Delotta (22 tahun) yang baru lulus kuliah menjalani magang pertamanya di salah satu perusahaan multinasional. Tanpa dia duga ternyata direktur perusahaan tersebut adalah Daniel Jagland, pria tampan yang tanpa sengaja dia temui di sebuah kamar tanpa busana ketika dia nyasar mencari jalan keluar di sebuah pesta. Yang lebih tidak menyangka Daniel Jagland yang dia kira berumur 30an ternyata seumuran sang papa (Ricko) dan mereka adalah teman akrab. Ricko sengaja menitipkan Delotta untuk bekerja di perusahaan Daniel. Sikap dan kebaikan Daniel pada Delotta selama dia bekerja membuat hati Delotta terombang-ambing. Dia mulai gelisah jika berada di dekat pria matang yang masih betah melajang itu. Hingga dia menyadari dirinya telah terjerat pesona teman papanya itu. Apakah Daniel akan menyambut perasaan Delotta, gadis yang jarak usianya terpaut 25 tahun dengannya?
Lihat lebih banyakMusiknya membuat ngantuk. Beberapa kali mengundang kuap yang terpaksa Delotta tahan. Sudah lebih dari satu jam, tapi rasanya sang papa belum juga bosan bercengkrama dengan koleganya.
Delotta sudah berkeliling corner yang menyediakan aneka makanan lezat. Mulai dari appetizer hingga dessert sudah dia coba. Mencicipinya sedikit lalu ditinggal begitu saja.
Seandainya pesta ini ditujukan untuk kaum muda, gadis dengan rambut cokelat bergelombang itu tidak akan sebosan ini.
Suara denting gelas yang beradu diiringi tawa aneh sudah sering Delotta dengar beberapa kali. Belum lagi sapaan hangat para tamu seolah-olah sudah lama tidak bertemu. Dan, musik klasik ini. Bisa tidak diganti musik rock saja?
Gadis yang memiliki mata bulat itu meniup helaian rambutnya yang mulai jatuh menutupi mata. Tatanan rambutnya mulai sedikit berantakan.
"Delotta, kamu di sini rupanya. Papa mencari kamu."
Delotta yang sedang meminum sirup nyaris tersedak saat tiba-tiba saja tangannya ditarik. Dia berjalan tersaruk-saruk mengikuti langkah papanya.
"Jangan jauh-jauh dari papa. Kamu mau dapat tempat magang nggak?" omel Ricko. Pria berbadan tinggi dengan sedikit jambang di area rahang dan dagu itu ayah Delotta. Yang memaksa gadis 22 tahun itu ikut ke pesta para bapak.
Serius, Delotta belum melihat satu pun pemuda yang seumuran dengannya atau paling tidak beberapa tahun di atasnya.
"Ini putri saya, Pak Rafly. Namanya Delotta." Ricko memperkenalkan putrinya pada salah seorang pria berjas abu-abu dan berkepala botak.
Delotta bisa menaksir usianya tidak jauh beda dengan Darco, kakeknya.
"Wah! Cantik, saya tidak menyangka Pak Ricko punya putri secantik Delotta," puji lelaki itu dengan mata... Jika tidak salah lihat, Delotta merasa lelaki tua itu bermain mata dengannya. Dasar tua bangka.
Delotta hanya tersenyum tipis merespons pujian itu. Kalau boleh, dia malah ingin menendang pria itu.
"Jadi, Delotta ini baru lulus kuliah dan sedang mencari tempat magang? Kenapa tidak di perusahaan ayahnya saja?" tanya si kepala botak.
"Kalau dia mau, sudah saya suruh kerja di sana, Pak. Tapi Delotta ini maunya di tempat kerja orang lain. Yang nggak ada papanya." Ricko berbicara sambil menunjukkan raut kecewa yang dibuat-buat. "Kalau ada posisi yang cocok buat Delotta di perusahaan Pak Rafly bolehlah putri saya magang di sana."
"Oh, tentu, Pak Ricko. Selalu ada tempat buat wanita cantik di perusahaan saya. Anda tenang saja. Mungkin Delotta bisa kirim CV lewat email." Pria bernama Rafly itu menyeringai kepada Delotta. Pandangannya sempat melirik gaun Delotta yang membungkus tubuhnya begitu pas dan elok.
Gaun berwarna abu-abu dengan glitter silver itu sedikit menonjolkan lekuk tubuh gadis itu. Meskipun baru 22 tahun, Delotta memiliki tubuh yang seksi dan berisi. Sangat serasi dengan wajahnya yang cantik.
