Beranda / Historical / Petualangan Nerva / Menjaga Sebuah Amanah

Share

Menjaga Sebuah Amanah

Penulis: sidiq winiaji
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-21 18:41:03

Aku, Hasan, dan Abdullah kemudian turun ke sebuah lembah yang disana terdapat kota yang terbakar. Kami bertiga berencana ingin menyelamatkan siapapun yang mampu kami tolong.

 

"Berlindunglah di balik tembok itu, dan jangan melakukan hal-hal yang bodoh" pungkas Hasan kepadaku.

 

Banyak sekali yang tewas mengenaskan yang sebagian besar adalah rakyat biasa.

Apa yang harus kita lakukan dengan mereka? Aku kasihan dengan mayat-mayat ini..

 

"Awas adalah tentara Mongol yang lewat"

Kami lalu berlindung di rumah yang hancur

 

Sesampainya di sebuah tempat yang masih tersisa berapa kehidupan dari kebengisan tentara Tartar dan Mongol, kami bertemu dengan nenek tua yang sangat renta dan pesakitan.

 

"Kemarilah cepat, jangan sampai mereka menemukan kalian disini," ajak nenek tersebut kepada kami bertiga agar mereka berlindung di rumahnya dari ancaman tentara Tartar dan Mongol.

 

Sesampai di rumah nenek tadi aku lalu melihat pada tubuh nenek tadi terdapat dua anak panah yang menancap pada punggungnya. Tanpa berpikir panjang aku ingin menolong mengambilkan anak panah itu, namun dicegah oleh nenek tua tadi.

 

" Jangan kau cabut anak panah ini, aku akan berlumuran darah dari lubang bekas panah tadi"

 

Aku takut ancaman dari Hasan yang membawa pedang di kiri pinggangnya, namun Abdullah memberikan optimismenya terhadapku sembari mengelus pundakku. 

 

"Nerva, tolonglah nyonya itu, kamu pasti bisa melakukannya, pergunakanlah ilmumu untuk ini. Jika tidak nyawa nyonya itu akan tidak tertolong lagi."

 

Lalu aku mencoba memberanikan diri dalam situasi ini. Darah mengucur pada punggungya mengalir perlahan membuat nyaliku sedikit ciut.

 

"Tidak mengapa nyonya, aku pernah mengalami masalah ini." Diriku berbohong dan berpura-pura menenangkan nenek tadi meski hati ini panik luar biasa.

 

 Lalu aku mencari-cari besi yang bisa aku gunakan sebagai sundut. Kemudian mencari kayu bakar, dan kain yang cukup untuk menutup luka nenek tadi.

 

"Gigitlah batang kayu ini nyonya, aku akan mencabut panah yang bersarang pada badanmu."

 

"Jangan nak, aku takut ini akhir hidupku."

 

"Insya Allah, tidak mengapa, engkau akan baik-baik saja bersamaku."

 

Lalu aku mencabut panah tersebut dan menempelkan besi panas dibekas luka nenek tadi. Kemudian menutupi lukanya dengan kain yang dibalut dengan tebal. Aku llu membacakan surat Al Fatihah dan meniupkan ke arah luka tadi. Seketika darah berhenti memancar dari luka nenek tadi.

Rasa senang muncul dari raut wajah Abdullah dan Nenek tadi, kecuali Hasan. Dia hanya berdiri sambil melihatku dengan tajam.

 

Kepribadiankuu mulai membaik setelah melewati hari-hari yang panjang ini. Setiap kali diriku berbuat sembrono dan keterlaluan Abdullah mengingatkan untuk bertakwa kepada Allah. Memang sifat dasarku adalah berbuat yang seenaknya dan penuh kebodohan. Tetapi di bagian hati ku yang paling dalam, diriku selalu ingin menjadi pribadi yang baik agar aku bisa memiliki kawan-kawan yang selalu senantiasa setia dengan denganku.

 

..........

 

 

Nenek yang ku tolong lalu berterima kasih kepadaku

 

"Terima kasih anakku, sungguh pertolonganmu sangat bermanfaat bagi sisa hidupku ini, namun ada satu permintaanku kepadamu agar akhir hidupku menjadi tenang. Aku ingin agar engkau membawa cucu perempuanku ini bersamamu, dan aku berharap engkau menikahinya supaya tiada fitnah selama perjalanan dan mudah-mudahan engkau pun akan nyaman bersamanya." 

