Share

4. Kembali menjadi target

"Besok siang. Rumah makan akan buka jam satu siang sampai jam sembilan malam. Tante akan mengurusnya untukmu."

Matahari pun mulai meninggi hingga hingga sedikit condong ke barat. Ambar masih termenung di dalam kamar, memikirkan cara bagaimana ia harus menghadapai Junaedi selanjutnya. Perubahan sikap suaminya yang tak terduga, membuat wanita itu terus mendengus hingga beberapa kali.

"Aaargh! Bisa-bisanya aku memikirkan pria itu!" umpat Ambar mengacak-acak kepalanya..

Tiba-tiba, terbesit dalam pikirannya suatu ide. Ambar pun keluar kamar mencari sosok pria itu. Dia menjumpai suaminya sedang duduk serius di ruang tengah, membaca sebuah majalah maskan tradisional di tangannya. Junaedi melirik sesaat, tapi kemudian dia kembali asik dengan majalah di hadapanya.

Ambar perlahan mendekat dan duduk di sisinya. Junaedi masih terdiam tak terucap sepatah kata pun.

"Kakak-kakakku bilang, mereka akan datang untuk makan malam!" ucap Ambar tiba-tiba.

Seketika itu, Junaedi menutup majalah yang sedang dibacanya. Kemudian dia berkata, "kalau begitu, nanti malam aku akan mengajak Tante Susi dan kakek buyut keluar untuk jalan-jalan. Kamu bisa memasak sendiri untuk makan malam mereka, kan."

"Apa-apaan kamu ini!" Ambar mengangkat tubuhnya dan berbicara dengan suara meninggi. Tanpa sadar, dia mulai terbawa emosi. "Beginikah caramu menghadapi keluargaku? Di mana sopan santunmu!"

"Sopan santun? Ckck." Junaedi pun berdiri menegakkan badannya tak mau kalah. "Bukankah kamu sendiri yang mengundang mereka ke rumah untuk mempermalukanku? Mempermalukan suamimu yang hanya seorang pengangguran! Oh, atau mungkin kamu sudah mendapat kabar, bahwa aku akan bekerja menjadi pelayan di salah satu restoran yang dikelola Tante Susi. Jadi, kamu segaja mengundang mereka untuk menertawakanku?"

Dugaan Junaedi benar-benar tepat sasaran membuat Ambar tercengang kehabisan kata-kata. Junaedi melempar buku majalah yang dipegangnya ke meja, lalu dia pergi karena merasa muak dengan wanita itu.

Wanita itu tampak mangut-mangut mendengus kesal. Segera dia mengabarkan kepada keluarganya, betapa malang dirinya akan sikap sang suami yang telah berubah.

Setelah tiba sore hari menjelang petang, Ambar berhadapan kembali dengan Junaedi di kamar mereka. Pria itu sedang bersiap-siap memakai sweter merah maron, dengan baju dalaman kemeja putih dan celana abu-abu sneakers putih.

"Kakak-kakakku tidak jadi makan malam bersama di rumah kita," celetuk Ambar meraih lengan Junaedi, berharap ia akan membatalkan rencananya untuk pergi.

"Terserah! Itu adalah urusanmu. Mereka datang atau tidak, itu tidak akan merubah rencanaku untuk pergi!" balas Junaedi. Lelaki itu menepis tangan Ambar, lalu pergi meninggalkan kamar dengan sikap dingin, sedingin es di kutub utara.

Jleb!

Sangat menusuk di hati Ambar. "Sialan!" umpatnya mengepal kuat kedua tangannya.

Ketika Junaedi sedang berjalan menuju kamar tamu untuk menemui Susi dan Sutejo, dia melihat Jamelah yang berniat ke dapur untuk mencuci piring.

"Hey, Jamelah!" serunya memanggil gadis itu.

"Ya, Pak?" Gadis itu datang menghadap.

"Aku ada pekerjaan tambahan untukmu!"

"Pekerjaan tambahan? Mengawasi istri Anda?" ujar gadis itu menduga.

"Benar!"

"Baiklah! Tapi Anda harus memberiku bonus dengan tiga porsi batagor di restoran Blok M. Saya akan mengawasi Nyonya Ambar sampai terbit matahari esok, bagaimana?"

"Tiga porsi batagor? Apa kamu kelaparan?" tanya Junaedi melihat porsi makan gadis itu cukup wow.

"Saya tidak lapar, Pak Juned. Hanya saja, batagor di tempat itu adalah favorit saya."

Tempat yang ditunjukan Jamelah adalah salah satu restoran besar bintang lima milik mediang Chef Bambang Sutejo, ayah kandung Junaedi yang sudah meninggal. Sekarang, lima restoran milik Bambang Sutejo, diambil alih oleh adiknya, Susi Sutejo, dan lima restoran lagi dikelola oleh Ambar Wijaya (istri Junaedi). Hal ini, karena anak laki-laki satu-satunya, yaitu Junaedi Sutejo tidak bisa diandalkan.