Dipandang seperti itu Delotta tampak risih, dan segera berbisik ke dekat telinga Ricko.
"Pa, aku mau ke toilet. Dan jangan lupa bilang sama si Botak, kalau aku nggak tertarik bergabung di perusahaannya." Setelah mengatakan itu Delotta langsung melenggang pergi. Dia sempat melihat wajah merah papanya, tapi tidak memberi kesempatan kepada lelaki 47 tahun itu untuk mengomel.
Entah seberapa jauh Delotta berjalan menjauhi tempat pesta, tapi toilet yang dia cari tak kunjung ketemu. Bahkan gadis yang mewarisi kecantikan ibunya itu harus melepas heels yang menyiksa tumit kakinya.
"Rumah papa juga gede, tapi nggak segede ini juga. Masa nyari toilet aja nggak nemu-nemu. Kalau ketemu pemilik rumah bakal aku saranin buat bikin papan petunjuk arah," omel Delotta sambil berjalan mengangkat rok dan menjinjing heels.
"Hei, Nona. Anda mau ke mana?"
Sebuah sapaan membuat langkah Delotta terhenti seketika. Dia menoleh dan mendapati seorang lelaki dengan seragam serba navy menghampirinya. Gadis itu bisa menebak pria itu hanya seorang security.
"Saya mau ke toilet. Di mana sih, Pak, toiletnya? Rumah ini dinding semua."
Ya, sepanjang mata memandang hanya dinding saja yang Delotta lihat. Jangankan jendela, pintu pun tak ada.
"Kalau mau ke toilet jangan lewat sini, Nona. Anda salah jalan. Seharusnya tadi Anda belok kanan."
"Jadi, saya harus ke mana?"
"Baiklah. Nona bisa ambil jalan di depan sana. Terus belok kiri dan lurus ke depan, ada toilet di situ."
"Oke, oke."
Setelah mengucapkan terima kasih, Delotta bergegas mengayunkan kaki menapaki lantai yang keseluruhannya terbuat dari marmer.
Namun, gadis berhidung runcing itu kebingungan lagi. Dia sangat yakin sudah berjalan sesuai petunjuk security itu, tapi lagi-lagi yang dia temukan hanya dinding putih tanpa pintu.
"Sebenarnya model apa sih rumah ini?"
Delotta nyaris putus asa saat tangannya tanpa sengaja menyentuh dinding dan menyebabkan dinding itu bergerak terbuka. Dia terkejut bukan main melihat dinding itu saling menjauh dan menampilkan sebuah ruangan lain yang tersembunyi.
Karena penasaran, Delotta masuk ke ruangan itu. Dan hal pertama yang dia lihat adalah tempat tidur super mewah dengan duvert cover serba dark blue.
"Ini kamar?" tanyanya pada diri sendiri. Kaki telanjangnya menyentuh karpet empuk yang mengalasi lantai. Tepat saat itu dia kembali terkesiap ketika dinding di belakangnya menutup kembali. Dan ajaibnya, Delotta melihat sebuah pintu di sana. Harusnya Delotta lekas keluar dari kamar mewah itu. Namun, dia malah menyisir, berkeliling mencari toilet.
"Nggak mungkin kamar semewah ini nggak ada kamar mandinya," gumamnya sambil menahan hasrat ingin pipis.
Bibirnya melengkung lebar saat akhirnya menemukan sebuah pintu yang diduga sebagai akses masuk ke kamar mandi. Delotta menekan tangkai pintu yang ada di sana, dan benar, sebuah kamar mandi mewah pun tampak.
"Gila. Kamar mandi papa sudah cukup keren menurutku, tapi ternyata ada yang lebih keren lagi."
Selain marmer, dinding kamar mandi juga dihiasi batuan alam yang Delotta yakin didatangkan langsung dari sungai di pegunungan. Terlihat begitu alami. Yang lebih membuat dia takjub ada sudut yang didesain seperti sumber mata air di daerah tropis. Delotta berdecak kagum hingga lupa tujuannya ke kamar mandi.
Dia baru sadar ketika ponselnya berdering dan menampilkan nama sang papa. Buru-buru gadis itu menyelesaikan tujuannya lalu bergegas keluar lagi.
Namun, ketika hendak keluar dia berbalik dan tersenyum sendiri. "Aku fotoin dulu, ah."
Meskipun dia anak orang kaya, tapi tetap saja bisa norak. Setelah mengambil beberapa foto, Delotta bergerak keluar. Dan ketika berhasil keluar ....
