Share

6} Kedatangan Sosok yang Tak Terduga

"Tidak biasanya kamu datang tanpa memberitahu. Ada apa?" 

Mahesa menatap Ganesha yang kini sudah mengambil tempat duduk tepat di depannya. Dua lelaki berbeda usia namun memiliki paras yang mirip itu saling menatap satu sama lain. 

"Papa sudah menyetujui surat kerjasama dengan pihak Atmadja Grup?" Ganesha menyimpan sebuah berkas di atas meja yang langsung diambil oleh sang ayah tanpa menunda, "itu berbagai keuntungan yang akan kita dapatkan jika menerima tawaran ini." Pemuda itu tetap melanjutkan meski raut wajahnya tidak terlihat baik. 

"Pihak mereka tidak mengatakan apa-apa sebelumnya." Setelah melihat secara detail apa yang tertera di dalamnya, Mahesa kembali menatap sang putra. Ada raut kebingungan di sana saat melihat Ganesha yang memberikan pandangan rumit. "Ada apa?" 

Ganesha menegakkan punggungnya lalu berbicara dengan nada lebih pelan, "apa Papa tahu kalau Kalingga mendatangiku saat pesta malam itu?" pertanyaan itu dijawab dengan sebuah anggukan pelan oleh Mahesa, "apa dia membahas tentang ini padamu?"

Pemuda dengan rahang tegas itu menggeleng, "dia datang untuk berbasa-basi, sampai aku merasa bahwa dia tengah kerasukan karena mau mengajakku bicara lebih dulu. Namun yang lebih aneh..dia sepertinya mengenal Ametys." Ujarnya tidak yakin.

"Apa?" tidak mungkin, sangkal Mahesa dalam hati.

"Meski kami tidak terlalu dekat, tapi aku cukup mengenal kepribadiannya dengan baik. Saat itu, Kalingga menatap Ametys seolah keduanya adalah kenalan lama yang dipertemukan kembali secara tak terduga" Ganesha tidak mungkin salah dengan penglihatannya sendiri. Meski Ametys bersikap biasa saja, namun netra yang sedikit serupa dengannya itu agak goyah saat melihat Kalingga datang. 

"Lalu, apa Ametys juga.."

"Ya." Jawab Ganesha dengan yakin, bahkan sebelum Mahesa menyelesaikan pertanyaannya. 

Untuk beberapa waktu, Mahesa hanya bisa terdiam dengan pandangan serius. Sebenarnya, Kalingga mengenal Ametys atau tidak, itu bukan masalah bagi siapapun. Namun, jika Kalingga memberikan banyak keuntungan pada mereka seperti ini hanya demi sebuah kerjasama, itu cukup mencurigakan. Apa sebenarnya yang Kalingga inginkan?

"Pertemuannya adalah besok, kita bisa melihat apa yang sebenarnya dia inginkan saat sudah bertemu nanti."

Sebuah ketukan membuat keduanya yang tengah saling diam, kini menatap ke arah pintu yang terbuka. Itu adalah sekretaris Gama yang datang dengan sebuah ponsel di tangannya. Dilihat dari wajahnya, kabar yang akan mereka terima sepertinya bukanlah hal baik.

"Maaf mengganggu waktunya Tuan. Nona Ametys terlibat insiden kecil di sekolah hari ini. Pihak mereka meminta seorang wali agar masalah ini segera terselesaikan." 

Sepasang ayah dan anak itu terlihat linglung, tidak menduga jika Ametys akan terlibat sebuah kekacauan di hari pertamanya pindah sekolah.

. . .

"Saya tidak mau tahu, pokoknya anak ini harus bertanggungjawab dengan apa yang dia lakukan. Saya ingin dia dihukum sebagaimana mestinya. Yang benar saja, ini adalah sekolah swasta terbaik di ibukota, namun bagaimana mungkin kalian menerima siswa yang memiliki latar belakang tidak jelas seperti ini? Sungguh kredibilitas yang diragukan!" 

Itu adalah Nyonya Mahendra yang berbicara dengan suara keras seolah-olah dunia ini akan hancur jika semua orang tidak mendengarkan keluhannya. Dengan penampilannya yang nyentrik khas seorang sosialita kelas atas, wanita pertengahan lima puluhan itu berdiri angkuh di depan kepala sekolah. Sesekali tangannya akan menunjuk geram pada Ametys yang tengah berdiri di ujung ruangan, nampak tenang dan tidak terganggu.