Namun, Susi sangat sibuk menjadi asisten konglomerat nomor satu, Sri Ningsih Madmirdja Direktur Perusahaan Gaje. Sehingga, dia memberi kesempatan kepada sepupu-sepupunya yang masih menganggur, untuk mengelola restoran-restoran tersebut. Termasuk restoran yang terletak di blok M.

Restoran yang dimaksud itu bernama R.M. BaKul, atau kepanjangan dari Rumah Makan Batagor Kulit. Menu spesial di sana adalah batagor kulit ayam dengan tiga macam toping yaitu, bumbu kacang, bumbu kecap, dan bumbu saus. Ketiga toping ini, tentunya bukan toping biasa. Sedikit aroma daun jeruk semerbak, ditambah rasa gurih bawang merah goreng, dan taburan irisan mentimun dadu, membuat batagor semakin nikmat. Inilah salah satu hal yang menjadikan para pengunjung ketagihan. Sebagai pelengkap, di sana juga tersedia lontong, nasi putih, nasi goreng telor, nasi kuning ayam, lalapan, kerupuk, wedang teh lemon hangat, es teh lemon, dan air mineral.

"Oh, Baiklah! Awasi mulai detik ini! Aku akan pergi ke restoran Blok M untuk makan malam. Setelah pulang nanti, aku akan membawakanmu tiga porsi batagor." Junaedi memberikan secarik kertas berisikan nomor teleponnya.

Jamelah pun menerima secarik kertas itu sebagai tanda setuju.

"Ehem!" Susi datang menyandarkan bahu sebelah kiri ke tembok. "Jadi pergi?"

"Jadi, Tante! Aku panggil kakek dulu." Junaedi beranjak pergi ke kamar tamu yang tinggal beberapa langkah lagi untuk memanggil sang kakek.

Setelah semua siap, mereka bertiga pergi mencari udara segar. Junaedi mengendarai mobil yang Susi bawa dari Jakarta, dan mereka meluncur ke Rumah Makan BaKul perempatan blok M.

Junaedi benar-benar penasaran dengan cita rasa makanan di sana. Rumah makan tersebut, kabarnya merupakan rumah makan terlaris dari kelima restoran yang di ambil alih oleh Susi. Rumah makan ini, dikelola oleh sorang gadis bernama Marina.

Marina juga termasuk keponakan Susi. Umurnya tiga tahun lebih muda dari Junaedi. Gadis itu tergolong yang paling rajin dari cicit-cicit Sutejo yang lain.

"Tante Susi! Kenapa tidak ada kabar kalau mau datang?" sambut Marina tergesa-gesa tampak sangat kerepotan. "Kalau Tante kabar-kabar dulu kan, saya bisa sisakan satu tempat."

Terlihat semua meja penuh dengan pelanggan. Tempat ini memang tidak pernah sepi. Marina sebagai manager yang ramah dan tegas bisa mengatur semua pegawainya dengan baik.

"Eh, nggak ada meja kosong ya .... kalau begitu, kami makan di bangku luar saja." Maksud Susi adalah bangku memanjang yang terletak di bawah pohon mangga samping parkiran motor.

"Jangan, Tante. Di luar dingin. Nanti Kakek masuk angin. Di ruangan saya saja tidak apa. Nanti saya ambilkan dua kursi lagi," ujar Marina begitu simpati kepada sang kakek.

"Nggak perlu repot-repot. Ruanganmu buat Kakek saja. Tante sama Junaedi agak kepanasan."

"Oh, ya sudah kalau begitu. Ngomong-ngomong, mau makan versi apa, Tante?"

"Samain aja tiga lontong batagor kuah kacang sama minum air putih!" jawab Susi.

"Siap, Tante!" Marina berbalik segera menyiapkan sajian.

Saat mereka sedang menunggu, tiba-tiba ponsel Junaedi bergetar.

Drrrrt!

Tampak di layar ponsel, nomor tak dikenal sedang menelpon.

"Siapa?" Tanya Susi.

Junaedi meninggikan kedua bahunya sembari menggelengkan kepala. Kemudian, dia mengangkat telepon tersebut.

"Halo, Pak Juned! Ini saya, Jamelah. Kakak-kakak Nyonya Ambar sudah datang, Pak."

Heh, akhirnya mereka tetap datang juga! Batin Junaedi. Tidak tau apa yang akan mereka lakukan di rumahnya. Tiba-tiba, muncul firasat buruk menjelajahi pikiran Junaedi.

"Pak Juned, Anda harus berhati-hati. Sepertinya, Nyonya Ambar dan saudara-saudaranya berencana ingin membunuh Anda," lanjut Jamelah seakan-akan itu adalah suatu jawaban dari firasat buruknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status