Share

2. Magang

Tawa lebar gadis berambut pendek di depannya membuat Delotta cemberut. Seolah-olah apa yang Delotta ceritakan adalah sebuah lawakan. 

"Untung lo nggak diseret keluar kayak kambing," ujar Tya, di sela tawanya. 

Tya Anggesta, gadis berambut pendek dengan tone kulit kecoklatan itu teman akrab Delotta sekaligus teman satu kuliahnya. Mereka lulus bersama, tapi Tya lebih beruntung karena sudah mendapat pekerjaan. 

"Malu tau. Tapi suer, dia ganteng banget."

"Tapi tua."

"Ish! Matang, bukan tua. Lo nggak liat aja sih."

"Jadi, setelah liat dia selera cowok lo berubah?" Tya bersedekap tangan dan mengangkat kedua alisnya. 

"Ya, enggak juga, sih." Ada nada ragu dari ucapan gadis 22 tahun itu. Pria tampan itu memang sudah tua, ah bukan. Matang. Ngomong-ngomong soal tua papanya jauh lebih tua. Delotta belum sempat tahu namanya, karena begitu berhasil keluar dari kamar super mewah itu, dia langsung izin ke papanya untuk pulang bersama Pak Budi, supir di keluarganya. 

Ranjang berderit ketika Delotta melempar diri di kasur. Bunyinya cukup berisik seperti ada yang patah. Kalau ranjang tidurnya di rumah, anti bunyi-bunyian begini. 

Baru beberapa saat rebah, sebuah tabokan yang tidak lumayan keras, tapi sakit mampir di kepalanya. Delotta refleks mengusap kepala. 

Tya, yang masih mengenakan pakaian kantor melotot dan berkacak pinggang. 

"Lo mau bikin ancur ranjang tidur gue? Kalau tidur biasa aja dong," omelnya sambil menunjuk muka Delotta. 

Bibir dengan warna nude milik Delotta mencebik. Masih mengusap kepala, gadis cantik itu bangkit. "Kalau lo udah dapat gaji pertama, selain traktir gue, lo juga perlu ganti nih ranjang deh. Ranjang tua masih dipake aja." 

"Iya. Abis itu gue makan nasi sama garam doang nunggu gajian berikutnya," sahut Tya nyolot lantas beranjak duduk di depan cermin rias. 

"Ih, nggak gitu juga kali." Delotta beringsut, menjulurkan kaki ke lantai. "Oh iya, gue besok udah mulai magang loh. Tebak di mana?" Dia tersenyum penuh misteri. 

Dahi Tya mengernyit. Lalu ujung matanya melirik Delotta—yang beberapa kali mengirim CV, tapi belum ada panggilan. Tya heran, ayah Delotta pemilik sebuah perusahaan besar. Namun, sahabatnya itu sama sekali tidak mau masuk ke perusahaan itu, meskipun di anak cabangnya. Delotta lebih memilih memasukkan lamaran ke perusahaan lain yang tidak tersenggol saham sang papa seperti Tya. 

"Sido Mancur Grup? TransKV grup? Atau Miyora?" 

Delotta menggeleng keras. "Bukan, tapi Jagland Blue Corp!" 

Mata Tya mengerjap. Gadis berambut pendek itu lantas tersenyum lebar. "Akhirnya CV lo ada yang goal juga! Congrats, babe." Dia merentangkan tangan dan Delotta sontak tenggelam ke pelukannya. 

"Gue bisa buktiin ke papa, kalau  gue bisa usaha sendiri." 

"Good Job, Ta. Gue ikut seneng."

"Here we go! Kita bakal jadi wanita karier yang kece badai!" seru Delotta girang. Kedua sahabat itu lantas melompat-lompat persis anak kecil. 

***

Mata Delotta menyipit saat memandang gedung menjulang di hadapannya. Beberapa saat lalu Ricko men-drop dia di depan gedung milik Jagland Blue Corp. Setelah melewati rangkaian tes tertulis dan wawancara, akhirnya gadis yang punya nama panggilan Otta itu bisa memasuki dunia kerja. 

Delotta menarik napas panjang sebelum melangkahkan kaki. Selain hari pertamanya kerja, dia juga akan melakukan penandatanganan kontrak kerja. Jadi, ketika masuk gedung dan bergabung dengan karyawan lain dalam satu lift, Delotta langsung menuju kantor HRD berada. 

Miss Lily sudah menunggu saat dia sampai di lantai lima. Setelah menyapa sekadarnya, wanita itu membawa Delotta ke ruang kerjanya. 

"Kontrak pertama magang kamu 6 bulan. Jika dalam jangka waktu tersebut kinerja kamu bagus. Tidak menutup kemungkinan akan ada pembaharuan kontrak lagi," terang Lily, sambil mempersiapkan berkas yang akan Delotta tanda tangani. "Nah, Delotta. Kamu bisa baca dulu perjanjian kontrak ini. Kalau ada yang belum paham bisa kamu tanyakan."