"Aaaargh!"
Delotta menjerit kencang dan segera menutup matanya dengan telapak tangan ketika tanpa sengaja melihat sesosok pria yang hanya mengenakan celana boxer.
Pria itu pun tampak terkejut dan segera menyambar handuk, lalu melilitkannya dengan asal ke pinggang.
"Kamu siapa?! Kenapa telanjang di sini?!" seru Delotta masih menutup mukanya dengan tangan.
"Harusnya saya yang tanya, kenapa kamu ada di kamar saya?" tanya pria itu dengan tampang waspada.
"Ka-kamar kamu?"
"Iya, ini kamar saya. Gimana bisa kamu masuk?"
"Maaf, tadi sa-saya numpang ke toilet." Delotta mengintip dari balik jarinya, dan ketika melihat pria itu sudah mengenakan handuk, pelan dia menurunkan tangan. Delotta cukup terperangah dengan paras pria itu, apalagi body-nya.
"Jadi, gimana cara kamu masuk ke sini? Kamu tau, ini adalah privat room," tanya pria itu dengan pandangan menyipit. Matanya berwarna biru, hingga rasanya Delotta ingin menyelam di sana.
Delotta tergagap. Mendadak dia terserang gugup. Pria itu luar biasa tampan. Mungkin usinya sekitar 30-an, yang jelas dia terlihat matang. Bahunya yang lebar serta dada bidangnya membuat Delotta menelan ludah.
"Sa-saya nyasar, Pak," sahut Delotta sambil meringis kaku.
"Adik bayi itu dari angsa terbang, Mam?" Pertanyaan yang diajukan dengan nada khas balita itu membuat Dellota dan Daniel terkekeh. Kavia masih penasaran dengan kemunculan adik bayi. Gyan di sisi gadis kecil itu menarik napas panjang. "Bukan Kavia, kan aku udah bilang itu mitos." "Aku nggak tau mitos itu apa." Kavia tidak peduli dan meloncat ke bed ibunya. Seketika Daniel memekik tertahan. "Hati-hati, My Princess. Kamu bisa jatuh," ucapnya dengan dada yang masih berdebar kencang. "Aku cuma mau lihat adik bayi." Kavia bergerak ke sisi ibunya yang tengah menyusui adik barunya. "Mami, boleh aku ikut nenen juga sama mami?" Lagi-lagi Delotta terkekeh. Tangannya terjulur mengusap kepala Kavia dengan lembut. "Kavia kan udah jadi kakak, masa masih mau nenen ke mami?" "Kavia, nenen itu cuma buat bayi. Kita udah jadi kakak, udah besar. Kamu mau diejek sama teman-teman kalau masih nenen sama mami?" Gyan menggeleng tak habis pikir dengan keinginan adiknya. Namun Kavia lagi-lagi tak peduli d
Tangan Daniel menggenggam kemudi dengan erat. Gigi-gigi dalam rongga mulutnya gemeretakan menahan kesal. Beberapa kali dia menghela napas panjang untuk menghalau amarah akibat tingkah sekretarisnya. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa seorang sekretaris baru seberani itu? Kepalanya penuh dengan Delotta sekarang. Beberapa hari belakangan wanita itu sering uring-uringan perkara sekretaris baru Daniel. Dan malam ini kekhawatiran Delotta terbukti. Daniel membelokkan kemudi ke kawasan rumah mewahnya. Pintu gerbang rumah terbuka saat sensor di sana mengenali mobilnya. Dia bergerak masuk melewati halaman taman yang luas, mengitari tugu air mancur warna-warni hingga mobilnya tepat berhenti di depan teras rumah. Dia turun begitu saja dari mobil dan memasuki rumah yang pintunya otomatis terbuka. Langkahnya berbelok ke kanan menuju jalan alternatif yang akan langsung menuju kamar pribadinya. Ketika tangannya menyentuh sebuah dinding berlapis marmer, dinding itu lantas bergerak terbuka. Danie
