Share

Pesona Teman Papa
Pesona Teman Papa
Penulis: Yuli F. Riyadi

1. Saya Nyasar, Pak

Musiknya membuat ngantuk. Beberapa kali mengundang kuap yang terpaksa Delotta tahan. Sudah lebih dari satu jam, tapi rasanya sang papa belum juga bosan bercengkrama dengan koleganya. 

Delotta sudah berkeliling corner yang menyediakan aneka makanan lezat. Mulai dari appetizer hingga dessert sudah dia coba. Mencicipinya sedikit lalu ditinggal begitu saja. 

Seandainya pesta ini ditujukan untuk kaum muda, gadis dengan rambut cokelat bergelombang itu tidak akan sebosan ini. 

Suara denting gelas yang beradu diiringi tawa aneh sudah sering Delotta dengar beberapa kali. Belum lagi sapaan hangat para tamu seolah-olah sudah lama tidak bertemu. Dan, musik klasik ini. Bisa tidak diganti musik rock saja? 

Gadis yang memiliki mata bulat itu meniup helaian rambutnya yang mulai jatuh menutupi mata. Tatanan rambutnya mulai sedikit berantakan. 

"Delotta, kamu di sini rupanya. Papa mencari kamu." 

Delotta yang sedang meminum sirup nyaris tersedak saat tiba-tiba saja tangannya ditarik. Dia berjalan tersaruk-saruk mengikuti langkah papanya. 

"Jangan jauh-jauh dari papa. Kamu mau dapat tempat magang nggak?" omel Ricko. Pria berbadan tinggi dengan sedikit jambang di area rahang dan dagu itu ayah Delotta. Yang memaksa gadis 22 tahun itu ikut ke pesta para bapak. 

Serius, Delotta belum melihat satu pun pemuda yang seumuran dengannya atau paling tidak beberapa tahun di atasnya. 

"Ini putri saya, Pak Rafly. Namanya Delotta." Ricko memperkenalkan putrinya pada salah seorang pria berjas abu-abu dan berkepala botak.

Delotta bisa menaksir usianya tidak jauh beda dengan Darco, kakeknya.

"Wah! Cantik, saya tidak menyangka Pak Ricko punya putri secantik Delotta," puji lelaki itu dengan mata... Jika tidak salah lihat, Delotta merasa lelaki tua itu bermain mata dengannya. Dasar tua bangka. 

Delotta hanya tersenyum tipis merespons pujian itu. Kalau boleh, dia malah ingin menendang pria itu. 

"Jadi, Delotta ini baru lulus kuliah dan sedang mencari tempat magang? Kenapa tidak di perusahaan ayahnya saja?" tanya si kepala botak. 

"Kalau dia mau, sudah saya suruh kerja di sana, Pak. Tapi Delotta ini maunya di tempat kerja orang lain. Yang nggak ada papanya." Ricko berbicara sambil menunjukkan raut kecewa yang dibuat-buat. "Kalau ada posisi yang cocok buat Delotta di perusahaan Pak Rafly bolehlah putri saya magang di sana." 

"Oh, tentu, Pak Ricko. Selalu ada tempat buat wanita cantik di perusahaan saya. Anda tenang saja. Mungkin Delotta bisa kirim CV lewat email." Pria bernama Rafly itu menyeringai kepada Delotta. Pandangannya sempat melirik gaun Delotta yang membungkus tubuhnya begitu pas dan elok. 

Gaun berwarna abu-abu dengan glitter silver itu sedikit menonjolkan lekuk tubuh gadis itu. Meskipun baru 22 tahun, Delotta memiliki tubuh yang seksi dan berisi. Sangat serasi dengan wajahnya yang cantik. 

Dipandang seperti itu Delotta tampak risih, dan segera berbisik ke dekat telinga Ricko. 

"Pa, aku mau ke toilet. Dan jangan lupa bilang sama si Botak, kalau aku nggak tertarik bergabung di perusahaannya." Setelah mengatakan itu Delotta langsung melenggang pergi. Dia sempat melihat wajah merah papanya, tapi tidak memberi kesempatan kepada lelaki 47 tahun itu untuk mengomel.  

Entah seberapa jauh Delotta berjalan menjauhi tempat pesta, tapi toilet yang dia cari tak kunjung ketemu. Bahkan gadis yang mewarisi kecantikan ibunya itu harus melepas heels yang menyiksa tumit kakinya. 

"Rumah papa juga gede, tapi nggak segede ini juga. Masa nyari toilet aja nggak nemu-nemu. Kalau ketemu pemilik rumah bakal aku saranin buat bikin papan petunjuk arah," omel Delotta sambil berjalan mengangkat rok dan menjinjing heels. 

"Hei, Nona. Anda mau ke mana?" 

Sebuah sapaan membuat langkah Delotta terhenti seketika. Dia menoleh dan mendapati seorang lelaki dengan seragam serba navy menghampirinya. Gadis itu bisa menebak pria itu hanya seorang security. 

