karier sang Bintang tersebut. Imbalannya besar: uang, pekerjaan yang dicita-citakan, dan hidup mewah. Akan tetapi, bagaimana jika kebohongan itu mengaburkan batas antara sandiwara dan perasaan yang nyata? Bagaimana jika fans dan idolanya terjebak dalam pernikahan yang tak direncanakan, dan salah satunya mulai jatuh cinta sungguhan?
View More“Maukah kau menikah denganku?”
Sorak-sorai dan tawa berderai seketika menyusul suara lantang itu. Semua pasang mata tertuju ke arahnya. Bahkan pembawa acara pun terus terkekeh dibuatnya.
Sementara si pembuat gaduh –Laura Winslet, hanya cengar-cengir dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, sambil sesekali melirik sosok pria yang baru saja dilamarnya secara iseng.
Ya, tentu saja itu hanya iseng belaka. Laura tak mungkin berharap bahwa pertanyaannya akan ditanggapi secara serius oleh seorang bintang idolanya. Tak ubahnya penggemar lain, ia hanya ingin menciptakan momen menyenangkan di kala mendapat kesempatan langka bertemu dengan superstar yang punya banyak talenta seperti Rink Harrington.
Raut kegirangan yang tergambar di wajah Laura menampakkan kepolosan. Seolah-olah ia memang hanya berniat baik untuk membuat suasana menjadi lebih hidup dan ceria.
Semua kehebohan itu tentu saja tak luput sedetik pun dari tangkapan kamera siaran langsung. Selama beberapa detik yang signifikan, para kru fokus menyorot wajah Laura yang saat ini tampak kemerahan karena gembira.
Setelah puas membuat suasana acara fanmeeting terasa lebih ramai, Laura kembali duduk di kursi. Siap untuk mengikuti sesi selanjutnya. Dan walau kulit wajahnya terasa panas, ia tetap mengarahkan matanya ke wajah pria yang memiliki sepasang mata berwarna coklat keemasan.
Pembawa acara yang kadang-kadang masih membungkuk karena menahan geli, berusaha kembali serius dan menatap bintang utama acara tersebut. “Wah, siapa tadi namanya … ah ya, Laura … dia sangat berani, ya? Kau punya fans yang menarik, Rink. Aku tidak akan heran jika dia mungkin adalah salah satu pengurus fansite yang loyal. Tapi aku ingin tahu, bagaimana kau akan menanggapi pertanyaannya tadi? Lamaran dari seorang fans, huh?”
Dari caranya menahan tawa, wanita yang memandu acara jelas berharap bahwa Rink akan bisa melanjutkan candaan Laura dan membuat sesi tanya jawab menjadi lebih menarik lagi. Dan sepertinya semua peserta memiliki pikiran yang sama.
Akan tetapi, kenyataannya bibir Rink sedari tadi sama sekali tidak bergerak, bahkan meskipun itu hanya untuk membentuk senyuman tipis. Tatapan pria itu lurus ke arah tempat duduk Laura. Tajam. Dalam. Dan pastinya tak ada ekspresi yang menggambarkan keinginan untuk bercanda di wajahnya yang rupawan.
Rink menarik mikrofon lebih dekat ke arahnya. Ia menunggu sejenak, sampai suasana menjadi lebih tenang, lalu menjawab dengan suaranya yang bagaikan deburan ombak di keheningan malam. “Ya, aku mau menikah denganmu, Laura.”
Lembut, tapi menghanyutkan. Lirih, tapi ada ketegasan. Menyenangkan, tapi juga mencekam. Hal-hal seperti itu, Rink sangat ahli menampilkannya.
Namun, meski penggemar berat sekali pun –yang tahu perbedaan sikapnya saat berada di depan dan di belakang kamera- tentu saja tak pernah menyangka Rink akan bereaksi seperti itu. Terutama dengan wajah serius yang cukup jarang ia perlihatkan di hadapan publik.
Semua orang di ruangan mulai gelisah. Tak terkecuali Laura. Wanita dengan rambut kuncir kuda itu hanya bisa mengerjapkan mata beberapa kali, sulit mempercayai indra pendengarannya sendiri. Berusaha tertawa, tapi malah terlihat kaku.
Jangankan jawaban seperti itu, Laura bahkan sama sekali tak berharap candaannya akan ditanggapi. Ia mengira Rink akan melewatkannya begitu saja dan mempersilakan penggemar lain untuk bertanya, tapi … apa yang terjadi sekarang?
