Home / Fantasi / Pewaris Kekuatan Alam Semesta / Bab 6 Murka Dewa Kegelapan

Share

Bab 6 Murka Dewa Kegelapan

Author: Raden Arya
last update Last Updated: 2025-07-17 00:08:21

Langit di atas Tanah Berkabut kembali menghitam, bukan karena badai biasa, tetapi oleh amarah yang membelah cakrawala. Di kedalaman dunia kegelapan, Dewa Kegelapan Kuno, Zhurval, terbangun dari tidurnya yang panjang.

Mata merahnya menyala membelah bayangan, menyaksikan kehancuran salah satu iblis peliharaannya, Yoru Kiba, melalui cermin kegelapan raksasa yang melayang di hadapannya.

Dapat melihat apapun yang diinginkan olehnya, hanya tinggal mengucapkannya saja maka apa yang diminta akan muncul di dalam cermin.

"Anak manusia... Itachi..." suara Zhurval menggelegar, mengguncang lembah-lembah yang tersembunyi dalam dunia bawah. "Berani menginjakkan kaki di tanah terlarang dan menghancurkan salah satu pelindung kegelapan yang kutitipkan pada dunia fana."

Dengan ayunan tangannya yang menghitam, Zhurval mengirimkan bayangan ke seluruh dunia manusia. Suara gaib menggema, meretakkan langit dan membuat para penghuni dunia atas merasakan hawa dingin menusuk tulang.

Sementara itu, Itachi sedang berjalan melewati Hutan Suroji, setelah menyelamatkan Desa Arakiri. Langkahnya ringan, tapi pikirannya tetap waspada. Ia belum sempat beristirahat lama ketika langit mendadak menggelap secara tidak wajar. Awan hitam bergulung, angin kencang berhembus, dan suara raungan menggema dari langit.

Dari kejauhan, bayangan hitam melayang, membentuk sosok mengerikan yang menutup sebagian besar langit. Dalam sekejap, suara dalam kepala Itachi terdengar—sebuah bisikan berat dan penuh dendam.

"Manusia rendahan, kau telah mengganggu keseimbangan dunia yang kuatur. Kau telah menghancurkan salah satu penjagaku, dan untuk itu... kau akan membayar mahal," ujar Zhurval.

Itachi menghentikan langkahnya, mengangkat kepala dan berteriak, "Jika keseimbangan yang kau maksud adalah penindasan terhadap manusia tak bersalah, maka aku akan terus melawanmu, Zhurval!"

Dewa kegelapan tidak tinggal diam. Dalam sekejap, sebuah bayangan hitam menjelma dari langit dan menghantam tanah di depan Itachi. Tanah retak, pohon-pohon roboh, dan dari pusaran kegelapan itu muncul tiga entitas bayangan yang jauh lebih kuat dari Yoru-Kiba. Mereka adalah Jendral Bayangan—tiga penjaga utama Zhurval yang selama ribuan tahun tidak pernah muncul di dunia manusia.

Yang pertama adalah Morgath, sang pengendali ilusi, sosok bertubuh ramping dengan wajah yang selalu berubah-ubah. Yang kedua adalah Brukza, monster bertubuh raksasa berlapis baja hitam dengan kekuatan destruktif tak tertandingi. Yang terakhir adalah Kaelros, pemburu jiwa yang mampu menghisap energi kehidupan hanya dengan tatapan matanya.

"Kami datang untuk mengantarmu pada kematian, anak manusia," kata Morgath dengan suara menggema, senyumnya menipu.

Itachi menancapkan tongkat kayu warisan Hiroto ke tanah, membiarkan arus energi dari delapan elemen mengalir dalam dirinya. "Aku tidak akan mundur. Aku akan menyeimbangkan dunia ini, meskipun aku harus menghadapi seluruh kegelapan yang kau kirimkan, Zhurval!"

Pertarungan pun dimulai. Morgath mengurung Itachi dalam dunia ilusi, mempermainkan pikirannya dengan bayangan dari masa lalu—kenangan keluarganya yang terbunuh, keraguan diri, dan kesendirian yang pernah melingkupinya.

Itachi melawan dengan kekuatan cahaya, namun Morgath lebih lihai, menembus pertahanan mentalnya sedikit demi sedikit.

Brukza menerjang dengan kekuatan brutal, membuat tanah bergetar dan udara berdesir keras.

Itachi mencoba menangkis serangan dengan tanah dan petir, namun tubuhnya mulai melemah, gerakannya melambat. Brukza menghantamnya berulang kali, membuat tubuh Itachi terluka parah.