 

Aku pun terkejut dengan permintaan nenek tadi.

 

Lalu muncullah seorang gadis manis yang diam-diam melihat ku selama ini dari balik lemari dengan sorot mata meminta pertolongan. Gadis tersebut berumur antara 13 tahun dengan memakai pakaian tertutup seluruh tubuh. Dari kepala hingga ujung kaki. Wajahnya terlihat dan di sebelah pelipis kirinya terdapat luka memar.

 

“Terimalah saja anakku.” bujuk Abdullah.

 

“Aku ingin sekali menolongnya, tapi aku takut tidak bisa berbuat baik dengannya selama perjalanan menuju Baghdad.”

 

Hasan lalu mencarikan wajahnya yang keras dan mulai mengajakku berbicara.

“Engkau memiliki dosa yang besar di masa lalu. Engkau telah membunuh seorang anak perempuan ketika di atas gunung. Jika engkau menikahinya engkau tidak akan aku bunuh.”

 

Jawaban Hasan membuatku senang. Ia mengetahui dosaku yang dulu. 

 

“Anak perempuan yang meninggal itu tidaklah aku bunuh dengan sengaja. Namun ketika aku pulang dari perjalanan mencari bunga di atas lereng bukit. Aku tidak sengaja menjatuhkan batu besar di tanganku  dan mengenai anak perempuan itu di kepalanya itu hingga ia jatuh dari ketinggian.”

 

Dengan sebab itulah diriku menjadi dibenci seluruh warga kampungku, penduduk kampung ingin sekali membunuhku tetapi mereka takut jika kerajaan ditempat iku tinggal membantai mereka karena keluarga ku yang dekat dengan penguasa.

 

“Hukuman pembunuhan adalah dibunuh. Namun engkau tidaklah sengaja. Berarti engkau harus membayar diyat  kepada keluarga anak perempuan tadi, ingat itu!” kata Hasan.

 

“Aku tidak tahu siapa keluarganya.”

 

“Anak yang meninggal itu berasal dari keluarga Zahn.”

 

“Namun apakah aku bisa bertemu dengan mereka, setelah kehancuran pada desa ku waktu lalu?” tanyaku kepadanya. 

 

“Mereka ada di Baghdad.”

Aku kemudian berpikir sejenak dan memutuskan untuk membayar diyat untuk mereka.”

 

Tiba-tiba Abdulllah mulai berbicara kepada kami. “Baiklah sekarang ayo mulai sesi ijab qobul nya.” kekeh Abdullah.

 

“Jangan tertawa wahai Abdullah!” diriku dibuat malu olehnya.

 

“Apakah disini ada seorang wali cucumu wahai nyonya?” Tanya Hasan.

 

“Semuanya telah meninggal kecuali diriku dan cucuku ini.” tangis nenek tua tadi.

 

“Jika tidak ada wali maka wali hakim yang menggantikannya.” Usul Abdullah.

 

“Siapa itu?” tanyaku

 

“Hasan, dia adalah orang penting dari dinasti Abbasiyah.”

 

“Apa??? Bagaimana kamu bisa tahu?” Jawaban Abdullah sontak membuatku kaget.

 

“Aku mengamatinya dan menyimpulkan bahwa dirinya adalah orang penting dari dinasti Abbasiyah.”

 

“Benar! Akulah tangan kanan pemimpin tertinggi panglima dinasti Abbasiyah. Aku memiliki misi mengamati langsung gerak gerik Kekaisaran Mongolia yang sangat menghawatirkan. Dan sekarang aku ingin melaporkan kepada Khalifah supaya mempersiapkan diri untuk berjihad melawan mereka.“ Jawab Hasan.

 

“Baiklah ayo mulai.”

Akad nikah berlangsung penuh rasa khidmat disamping rasa takut dan sedih menyelimuti kami dalam situasi ini.

 

“Saya nikahkah engkau dengan Ruqayyah.”