‘Fanservice mungkin?’ pikirnya di antara rasa gugup. Laura melewatkan reaksi penggemar lain yang buru-buru mengabadikan momen langka, lalu mengunggahnya di media sosial. Hashtag #RinkProposal langsung jadi trending.
Pembawa acara yang awalnya tampak ceria pun jadi lambat bereaksi. Ia beberapa kali melempar pandang ke arah kamera yang sedang menyala dan Rink secara bergantian. Seakan-akan memberi isyarat pada sang Bintang, bahwa tak seharusnya laki-laki yang kariernya tengah meroket itu memberikan jawaban seperti yang telah terucap dan dengan mimik seperti yang sedang terlihat sekarang.
Meski acara fanmeeting itu kemudian berlanjut sampai selesai, gumpalan awan yang dipenuhi tanda tanya seolah-olah masih menggantung di sana. Menunggu suatu kepastian untuk dikonfirmasi.
Setiap orang langsung kasak-kusuk sewaktu Rink dipersilakan beranjak dari kursinya. Tepat sebelum sosoknya yang tinggi ditelan tirai hitam, lagi-lagi mata elangnya melesat ke kursi Laura. Kali ini senyum tipis menghiasi salah satu sudut bibirnya.
Laura terpaku. Ia ingin menganggap semua ini adalah bagian dari skenario besar, yang akan tamat begitu ia meninggalkan venue.
Akan tetapi, ternyata semuanya tak sesuai dengan pemikirannya. Laura hampir sampai di pintu keluar, ketika seorang pria yang mengenakan setelan rapi mendekatinya, dan bicara lirih, “Nona Laura, silakan ikut kami. Ada yang ingin bicara.”
***
“Tapi ini rahasia, Emma. Kalau kau sampai membocorkan cerita ini sebelum waktunya, nasibku di sini akan tamat secara tragis.” Suara Laura amat lirih, memastikan hanya sosok di seberang sana yang bisa mendengarnya, sang Sahabat yang sudah berkawan dengannya sejak belasan tahun silam.“Kau sedang mengerjaiku ‘kan, Laura? Karena tidak mungkin kau menikah diam-diam dengan seorang aktor, apalagi Rink Harrington.”Laura terkekeh. “Tunggu saja! Nanti beritanya pasti keluar, kalau semua persiapannya sudah selesai. Saat itu kau akan tahu apakah aku mengerjaimu atau tidak.”Pembicaraan lewat telepon itu berakhir dengan ekspresi puas di wajah Laura. Bukan puas karena inti cerita yang ia bagikan kepada sahabatnya, melainkan puas karena ia sudah berbagi rahasia dengan salah satu orang terpenting dalam hidupnya.Laura adalah anak kedua dari keluarga Winslet. Ayahnya adalah petani yang ulet, sementara ibunya adalah sosok wanita yang memiliki sudut pandang terbuka. Keduanya sering berbeda pendapat me
Jam dinding berbunyi pelan. Pukul 06.45.Laura membuka mata dengan pelan, tidak karena nyenyak, tapi karena otaknya semalaman menolak percaya bahwa dia benar-benar tinggal bersama Rink Harrington. Superstar. Idola nasional yang punya banyak bakat. Pria dengan 20 juta pengikut dan satu kontrak kawin palsu.Ia bangkit dari sofa panjang yang tadi malam ia pilih sendiri, beralasan tidak ingin merepotkan Rink dengan urusan kamar tambahan. Padahal kenyataannya, ia hanya terlalu canggung untuk meminta.Langkahnya membawa dirinya ke dapur. Suasananya terlalu sunyi, seperti museum. Bening. Tak ada jejak kehidupan di sana, selain kopi instan dan rak bumbu yang hanya berisi garam, lada, dan oregano kemasan lama.“Gila! Dia manusia atau bukan, sih?” bisik Laura pada diri sendiri.Ia membuka kulkas. Seperti dugaan, steril. Hanya ada beberapa botol air mineral, satu kotak telur, sepotong keju yang belum dibuka, dan satu plastik buah jeruk.Tidak ada roti. Tidak ada selai. Tidak ada kehidupan!Laura
William menatap dua manusia yang telah diikat oleh kontrak pernikahan secara bergantian. Laura menjadi objek pertama. Saat memperhatikan wajah wanita tersebut, William sempat menghela napas panjang.Lalu ketika beralih pada Rink, manajer dengan wajah tembam itu mendekat. Ia tak mengatakan apapun dan hanya menepuk pundak Rink. “Kuharap kalian berdua bisa rukun selama 6 bulan ke depan. Ingat, hidup kalian jadi taruhan di sini.”Setelah menyatakan peringatan yang tidak menyenangkan itu, William berbalik dan keluar dari apartemen. Meninggalkan Laura dan Rink yang selama beberapa detik hanya bisa terpaku. Sebuah dehaman keras dari Rink-lah, yang kemudian menghidupkan suasana dingin di sana.Laura menghindari menatap wajah idolanya. Tadi sewaktu memasuki apartemen, ia tidak sempat menjelajah sudut-sudut ruangan dengan matanya, karena sibuk meredakan debaran jantungnya. Jadi, sekarang ia meneliti tempat yang akan menjadi huniannya.Apartemen itu terlalu ... normal.Saat Laura mengitari ruang
Ruangan itu nyaris kosong. Dindingnya putih pucat tanpa dekorasi, hanya jam berbentuk persegi membosankan yang berdetak malas di atas pintu. Meja panjang dari kayu polos dipenuhi map, pulpen, dan selembar dokumen tebal yang jadi pusat perhatian hari ini; kontrak pernikahan.Laura duduk di ujung meja, diam. Tubuhnya tegak, tangan diletakkan rapi di atas pangkuan, tapi telapak yang tersembunyi itu basah oleh keringat dingin. Jaraknya dengan Rink hanya beberapa senti. Tapi rasanya seperti duduk di samping jurang. Hening. Terlalu menyesakkan.Rink mengenakan kemeja putih bersih, rambutnya disisir rapi ke belakang. Tak ada make-up, tak ada aura bintang seperti di atas panggung. Hanya laki-laki asing yang memutuskan menikah dengan wanita yang belum dikenalnya secara pribadi, karena ... alasan karier.Di seberang meja, seorang pria berjas abu-abu membuka map dan memeriksa lembar demi lembar dokumen. Dialah notaris yang ditunjuk agensi. Di sisi kiri dan kanan, dua saksi bayaran duduk kaku sep
Rink menyandarkan punggungnya di kursi putar. Meskipun di hadapannya ada tumpukan dokumen yang harus dipelajari, tetapi Rink sama sekali tak menunjukkan minat. Bola matanya terus tertuju pada jam dinding.Ia tidak menoleh, ketika manajernya menyodorkan berkas lain ke arahnya. “Jika kau tetap pada pernyataan ‘mau menikah’ itu, kita bisa menyelamatkan kontrak dengan sponsor utama. Tapi jika kau menarik kembali ucapanmu, semua kerja keras yang kau lakukan selama bertahun-tahun akan hilang begitu saja. Publik akan menganggapmu tidak stabil.”Rink menghela napas, lalu mengembuskannya kuat-kuat. Ia bosan mendengar manajernya menekankan situasinya berkali-kali sejak semalam. Matanya yang dari tadi memperhatikan gerakan detik jarum jam, kini beralih ke jendela. Tampak bentangan langit biru di kejauhan sana.“Aku tidak akan mundur, Will. Tenang saja!”“Kau yakin?”“Kalau ini bisa menyelamatkan karierku, ya. Aku tidak akan membiarkan satu kalimat iseng menghancurkan segalanya.”Willliam -manaje
Laura menahan napas, ketika kedua kakinya melangkah masuk ke sebuah ruangan yang seluruhnya bernuansa putih. Ia berasumsi itu adalah ruangan di mana Rink dirias sebelum kemudian tampil di acara fanmeeting beberapa saat lalu.Aroma kopi dan parfum bercampur jadi satu. Mestinya Laura menyukai wewangian seperti itu. Namun, kali ini ia justru merasakan mual. Apalagi ketika ia mendapati Rink di antara empat orang yang berada di dalam ruangan.Begitu pintu tertutup di belakangnya, Laura mulai merasakan dinginnya AC yang diatur terlalu rendah. Secara refleks ia merapatkan kedua kaki dan diam-diam menyesali keputusannya memakai gaun yang panjangnya tidak mencapai lutut.“Duduk!” Sebuah perintah tajam terlontar dari pria yang berada di samping Rink.Laura dengan patuh menghampiri sofa terdekat. Ia melirik ke arah sang Bintang, sewaktu mendaratkan pantatnya di sana. Rink bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arahnya, seolah-olah Laura hanyalah sesuatu yang mengganggu orbitnya.Dua manajer dan seo
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments