Home / Fantasi / Pewaris Kekuatan Alam Semesta / Bab 4 Pencarian Warisan Tersembunyi

Share

Bab 4 Pencarian Warisan Tersembunyi

Author: Raden Arya
last update Last Updated: 2025-07-16 23:16:51

Cahaya rembulan masih menggantung tinggi saat Itachi duduk bersila di tepi tebing Lembah Keseimbangan. Angin malam membawa hawa dingin yang menusuk, namun pikirannya tetap panas, terbayang-bayang oleh suara gemuruh dari utara yang menandai ancaman kegelapan.

Namun guru spiritual Itachi justru berubah pikiran, merasakan keraguan di dala hatinya.

Hiroto duduk di samping Itachi, tatapan mata pria tua itu menembus cakrawala kelam. "Kau belum siap, Itachi,"Katanya pelan. "Kegelapan yang bangkit itu bukan sekadar kekuatan maha dahsyat. Mereka juga datang membawa keangkara murkaan sejati yang dapat menghancurkan dunia bahkan cahaya yang paling murni sekalipun."

Itachi menunduk, mengepalkan tinjunya. "Lantas apa yang harus kulakukan, Guru?"

Hiroto mengangguk perlahan. "Benar. Kau telah menguasai empat elemen dasar, bahkan menyatukan mereka dalam keharmonisan. Tapi dunia lebih luas dari yang kau kira. Ada kekuatan yang belum kau sentuh yaitu elemen-elemen purba, pengetahuan kuno, dan warisan leluhur yang tersembunyi di balik pegunungan dan lembah, di dalam kuil-kuil dewa yang terlupakan."

Dengan tatapan penuh keyakinan, Hiroto berkata, "Perjalananmu berikutnya bukan tentang pertempuran. Ini tentang pencarian, memahami lebih dalam hakikat kekuatanmu, menemukan apa yang hilang selama ratusan tahun."

Perjalanan yang masih panjang bagi Itachi untuk menyelamatkan dunia dari kegelapan.

***

Pada keesokan harinya, Itachi memulai perjalanan barunya. Ia meninggalkan Lembah Keseimbangan dengan hanya membawa pakaian sederhana, sebuah tas kecil berisi bekal, dan tongkat kayu warisan Hiroto. Misinya jelas, mencari Kuil Cahaya Bumi yang dipercaya menyimpan rahasia kekuatan leluhur dari zaman sebelum perang pertama.

Perjalanannya membawanya melewati hutan-hutan lebat, lembah-lembah berkabut, dan desa-desa kecil yang belum pernah ia kunjungi. Setiap tempat menyimpan kisahnya sendiri, dan Itachi menyimak semuanya dengan saksama.

Di Desa Hisen, ia membantu warga mengatasi tanah longsor yang menutup jalur sungai. Ia menggunakan elemen tanah dan air secara bersamaan untuk mengembalikan aliran air ke jalurnya, membuat warga berterima kasih dan menyebutnya "anak dari langit".

Di Pegunungan Fuhara, Itachi menemukan reruntuhan kuil tua. Di sanalah ia bertemu dengan seorang pertapa bernama Daisuke yang mengajarkan teknik "Pendengaran Jiwa", kemampuan untuk merasakan riak energi makhluk hidup dari jarak jauh. Daisuke memperingatkannya, "Tidak semua kekuatan berasal dari penghancuran, sebagian besar berasal dari pemahaman." Dengan sabar, Itachi melatih dirinya berhari-hari hingga ia mampu merasakan getaran seekor kelinci yang melintas sejauh seratus langkah.

Minggu berganti minggu. Itachi terus berjalan, terus belajar. Di Hutan Hitam, ia menghadapi binatang buas yang dirasuki kegelapan. Namun bukannya membunuh, ia menenangkan mereka dengan aliran energi seimbang, mengusir kegelapan tanpa pertumpahan darah. Pengalaman itu membuka matanya bahwa tidak semua musuh harus dilawan dengan kekuatan, tapi dengan hati.

Saat musim berganti, Itachi akhirnya mencapai wilayah yang dinamakan Tanah Berkabut. Di sinilah, menurut Hiroto, Kuil Cahaya Bumi berada, tersembunyi di antara pegunungan berkabut tebal. Namun jalannya tidak mudah. Kabut seolah hidup, menyesatkan siapapun yang berani melangkah ke dalamnya.

Di dalam kabut, Itachi kehilangan arah. Hari pertama ia mencoba mengendalikan angin untuk menyibak kabut, tapi seketika angin kembali mendorongnya ke jalan semula. Hari kedua, ia mencoba mengalirkan energi tanah untuk membaca jalur tersembunyi, namun hanya berakhir kembali di titik awal. Pada hari ketiga, rasa frustrasi mulai menggerogoti hatinya.

"Aneh, mengapa kekuatan elemenku seolah-olah tidak berguna di tempat ini? Apa yang harus aku lakukan?"

Namun ia teringat pada ajaran Daisuke: "Tidak semua jalur bisa dibuka dengan kekuatan. Ada yang hanya bisa dibuka dengan hati."

Ia duduk bersila, memejamkan mata, dan membiarkan dirinya menyatu dengan alam. Ia tidak melawan kabut, melainkan mendengarkannya, mengikuti aliran energi halus yang tersembunyi di dalamnya. Perlahan tapi pasti, langkahnya menapaki jalan tak kasat mata, membawa dirinya semakin dalam ke jantung Tanah Berkabut.

Pada malam ketujuh, di balik kabut pekat, ia tiba di depan sebuah kuil kuno yang terbuat dari batu pualam putih, bersinar samar di bawah cahaya rembulan. Kuil Cahaya Bumi.

Di dalam kuil, Itachi tidak menemukan kemegahan. Justru kesederhanaanlah yang menyambutnya.

Patung leluhur, lukisan kuno, dan prasasti yang bercerita tentang masa lalu. Ia membaca setiap prasasti, menyerap setiap kisah.

Salah satu prasasti menuliskan tentang "Sang Penyeimbang Agung" yang berhasil menyatukan delapan elemen, termasuk empat elemen purba, yaitu petir, Es, Awan, dan Cahaya.

"Inilah kekuatan yang belum pernah kusentuh," Bisik Itachi.

Namun tidak semua berjalan dengan mudah. Untuk mengakses kekuatan itu, ia harus melewati "Ritual Pengujian Jiwa". Tanpa bimbingan Hiroto, ia harus menghadapinya sendirian.

Ritual itu membawanya ke ruang bawah tanah kuil, ke sebuah altar batu di mana ia harus membuka gerbang ke dalam pikirannya sendiri. Ia berhadapan dengan ketakutan terdalamnya, bayangan dirinya yang dipenuhi amarah, kesombongan, dan keraguan.

Pertempuran batin berlangsung selama tiga hari tiga malam, dalam kegelapan tanpa makanan dan air. Ia menjerit, jatuh, bangkit, berteriak, hingga akhirnya ia menerima sisi gelap dirinya. Ia tidak lagi melawannya, tetapi menerimanya sebagai bagian dari dirinya, menyeimbangkan cahaya dan bayangan dalam hatinya.

Ketika matanya terbuka, lingkaran elemen baru menyala di bawah kakinya. Ia merasakan arus petir menyentuh nadinya, embun es menyelimuti kulitnya, awan membelai rambutnya, dan cahaya murni menghangatkan jiwanya.

Kekuatan baru telah terbangun.

Keluar dari kuil, Itachi tidak lagi merasa ragu. Ia tahu peperangan belum tiba. Tugasnya saat ini adalah menyiapkan diri, mengumpulkan pengetahuan, memahami dunia lebih dalam, dan menemukan penjaga elemen lainnya yang mungkin masih tersembunyi di dunia ini.

Ia berjalan menuruni pegunungan dengan langkah ringan. Jiwanya terasa damai, tubuhnya lebih kuat dari sebelumnya. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa kekuatan sejati bukan hanya tentang siapa yang paling kuat, tetapi siapa yang paling memahami dirinya sendiri.

Perjalanan masih panjang, dunia masih menyimpan banyak misteri, dan Itachi siap untuk menjelajahinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 70. Masa Lalu Artheon

    Guru Shunri tersenyum hangat. “Bukan mengendalikan, Itachi. Tapi menyatukan. Kau bukan penguasa alam, kau bagian dari alam itu sendiri. Jika kau bisa memahami hal itu, maka tak ada kekuatan yang bisa melawanmu.” Kabut perlahan menipis. Cahaya mentari pagi mulai menghangatkan kulit. Dan di tengah ketenangan itu, Itachi menatap cakrawala merasakan bahwa hari itu bukan sekadar latihan, melainkan awal dari sesuatu yang jauh lebih besar. Roh-roh di udara berbisik lembut seolah menyambut kebangkitannya. Sementara dari kejauhan, Guru Shunri memejamkan mata, bergumam pelan, “Artheon… pewarismu telah mulai memahami bahasa dunia. Kini, takdir akan mulai bergerak lagi.”Udara malam di Kuil Roh Puncak Sembilan Langit terasa begitu tenang. Angin berhembus lembut membawa aroma dupa dan dedaunan kering, sementara kabut putih menari di antara lentera-lentera batu yang berjejer di halaman. Itachi duduk bersila di bawah pohon suci, di depan kolam roh yang memantulkan cahaya bulan samar.Namun mal

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 69. Pelatihan Elemen Roh Dasar

    Pagi hari di Kuil Roh diselimuti kabut lembut yang bergulung seperti tirai sutra putih. Embun menggantung di ujung dedaunan, dan hawa spiritual yang tenang menyelimuti seluruh puncak. Cahaya mentari pertama menembus awan tipis, memantulkan warna keemasan di atas atap kuil kuno itu.Di tengah halaman batu yang luas, Itachi berdiri dengan tubuh tegap. Di hadapannya berdiri Guru Shunri, sang pengendali roh agung, berpakaian jubah putih panjang dengan bordiran simbol spiral yang melambangkan keselarasan antara alam dan jiwa. Tatapannya lembut, namun penuh kedalaman seperti samudra yang tak terukur.Di sisi lain, Aoka dan Nala berdiri memperhatikan dari bawah pohon suci. Keduanya tampak menahan napas, karena atmosfer pelatihan hari itu terasa berbeda. Aura spiritual yang begitu pekat memenuhi udara.“Elemen roh,” ucap Guru Shunri perlahan, suaranya bergema lembut namun penuh wibawa, “adalah elemen tertua yang lahir sebelum bahkan api dan air diciptakan. Roh adalah nafas alam semesta, pengh

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 68. Kepercayaan Roh Kuno Qilin Kepada Itachi

    “Guru,” katanya perlahan, “apakah… aku akan mengalami hal yang sama?”Guru Shunri menatapnya lama. “Tak ada dua jalan takdir yang benar-benar sama, Itachi. Namun sejarah memiliki kebiasaan buruk ia selalu mencoba berulang, menunggu seseorang yang cukup kuat untuk memutus rantainya.”Aoka menatap Itachi, hatinya berdesir tak tenang. Ia bisa melihat kegelisahan di mata pemuda itu, bayangan Artheon seolah menempel di dalam dirinya.Shunri lalu berdiri, berjalan ke arah Itachi dan menepuk pundaknya.“Artheon gagal karena ia tak bisa menyeimbangkan hati dan kekuatannya. Kau berbeda. Kau memiliki rasa takut… dan itu baik. Karena hanya orang yang takut kehilangan, yang benar-benar tahu arti melindungi.”Zentarion muncul sepenuhnya, menatap Shunri dan mengangguk hormat. “Ia mungkin belum sehebat Artheon… tapi aku tahu, api dalam dirinya berbeda. Ia bukan hanya ingin melawan kegelapan, ia ingin mengubahnya.”Guru Shunri tersenyum. “Maka biarlah sejarah memberi kesempatan kedua bagi semesta ini