"Saya mau ke toilet. Di mana sih, Pak, toiletnya? Rumah ini dinding semua." 

Ya, sepanjang mata memandang hanya dinding saja yang Delotta lihat. Jangankan jendela, pintu pun tak ada. 

"Kalau mau ke toilet jangan lewat sini,  Nona. Anda salah jalan. Seharusnya tadi Anda belok kanan." 

"Jadi, saya harus ke mana?"

"Baiklah. Nona bisa ambil jalan di depan sana. Terus belok kiri dan lurus ke depan, ada toilet di situ."

"Oke, oke."

Setelah mengucapkan terima kasih, Delotta bergegas mengayunkan kaki menapaki lantai yang keseluruhannya terbuat dari marmer.  

Namun, gadis berhidung runcing itu kebingungan lagi. Dia sangat yakin sudah berjalan sesuai petunjuk security itu, tapi lagi-lagi yang dia temukan hanya dinding putih tanpa pintu. 

"Sebenarnya model apa sih rumah ini?" 

Delotta nyaris putus asa saat tangannya tanpa sengaja menyentuh dinding dan menyebabkan dinding itu bergerak terbuka. Dia terkejut bukan main melihat dinding itu saling menjauh dan menampilkan sebuah ruangan lain yang tersembunyi. 

Karena penasaran, Delotta masuk ke ruangan itu. Dan hal pertama yang dia lihat adalah tempat tidur super mewah dengan duvert cover serba dark blue. 

"Ini kamar?" tanyanya pada diri sendiri. Kaki telanjangnya menyentuh karpet empuk yang mengalasi lantai. Tepat saat itu dia kembali terkesiap ketika dinding di belakangnya menutup kembali. Dan ajaibnya, Delotta melihat sebuah pintu di sana. Harusnya Delotta lekas keluar dari kamar mewah itu. Namun, dia malah menyisir, berkeliling mencari toilet.

"Nggak mungkin kamar semewah ini nggak ada kamar mandinya," gumamnya sambil menahan hasrat ingin pipis. 

Bibirnya melengkung lebar saat akhirnya menemukan sebuah pintu yang diduga sebagai akses masuk ke kamar mandi. Delotta menekan tangkai pintu yang ada di sana, dan benar, sebuah kamar mandi mewah pun tampak. 

"Gila. Kamar mandi papa sudah cukup keren menurutku, tapi ternyata ada yang lebih keren lagi." 

Selain marmer, dinding kamar mandi juga dihiasi batuan alam yang Delotta yakin didatangkan langsung dari sungai di pegunungan. Terlihat begitu alami. Yang lebih membuat dia takjub ada sudut yang didesain seperti sumber mata air di daerah tropis. Delotta berdecak kagum hingga lupa tujuannya ke kamar mandi. 

Dia baru sadar ketika ponselnya berdering dan menampilkan nama sang papa. Buru-buru gadis itu menyelesaikan tujuannya lalu bergegas keluar lagi. 

Namun, ketika hendak keluar dia berbalik dan tersenyum sendiri. "Aku fotoin dulu, ah." 

Meskipun dia anak orang kaya, tapi tetap saja bisa norak. Setelah mengambil beberapa foto, Delotta bergerak keluar. Dan ketika berhasil keluar ....

"Aaaargh!" 

Delotta menjerit kencang dan segera menutup matanya dengan telapak tangan ketika tanpa sengaja melihat sesosok pria yang hanya mengenakan celana boxer. 

Pria itu pun tampak terkejut dan segera menyambar handuk, lalu melilitkannya dengan asal ke pinggang. 

"Kamu siapa?! Kenapa telanjang di sini?!" seru Delotta masih menutup mukanya dengan tangan. 

"Harusnya saya yang tanya, kenapa kamu ada di kamar saya?" tanya pria itu dengan tampang waspada. 

"Ka-kamar kamu?"

"Iya, ini kamar saya. Gimana bisa kamu masuk?" 

"Maaf, tadi sa-saya numpang ke toilet." Delotta mengintip dari balik jarinya, dan ketika melihat pria itu sudah mengenakan handuk, pelan dia menurunkan tangan. Delotta cukup terperangah dengan paras pria itu, apalagi body-nya.

"Jadi, gimana cara kamu masuk ke sini? Kamu tau, ini adalah privat room," tanya pria itu dengan pandangan menyipit. Matanya berwarna biru, hingga rasanya Delotta ingin menyelam di sana.

Delotta tergagap. Mendadak dia terserang gugup. Pria itu luar biasa tampan. Mungkin usinya sekitar 30-an, yang jelas dia terlihat matang. Bahunya yang lebar serta dada bidangnya membuat Delotta menelan ludah. 

"Sa-saya nyasar, Pak," sahut Delotta sambil meringis kaku. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mulyana khansa
Bagus alur cerita nya , ada senang ada sedih , bisa bikin marah bisa bikin bahagia
goodnovel comment avatar
inggrid LARUSITA Nganjuk
mampir bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status