Pekerjaan membuat Daniel harus tinggal lebih lama di kantor. Beberapa saat lalu dia baru saja mengakhiri panggilan video dengan istri dan anak-anaknya yang tengah bersiap tidur. Ini menjadi hal yang sulit untuknya. Dellota tengah hamil anak ketiga, tapi pekerjaan malah makin membuat pria itu sibuk. Tak jarang dia meninggalkan istri dan anak-anak keluar kota. Blue Jagland Indonesia makin melebarkan sayap. Bisnisnya mulai menggurita di beberapa sektor. Itu yang membuat Daniel makin sibuk. Sampai-sampai Gyan dan Kavia protes karena waktu bermain mereka dengan sang papi jadi berkurang. Tidak jarang weekend pun Daniel tetap bekerja."I'm sorry, Baby. Tapi semua ini memang sulit ditinggal," ucap Daniel suatu kali ketika Delotta protes tentang jam kerjanya yang makin tak masuk akal."Tapi kami juga butuh waktu kamu. Lima hari kerja memangnya nggak cukup? Kalau majunya perusahaan malah bikin kamu nggak punya waktu buat kami lebih baik perusahaan nggak usah maju aja." Delotta bersedekap tangan
Delotta terkikik geli saat melihat Kavia tidur di lengan Daniel—yang juga ikutan tidur dengan lelap. Batita itu terlihat begitu nyaman tidur sambil memegangi lengan Daniel. Dalam keadaan begitu, keduanya tampak begitu mirip. Lima belas menit lalu Delotta sengaja menitipkan putrinya yang sudah dia dandani kepada Daniel. Bahkan dia juga berpesan untuk membawa Kavia jalan-jalan. Dan ternyata jalan-jalan mereka ke pulau kapuk. Delotta bersandar pada kusen pintu menatap mereka. Untuk semua alasan dia sangat bersyukur dengan keadaannya yang sudah sampai sejauh ini.Kepala Delotta menggeleng pelan sambil tersenyum melihat pemandangan itu. Tidak mau mengganggu, dia pun keluar. "Adek mana, Mam?" tanya Gyan saat melihat ibunya berjalan sendiri tanpa Kavia di gendongannya. "Lagi tidur sama papi," ujar Delotta pelan. "Kok tidur sih? Ini kan udah sore? Papi juga janji mau main bola sama aku." Wajah Gyan cemberut, pipi chubby-nya memerah. "Iya maafin, Papi. Nanti kalau Papi udah bangun kamu b
"Boleh satu lagi?" Delotta berjengit ketika Daniel mencium perutnya. Dia kaget dengan permintaan Daniel. Demi Tuhan! Kavia baru lepas dari asi eksklusif bisa-bisanya Daniel memintanya untuk memberi anak lagi. "Aku masih capek. Tenagaku masih perlu dipulihkan. Ya aku tau kamu memberiku bala bantuan. Tapi paling enggak tunggu sampai Kavia usia dua tahun?""Dua tahun? Bahkan hamil kedua saat Gyan umur satu tahun. Ayolah Sayang, kamu menikah bukan sama pria muda.""Ya, lalu?" Daniel menggigit bibir, tapi lantas menundukkan kepala sambil melukis gerakan abstrak dengan ujung jari di atas lengan Delotta. Mirip sekali dengan Gyan saat merajuk. "Kalau dilama-lamain lagi aku takut dikira sedang menggendong cucu nanti," ujar pria itu, yang mau tak mau membuat Delotta menyemburkan tawa. Daniel berdecak malas melihat reaksi istrinya. "Apanya yang lucu coba?"Delotta mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah untuk meredakan tawa. "Maaf, Sayang." Segera mungkin Delotta mendekat dan menyelipkan t
"Ah!" Delotta menengadah sambil menggigit bibir. Rintihan lirihnya membuat suasana di sekitar makin panas. Peluh membanjiri kulit tubuhnya yang seputih susu. Pinggulnya terus bergerak maju mundur dengan tempo sedang. Di bawahnya, Daniel mengerang. Dua tangannya merangkum dada Delotta. Sesekali jarinya menjepit gemas dua puncak dada itu yang kadang mengeluarkan cairan asi. "Sayang, ini perlu dipumping lagi kayaknya deh," ucap Daniel saat jarinya merasakan basah ketika menekan puncak dada istrinya. "Sebentar lagi," sahut Delotta agak terbata. Melihat wajah memerah Delotta, Daniel tersenyum. Dia segera mengambil alih permainan. Ditariknya tubuh gadis itu sampai jatuh ke pelukannya. Lantas dari bawah pinggulnya bergerak menghantamkan miliknya lebih keras dan dalam sampai-sampai membuat Delotta terpekik. "Aku bantu," ucap pria itu memberikan hujaman demi hujaman. Erangan dan desahan Delotta makin menjadi. Dirinya yang memang sudah tidak bisa menahan diri lagi dengan cepat meraih kep
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen