Bab pertama hari ini ... Bab Utama : 1/2 Racun yang ganas dari Cindy Aleta, tapi kenapa Kevin tidak membunuhnya seperti terhadap musuh dia yang sebelumnya? Menarik untuk diikuti bab selanjutnya ya ... :)
Kevin mengangkat kedua pedang itu perlahan, lengan-lengannya bergetar ringan karena tekanan spiritual yang belum surut.Kemudian, bilah suci dan bilah kegelapan disilangkan di depan dadanya. Dalam gerakan itu, langit merespons—cahaya dan bayangan menyembur dari kedua ujung pedang, melesat ke angkasa.Di atas sana, awan berputar liar, membentuk lingkaran takdir seperti stempel langit yang siap ditekan ke atas dunia.Sebuah lambang muncul—lambang eksekusi terakhir.Lambang penghabisan takdir. Bukan hanya pembunuhan. Tapi penghakiman dari dua sisi alam semesta.“Heaven and Abyss Crossed Execution!” serunya, suara itu mengguncang langit dan bumi, seolah seluruh semesta menjadi saksi.Tebasan bersilang dilepaskan.SRAAAGHH!!Cahaya dan kegelapan berpadu dalam satu serangan sempurna. Udara terbelah, menciptakan bunyi aneh—seperti suara cahaya yang dikoyak, atau waktu yang terputus di tengah jalur takdir.Brianstrom hanya sempat mengangkat satu tangan. Gerakan lemah. Bukan untuk membela diri
“Kau terlalu bersih, Brianstrom…” gumamnya di antara napas kasar, bibirnya mengering oleh darah.“Tak punya dosa… tak punya luka.”Ia mendongak, menatap mata musuhnya yang tak goyah.“Tapi aku? Aku... punya semua beban dunia.”Dan dalam kalimat itu, bukan hanya keluh kesah, tapi kutukan. Setiap luka. Setiap kehilangan. Setiap jiwa yang telah ia lihat jatuh demi keadilan yang hampa. Semua itu kini berpadu menjadi kekuatan.Kevin melompat ke udara. Gerakannya memecahkan tekanan angin.Langit bergemuruh. Angin mengaum seperti makhluk buas yang baru saja dilepaskan.Awan di atasnya berputar cepat, berkilat, lalu membeku.Suhu turun drastis. Embun es menari di udara seperti debu halus dari surga yang marah.“Rain of Thousand Ice Swords – Heaven’s Fall!”Dan saat itu juga—langit pecah.CRAAASSSHHH!!!Dari balik awan putih beku, sepuluh ribu pedang es spiritual meluncur turun. Setiap bilah tidak sekadar tajam... mereka membawa memori.Dendam. Rasa sakit. Penyesalan. Pengkhianatan.Semua pera
Langit menggantung suram di atas medan yang hancur—sunyi, dingin, namun menyesakkan. Awan hitam menggulung, berputar-putar seperti pusaran kegelapan yang ditarik dari neraka. Kilat sesekali menyambar, namun tak bersuara, seakan seluruh semesta menahan napas, takut mengganggu detik-detik terakhir dari sebuah takdir yang akan runtuh.Dari sisa-sisa pertarungan yang telah menjadi abu, sosok Kevin muncul bagaikan sisa kutukan yang belum terselesaikan.Jubahnya compang-camping, darah mengering menempel di dada dan lengan. Tapi dari tubuhnya, sesuatu yang lebih kuno dari darah manusia mulai menyala. Aura merah tua, diselimuti kobaran api ungu, menjulur dari pori-porinya seperti asap dari dunia roh.Ia berdiri. Diam. Memandang musuhnya yang tak jauh di depannya.Tangan kanannya terangkat perlahan.Seolah setiap gerakannya menantang langit itu sendiri untuk ikut turun bertarung."Phantom Fire Blood... Final Severance."Ucapannya bukan hanya pengucapan jurus, tapi sumpah penghabisan. Sebuah de
Langit membentang kaku seperti busur surgawi yang ditarik hingga batas terakhirnya. Cahaya senja tertelan oleh awan-awan keunguan yang berdenyut, berkilau dengan energi surgawi yang begitu pekat hingga udara di sekitarnya terasa seperti kaca tipis yang siap pecah. Sunyi menyelimuti daratan, tapi bukan sunyi yang menenangkan—melainkan sunyi yang menggigit, menekan dada dan menelusup hingga ke sumsum.Di tengah medan yang retak oleh tekanan Qi, Brianstrom Seraphblade berdiri tegak seperti sosok dari legenda kuno. Jubah putih perak berkilau tertiup angin yang seolah muncul dari dimensi lain, memutar helaiannya bak nyala api lambat. Ia mengangkat satu tangan perlahan, gerakannya tenang—tapi langit merespons seperti anak panah dilepaskan.SRAAAKKK—!Udara mendesing. Tapi petir tidak menyambar. Justru dunia sekitarnya terasa seperti menjerit dalam diam.Dua belas pedang spiritual melayang melingkari Brianstrom, mengeluarkan suara lirih… bukan suara logam, melainkan erangan tua yang terasa s
Petir melesat, menyayat awan seperti belati membuka luka lama. Kilatan cahaya menari di antara kepulan hitam, bukan membawa harapan, tapi mengabarkan kehancuran yang akan datang. Di bawahnya, tanah bergemuruh lirih, seakan ikut mengerang dalam ketegangan. Tidak ada angin. Tidak ada suara. Alam semesta menahan napasnya.Dan di tengah kehampaan itu, satu sosok melompat ke udara.Kevin Drakenis.Tubuhnya menembus semburan panas yang masih membekas dari tinju Orojin sebelumnya—seperti menantang kekuatan api kuno dengan tekad yang tak bisa dibakar. Dalam satu gerakan senyap, ia memutar tubuh di langit, jubahnya melambai seperti serpihan malam.Dari bibirnya, satu kalimat meluncur pelan—seperti nyanyian kematian yang hanya dimengerti oleh langit dan kegelapan.“King of Darkness.”Dan pada saat itu, dunia... berubah.Aura hitam meledak dari tubuh Kevin. Tapi ini bukan sekadar aura gelap—melainkan kekosongan yang nyata, semesta yang kehilangan warna dan suara. Cahaya tak memantul, melainkan di
Awan hitam mengalir deras di angkasa, berputar seperti naga kuno yang terbangun setelah tidur ribuan tahun. Mereka tak hanya menyelimuti cahaya matahari, tapi juga menyedot harapan yang tersisa dari tanah. Petir berkilat di sela gulungan itu, bukan dengan kilau putih, melainkan merah gelap seperti darah dewa yang dirapal ke langit.Di tengah medan perang yang telah hancur, hanya satu raksasa masih berdiri tegak: Orojin Vastfist.Sosoknya bagaikan pilar dari zaman sebelum catatan sejarah. Tubuhnya dipahat oleh elemen keras dan panas; setiap inci kulitnya menyala seperti arang merah yang dilapisi magma spiritual. Lava mengalir dari pori-porinya, menciptakan genangan merah panas di tempat ia berpijak. Setiap napasnya adalah dengusan kawah aktif, dan mata—dua bola api neraka yang menatap seperti raja yang tak pernah tahu artinya kalah.Ia mendongak. Rahangnya mengeras. Kedua lengannya—besar, kokoh, tak tertandingi—terangkat tinggi ke udara, seolah hendak memeluk langit lalu meremukkannya.