Dengan senyum lebar, Delotta menerima dokumen itu. Kertas berwarna putih dengan beberapa rangkap itu menyita perhatian Delotta selama beberapa waktu. Matanya dengan jeli membaca satu per satu poin yang ada di setiap pasal. Hingga ketika sampai pada nominal gaji, dia cukup tercengang. Untuk karyawan magang, gajinya cukup besar. Dari nominal itu Delotta sudah bisa membayangkan apa saja yang akan dia beli nanti.

"Jadi, ada yang ingin kamu tanyakan?" tanya Lily mengingat Delotta sejak tadi belum buka suara. 

"Nggak ada, Miss. Semua sudah jelas dan gampang dipahami." 

"Good. Kamu bisa tanda tangan sekarang."

Dengan senang hati, gadis berambut cokelat itu membubuhkan tandatangan segera. 

"Kamu akan bekerja di lantai 40. Berada di bawah kepemimpinan Pak Daniel langsung." 

Daniel Jagland. Tiba-tiba Delotta merasa deg-degan mendengarnya. Itu sama saja kinerjanya akan diawasi direktur. Sepertinya tidak ada yang lebih mengerikan lagi dari ini. 

Seakan tahu apa yang Delotta pikirkan, Miss Lily tertawa. "Kamu nggak usah tegang gitu. Pak Daniel orangnya baik. He's friendly. Ramah sama semua bawahannya." 

Delotta meringis, dalam hati mengaminkan ucapan Miss Lily. 

Setelah urusan tanda tangan kontrak beres, Delotta langsung diantar ke lantai 40. Di sana dia diterima salah satu staf wanita yang mengenalkan diri sebagai sekretaris Daniel, wanita dengan tinggi 165 senti itu sangat cantik. Lebih cantik karena make up sih. Delotta cukup tahu apa-apa yang dipakai wanita bernama Sandra itu. 

"Ini meja kerja kamu." Sandra menunjukkan sebuah ruang kerja mini yang sisi-sisinya dibatasi sebuah penghalang pendek. Ada sekitar 10 staf ada di sana. Hanya Sandra yang terpisah dari ruang staf itu. Meja kerjanya ada di ruang sebelah, tepatnya di lobi ruang direktur. 

"Gaes!" Sandra meminta perhatian para staf yang tampak sibuk di depan PC.  "Ini ada anak magang baru namanya Delotta. Tolong, kalian bantu dia." 

Beberapa tampak mengangguk. Ada yang hanya menyeringai dan juga mengangkat ibu jarinya saja. 

"Delotta, Pak Daniel sudah nunggu kamu di ruangannya. Beliau bilang, ingin bertemu kamu. Tolong, jaga sikap, ya, di sana nanti," ucap Sandra tersenyum. 

Delotta hanya mengangguk saja, dan ketika sekretaris itu membawanya ke ruang sebelah  Delotta mengikuti. 

Ruang direktur  memiliki dua pintu ganda yang cukup besar. Lebih dari itu lobinya juga lumayan luas. Meja kerja Sandra ada di salah satu sudut lobi, sudah seperti front desk. Bedanya dia memiliki akses yang berkaitan dengan direktur. 

Sandra mempersilakan Delotta masuk ke ruangan itu. Setelahnya dia menutup pintu lagi, meninggalkan Delotta di ruangan super mewah itu. 

Sambil mengawasi ruangan yang lebih mirip apartemen minus tempat tidur itu, Delotta melangkah pelan. Suara seseorang yang tampaknya tengah menelepon terdengar. 

Suaranya berat dan dalam, sesekali terselip tawa renyah. Dari suaranya, Delotta bisa menebak kalau direkturnya tidak terlalu renta. Paling tidak, mungkin seperti papanya. 

Gadis dengan tinggi 160 senti itu menyipit ketika tatapnya menangkap bagian belakang tubuh seorang pria dengan kemeja slim fit disambung pantalon yang terlihat licin. Pria itu menghadap dinding kaca besar. Sebelah tangannya tenggelam di saku celana, dan lainnya memegangi ponsel di telinga. 

"Selamat pagi, Pak," sapa Delotta, ragu, takut mengganggu. 

Beberapa detik lamanya tidak ada jawaban, tapi pria itu mengakhiri panggilan. Baru setelah itu berbalik. 

"Selamat pagi," sahut pria itu datar. Tatapnya bertemu langsung dengan mata Delotta yang perlahan pupilnya membesar. 

Bagaimana tidak? Daniel Jagland adalah pria yang pernah dia lihat di kamar mewah saat tersesat di pesta teman papanya tempo hari. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sediwati Gea
cerita nya seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status