"Mohon untuk tenang, Nyonya. Masalah ini tidak bisa dipandang dari satu pihak saja." Sang kepala sekolah mencoba menjelaskan. Sulit memang menghadapi orang-orang seperti wanita ini, dan dia tidak bisa menghitung ada berapa wali siswa yang memiliki kepribadian keras dan angkuh seperti ini di masa lalu. Mereka punya banyak uang, namun sayang pikirannya begitu dangkal.

"Bagaimana mungkin saya bisa tenang?" Nyonya Mahendra menjerit kencang sambil merangkul bahu putrinya yang tengah berperan layaknya seorang korban, "lihatlah Amanda! wajahnya bengkak, bibirnya lecet dan berdarah-darah, rambutnya bahkan rontok. Entah setan mana yang merasuki anak baru itu hingga begitu berani menganiaya putriku!" wanita itu menatap Ametys dengan sinis, lalu berujar dengan kejam, "tunggu saja, aku bukan Nyonya Mahendra jika tidak bisa membuatmu mendekam di penjara."

"Nyonya, tolong jangan bertindak implusif! para siswa yang memberikan kesaksian mengatakan bahwa Amanda adalah orang yang membuat masalah lebih dulu, jadi.." kepala sekolah mencoba memberikan pengertian.

"Tidak mungkin! putriku adalah seorang yang terpelajar, dia tahu mana yang salah dan mana yang tidak. Bagaimana mungkin putriku melakukan tindakan memalukan seperti itu?" Nyonya Mahendra tentu langsung membantah ucapan kepala sekolah karena menurutnya itu hanyalah omong kosong belaka, "dengar Pak Kepala, tolong jangan macam-macam dengan saya. Sekali saja Anda berniat membela anak miskin tidak tahu diri itu, maka pekerjaan Anda akan berakhir detik ini juga."

Mendengar hal itu, kepala sekolah sontak terdiam untuk beberapa saat. Tentu dia tahu kalau ucapan tersebut bukan hanya ancaman karena keluarga Mahendra memiliki kuasa penuh di sini. Terhitung sejak tiga tahun yang lalu, mereka telah menjadi donatur tetap untuk sekolah ini. Satu alasan yang membuat Amanda sering bersikap seenaknya pada siswa yang tidak disukainya.

Meski begitu, dia bukanlah penakut apalagi berpikiran congkak. Maka dengan tenang dan penuh pertimbangan, kepala sekolah menjawab, "tidak perlu terburu-buru, Nyonya. Bukankah kesaksian dari dua belah pihak adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan dalam kasus apapun? kenapa Anda tidak mau mendengarkan penjelasan Ameys lebih dulu? dengan begini.."

"Apanya yang perlu dijelaskan?" lagi-lagi Nyonya Mahendra memotong ucapan kepala sekolah. Wajahnya memerah karena menahan kesal sekaligus amarah, dia seperti akan memakan orang detik itu juga jika keinginannya tidak dituruti. "Apa yang Anda tunggu sekarang? cepat berikan hukuman yang setimpal untuk gadis itu! akan lebih baik jika dia dikeluarkan dari sekolah hari ini juga."

Helaan nafas terdengar, kepala sekolah mulai kehilangan kesabarannya. "Sudah saya bilang, kita harus menunggu wali saudari Ametys untuk menyelesaikan masalah ini Nyonya." 

"Tunggu? siapa yang kita tunggu? saya tidak akan menunggu siapapun. Dengar, cepat berikan gadis itu pelajaran sesuai dengan perintah saya. Kalau tidak.."

"Kalau tidak, kenapa?"

Semua orang yang ada di sana sontak menoleh ke arah pintu yang terbuka.

Di sana, berdiri dua lelaki muda berpenampilan rapi. Satu orang yang berdiri paling depan nampak dingin dengan aura kejam di sekelilingnya. Setelah melihat Ametys sekilas, lelaki itu kemudian menatap Nyonya Mahendra dalam diam. Tidak mengatakan apa-apa lagi, namun semua orang merasa lelaki ini tidak akan mudah dihadapi. Sedangkan yang satunya lagi hanya tersenyum lebar seolah baru saja menonton pertunjukan komedi. Namun dilihat dari wajahnya yang seperti terhibur namun matanya begitu tajam, mereka merasa kalau orang ini memiliki kepribadian ganda.

"Beginikah cara kalian menyelesaikan masalah?"

. . .

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status