 

“aku jawab apa ?” tanya ku pada Abdullah

 

“Jangan bodoh, bilang aja saya terima nikahnya dengan Ruqqayah dengan mahar cincin perak.” Jawab Hasan

 

“Iya-iya.... ahmm.. saya terima nikahnya Ruqqayah dengan mahar cincin perak.”

 

“Sah!”  

 

Dan aku sekarang memiliki istri yang membuatku menjadi tenang selama aku berusaha menyelamatkan diri dari kejaran tentara Mongol dan Tartar. Dialah Ruqqayah gadis yang manis bermata biru.

 

“Berhati-hatilah cucuku selama perjalanan. Tetaplah bertakwa kepada Allah, taatlah kepada suamimu Nerva, jangan engkau berbuat sembrono selama perjalanan.”

 

Demikian wasiat nenek tua tadi kepadanya sembari memberikan kalung emas miliknya yang berlumuran darah.

 

Ruqqayah menangis sesenggukan akan perpisahan ini.

 

Aku berharap aku bisa menjaganya dengan sepenuh hatiku, aku sangat mencintainya meskipun aku malu untuk mengungkapkannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Petualangan Nerva   Bab 2 : Pembayaran Diyat

    "Appppaaa?" Kaget sekali jika orang yang ada di depanku adalah anak dari ayah seseorang yang aku cari untuk membayar diyat atas perbuatanku yang telah merenggut nyawa yang sangat berharga.Aku berpikir seakan dunia ini yang betapa sempitnya luas daratan yang membentang mudah sekali menemukan seseorang untuk segera menunaikan hajat."Silahkan sholat terlebih dahulu, aku akan menanti kalian di sini, dadaaaa" "Nerva, jangan buka""Iiiyyaa, ada perempuan ya?""Tidak pakai kerudung, cantik lagi! huft" Sewot Ruqoyyah yang sebal dengan suara yang keras, setelah melihat adab perempuan itu jelek yang sampai kami tidak sadar bahwa dirinya perempuan, sesuatu yang tidak disukai Rabb kami. Menyerupai lawan jenis."Iyya maafkan aku, aku berusaha agar terlihat mencolok bagi kalian, karena aku telah lama menanti kalian di depan gerbang al-Ula setiap harinya.....6 tahun yang lalu di Asghaban"Keluarga Zahn terkenal dengan hubungan dekatnya terhadap keluarga kekhalifahan dan dekatnya pula dengan par

  • Petualangan Nerva   Bab kedua : Kota Ambisi Dunia

    Dahulu kota Bagdad adalah bagian dari salah satu ambisi Khalifah Al Mu'tasim yakni memindahkan surga akhirat ke dunia. Hampir seluruh kas negara kala itu yang tengah merekah, ludes untuk membayar para pegawai terampil nan piawai dari segala penjuru negeri. Meskipun tahu jika itu boros, mau bagaimanapun pikiran sehat sang khalifah senantiasa terkotori oleh berbagai hasutan bangsa Turk yang sudah dari dahulu diperingatkan oleh para ulama sebelumnya bakal mencaplok kekuasaan bangsa Quraisy. Sedikit demi sedikit, hingga bangsa Quraisy hingga saat ini bagaikan bonekah mainan yang kapan saja bisa di lempar ke lubang api yang membakar dan diganti dengan boneka yang lain."Wahai Nerva, aku sangat menyesal atas sikap leluhurku dahulu terhadap bangsa Quraiys keturunan al Abbas paman Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam, aku ingin engkau menolongku untuk kali ini, membalas budi bangsaku terhadap bangsa Quraiys dan seluruh umat islam....."Tumben sekali Hasan menulis surat se-melankolis ini, da

  • Petualangan Nerva   Bab Pertama : Datangnya Kabar Menyedihkan dari Sahabat (selesai bab)