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 67. Pewaris Kekuatan Elemen Semesta Pertama

    Aoka tersenyum haru. “Itachi… kau sudah melangkah jauh sekali.” Nala yang duduk di sampingnya juga menatap kagum, “Rasanya… auramu kini seperti bukan manusia biasa.” Guru Tua kemudian menepuk bahu Itachi dengan lembut. “Istirahatlah malam ini. Besok, aku akan memperkenalkanmu pada Roh Penuntun Langit, roh yang hanya akan muncul di hadapan mereka yang benar-benar selaras dengan dirinya.” Sambil menatap langit sore yang mulai memerah, Itachi menggenggam Reizenkai dan berbisik lirih, “Zentarion… terima kasih. Aku tahu, perjalanan ini baru dimulai.” Roh pedang itu menatapnya tenang. “Dan aku akan terus di sisimu… sampai hari di mana langit dan bumi berhenti berputar.” Pada keesokan harinya... Langit pagi di puncak Kuil Roh tampak tenang, namun hawa spiritual di sekitarnya terasa berat dan dalam. Kabut lembut menari di antara pilar-pilar batu, seolah menyembunyikan rahasia ribuan tahun di balik tempat suci itu. Itachi, Aoka, dan Nala berdiri di hadapan Guru Tua Shunri, sang pen

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 66. Pertemuan Kembali Dengan Guru Shunri

    “Aku... takut suatu saat segel kutukan ini membuatku kehilangan kendali. Sama seperti bagaimana Api Abadi mencoba menguasaimu.” Itachi menatapnya lembut. “Kalau itu terjadi, aku akan ada di sana untuk menahanmu.” Aoka menambahkan dengan senyum penuh keteguhan, “Dan aku akan melindungimu, bahkan kalau itu berarti harus melawan seluruh langit.” Nala tersenyum kecil, air matanya hampir jatuh. “Kalian berdua... selalu bicara seperti pahlawan. Tapi... terima kasih.” Itachi memandang dua orang yang kini sudah seperti keluarganya sendiri. Dalam hatinya, ia berjanji tak akan membiarkan siapa pun lagi menderita seperti dulu. Di langit, bintang jatuh melintas sejenak, meninggalkan jejak cahaya putih keperakan di udara. Aoka menatapnya dan berkata pelan, “Kau lihat itu, Itachi? Itu pertanda.” “Pertanda apa?” “Bahwa perjalanan kita belum selesai.” Itachi menatap jauh ke cakrawala, di mana langit dan bumi bertemu. Dalam hatinya, suara Zentharion bergema pelan suara yang hanya bisa ia deng

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 65. Antara Keraguan Dan Nyala Tekad

    Aoka dan Nala saling berpandangan. Ada rasa tenang yang aneh di sekitar pria tua itu, tapi juga kekuatan yang begitu dalam, seperti lautan tanpa dasar. Sementara Ba Xian duduk di atas bahu Itachi sambil tertawa kecil. “Hati-hati, ya. Kalau beliau mulai bicara soal keseimbangan alam semesta, siap-siap kepalamu berasap.” Guru tua itu tersenyum tipis mendengar celoteh si kera, lalu menatap kembali pada Itachi. “Baiklah, anak pewaris elemen semesta. Malam ini kalian akan beristirahat di bawah atap langit. Besok, pelajaran pertama akan dimulai, bukan tentang kekuatan, tapi tentang diri kalian sendiri.” Suasana mendadak hening. Hanya terdengar suara hewan-hewan roh yang bernafas lembut di sekitar mereka, dan langit yang perlahan diselimuti cahaya bintang. Itachi menatap ke langit, lalu ke arah kuil yang berdiri megah di hadapannya. Ia tahu… langkah berikutnya akan menjadi awal dari ujian baru, bukan hanya melawan kegelapan di luar, tapi juga kegelapan yang tersembunyi di dalam dirinya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status