    "Sayang, jangan pergi dahulu, aku akan sangat merindukanmu", tangis istrinya karena sulit akan keputusan yang sudah digariskan oleh takdir yang ghaib.Rasyid memeluk istrinya dengan hangat penuh kasih sayang dan mengelus lembut perut istrinya yang semakin lama semakin membuncit karena hamil anak pertamanya. Dia tidak bisa berkata-kata bak pujangga jaman dahulu yang ia kagumi selama perjalanan menuju negeri impian. Yang Ia bisa lakukan kini hanyalah beristigfar supaya segala hal yang merisaukah segera dimudahkan oleh Dzat Yang Maha Penyayang."Rasyid, bacalah surat ini, sudah lama aku menyimpannya, maafkanlah ayahandamu ini.""Dari siapakah ayahanda?" Rasyid melihat gulungan kertas dengan stempel kekhalifahan Abbasiyah. Aaih ini dari Hasan si Jendral bersenjata modern."Apakah orang yang membawa surat ini memakai zirah besar?""Orang yang bertubuh kurus dengan tudung putih," apakah pesuruhnya?Setelah terbuka kertas yang tergulung nampak tertulis tulisan arab yang sangat indah guratan

  • Petualangan Nerva   Bab Pertama : Seorang pedagang kaya yang cerdas

    15 Tahun sebelum pernikahan Rasyid dengan Putri Shah BandarKeadaan Masa itu....Hidup yang bergelimang harta terasa hambar bagi hati seorang pedagang mujur yang hatinya terpaut dengan masjid. Selalu saja ada harta mengalir meski berusaha sekuat tenaga memiskinkan diri dengan bersedekah dan menolong finansial orang-orang dari jerat riba bank plecit. Tetapi selalu saja diberikan oleh Zat yang Maha Kaya harta berlipat ganda, hingga memiliki pegawai setia berjumlah seribu orang lebih."Sayangku, apakah aku kini sedang diazab oleh Allah? aku begitu menderita akibat banyaknya harta yang menumpuk, Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, aku ingin merasakan ketenangan dalam hidup." Keluh kesah yang sangat membuat orang yang mendengarnya ikut putus asa."Jangan berkata demikian, Wahai suamiku, Shah Bandar, Engkau tidaklah diuji perihal harta bagaikan si Qorun musuh Musa 'alaihisalam dan musuh Dzat Yang Maha Kaya, buktinya engkau bisa bersedekah, berinfak di jalan Allah, berdzikir, dan memudahkan h

  • Petualangan Nerva   Bab Pertama : Kehidupan Setelah Menikah

    " Apakah engkau bersumpah tiada lagi berbuat dosa?" tanya seseorang dengan nada meremehkan sambil mengangkat alis bagian kiri."Aku rasa demikian, supaya aku memiliki banyak teman dan sahabat" Jawabku singkat sambil mengibaskan poni ke arah belakang kepala."Lalu siapa yang lebih dzalim dan sombong dari dirimu terhadap Tuhan yang Maha Menerima Taubat? Lalu apakah peran dirimu di dunia sedangkan tiada satupun mahkluk yang hidup tanpa pernah melakukan dosa? Apa engkau hendak menjadi gila supaya terkabul impianmu memperoleh ridho manusia?""Lalu apa yang harus ku lakukan?""Bertaubatlah dan jangan mendahului Allah dan Rasulnya, Janganlah melampaui batas dalam beragama, dan tetaplah jaga perintah Allah. Jauhi dosa kecil dan besar, baik tersembunyi dan terang-terangan. Dan bersegeralah meraih ampunan Allah, sungguh kelak di hari kiamat engkau akan melihat catatan amalmu yang akan mengantarmu ke neraka atau ke surga. Tiada seluruh manusia yang ridho dengan manusia yang lain, maka carilah ri

  • Petualangan Nerva   Bab Pertama : Kesimpulan

    1. Cerita ini tidak ada unsur menyinggung, hanya sebagai cerita perumpamaan.2. Bukan bertujuan menyihir orang lain3. Tidak bermaksud memjual agama harga murah. Karena saya jual kisah hikmah sebagai penambah semangat beribadah dan adab4. Sesuai judul penerbit. Good Novel berarti Novel Bagus. Saya hanya tertarik dgn judulnya, kalau ternyata kebanyakan isinya selain buku saya banyak tercipta buku prostitusi maka saya berlepas tangan.5. Jika Antum orang yg lebih paham agama daripada saya. Maka utamakan Tabayun daripada Thatayur6. Orang Kaya dan Alim tapi pelit lebih mulia daripada orang miskin tapi gemar beli koin supaya bisa baca novel prostitusi.7. Islam tetaplah sempurna tanpa novel nerva8. Saya bertaubat dari menulis novel dan saya sekarang berlepas diri dgn Novel ini setelah saya ajukan penghapusan ke admin9. Laa Illaha Illallah... Sya lebih suka dibenci orang Musyrik, Munafik, Kafirin, daripada dibenci meski 1 orang mukmin 🙏

  • Petualangan Nerva   Bagian Pertama : Penantian yang Panjang

    Kuda kami beradu cepat menyusuri lorong hutan oak dengan disambut hujan petir dari langit dan rentetan anak panah yang menghujani langkah kami dari gerombolan perampok tengik yang siap memporak -porandakan negeri-negeri islam yang telah berdiri sejak kekhalifahan Abu Bakar ash Shidiq."Aku akan menjadi tameng untuk lolos dari pengepungan mereka. Cepat! ambil lembingmu dan serang lurus ke arah pemimpin mereka., aku akan mulai hancurkan kroco-kroco mereka satu persatu." Hasan memberiku aba-aba menjalankan stategi serangan membabi buta dua orang melawan 1000 pasukan berkuda Mongol.Aku berdiri di atas kuda liar yang kujinakan dari negeri Moor sembari memasang kuda-kuda untuk melempar lembing ke arah kepala calon khanate yang mencari gara-gara demi mendapatkan pengakuan sang Dukun Agung, Jengis Khan.Slappsss....Jebreet! "Hmmmp meleset" Lembing itu mengenai pundak calon khanate hingga dirinya terplanting dari kuda yang ingin menabrakku sejauh 5 meter. Kemudian aku melompat dari kuda menda

  • Petualangan Nerva   Bagian Pertama : Durjana yang Memiliki 1 Kesedihan

    Keberangkatanku menuju cita-citaku selama bertahun-tahun membawa berbagai kemungkinan-kemungkinan yang saat ini aku pikirkan solusinya. Sepintas aku mengambil sarung pedangku dan ku tarik bilahnya dari sarungnya. Banyak sekali karat yang mengotori pedangku karena malasnya diriku membersihkan darah para korban keganasanku di medan perang."Ini ambillah" Pedang Mongol yang berkilau warna zamrud disodorkannya kepadaku, oleh seorang yang ku anggap aneh bin ajaib."Haa? Kenapa harus ku pakai pedang milik setan itu?""Kau tahu ini sangat berharga untuk menghancurkan mulut kafirin itu. Dengan bahan yang ringan bergagang bambu kemudian ada tutup pada ujung gagang ini. Nah seketika engkau buka tutup sedikit ini maka mengalirlah racun keluar menuju lubang sekecil lubang jarum yang terhubung pada bilah pedang.""Coba kulihat!" Aku merampas cepat pedang yang ia bawa. Setelah kubuka sedikit tutup pada gagang bilah seketika memancar racun hijau yang mematikan itu, tidak tercium bau menyengat tetapi

  • Petualangan Nerva   Merajut Tali Untuk Tali Penambat Rumah Keabadian

    "Nerva.. Nervaaa...lihat ini, ada bunga lavender yang saanggaaat indah..." Baru kali ini aku melihat Ruqqayah seantusias ini melihat pemandangan di sepanjang jalur sutra yang kami lewati. Aku hanya tersenyum sembari menyimpan kesedihan memikirkan bagaimana nasib ibuku disana.Kemudian Ruqqayah memetik 3,4 dan wah, wah banyak sekali hingga sampai satu pelukan?"Ruqayyah, apa yang kamu lakukan? 😅 Jangan kamu rusak lingkungan disini....!!" Aku berusaha menyadarkan Ruqqayah agar tidak rakus dengan tanaman lavender sebanyak itu.."Nananana..." Ruqqayah cuman bernyanyi-nyanyi nada girang tanpa mau menoleh terhadapku. setelah hampir 10 gantang tanaman lavender baru dirinya berhenti berbuat aneh."Suamiku, tolong kemari..." Ajaknya penuh mesra"Iya aku kesana"" Tolong ikat ini per 50 tanaman dan engkau tata memanjang di bawah pohon bidara disana, oke?"iya-iya tuan putri" Ngos-ngosan aku mengangkut tanaman lavender ini jauh hingga dibawah pohon bidara. Tapi demi istriku yang cantik ini apa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status