Kaelros mengendap-endap dalam bayangan, mencuri energi kehidupan Itachi secara perlahan. Dengan setiap serangan mereka, kekuatan Itachi terus menguras habis, luka-lukanya semakin parah, dan nafasnya semakin berat.

Zhurval menyaksikan dari kejauhan dengan tawa puas. "Kekuatanmu hanya percikan kecil di hadapan lautan kegelapan," bisiknya.

Dengan hantaman terakhir, Itachi terpental jauh, tubuhnya menghantam bebatuan dan tergeletak tak berdaya. Matanya mulai redup, cahaya yang menyelimutinya perlahan padam. Ketiga Jendral Bayangan bersiap menghabisinya.

Namun, tepat saat mereka hendak melancarkan serangan terakhir, hawa dingin luar biasa menyelimuti medan pertempuran.

Salju turun dengan derasnya, suhu udara merosot tajam, dan dari balik hutan muncul sosok perempuan berjubah biru es yang setengah wajahnya tertutup cadar putih panjang.

"Cukup," suara perempuan itu menggelegar, namun membawa ketenangan sekaligus ancaman. Ia mengangkat tangannya, dan dari telapak tangannya terpancar energi es murni yang membekukan tanah, udara, bahkan bayangan yang melayang.

Dengan satu gerakan, perempuan itu melumpuhkan ketiga jendral bayangan untuk sementara waktu, membekukan kaki mereka di tempat dan menghentikan serangan mereka. Ia melompat ke arah Itachi, memeluk tubuh lemah itu, lalu berlari secepat angin membawanya menjauh dari pertempuran.

"Tenanglah, kau akan baik-baik saja," bisiknya lembut pada Itachi yang nyaris tak sadarkan diri.

Di kejauhan, Zhurval meraung marah, "Siapa kau, berani menghalangi jalanku!"

Namun perempuan itu tidak menjawab, hanya terus berlari, meninggalkan jejak kristal es di setiap langkahnya, membawa Itachi menuju tempat yang lebih aman, tempat di mana ia dapat memulihkan kekuatannya dan belajar tentang kekuatan baru yang lebih besar dari sebelumnya.

...

Itachi tidak sadarkan diri selama tiga hari. Selama waktu itu, perempuan pengguna elemen es murni terus merawat luka-lukanya dengan ketelatenan luar biasa.

Di sebuah gua tersembunyi yang dikelilingi lapisan es dan tanaman berkilauan seperti kristal, Itachi terbaring dengan wajah pucat, tubuhnya terbalut kain bersih dan diselimuti energi penyembuh yang bersinar lembut.

Perempuan itu duduk di sampingnya, matanya yang berwarna biru terang mengawasi dengan cermat setiap perubahan nafas Itachi. Tangannya tidak berhenti mengalirkan es murni yang menenangkan dan memperbaiki kerusakan jaringan tubuh. Sesekali ia menggiling rempah herbal yang ditanam di daerah bersalju, membuat ramuan yang mempercepat regenerasi tubuh.

Pada malam ketiga, tubuh Itachi mulai bereaksi. Jari-jarinya sedikit bergerak, napasnya menjadi lebih dalam, dan warna kulitnya kembali normal perlahan. Perempuan itu tersenyum lega. Ia menyentuh dahinya dengan lembut, membisikkan mantra pendingin untuk menenangkan pikirannya yang sempat terguncang akibat pertempuran berat.

Pagi hari keempat, mata Itachi perlahan terbuka. Pandangannya buram, suara yang pertama kali didengarnya adalah suara lembut perempuan itu.

"Kau akhirnya bangun," katanya pelan.

Itachi mengerjap beberapa kali, mencoba fokus. "Di... mana aku?"

"Di tempat yang aman," jawab perempuan itu, mengangkat semangkuk air hangat ke bibirnya Itachi. "Minumlah. Kau kehilangan banyak energi."

Itachi menurut, meneguk air tersebut. Rasanya sejuk dan menenangkan, berbeda dengan air biasa. Sedikit demi sedikit kekuatannya kembali, meski tubuhnya masih terasa berat.

"Siapa kamu?" tanyanya lemah.

Perempuan itu tersenyum lembut. "Namaku Aoka, aku berasal dari Suku Es Murni di Pegunungan Utara. Aku adalah keturunan terakhir penjaga Es Purba."

"Mengapa... kamu menolongku?" Itachi masih kebingungan, mengingat bagaimana ia hampir mati di tangan para jenderal bayangan.

"Karena aku telah menunggumu sejak lama," jawab Aoka. "Dunia telah lama menunggu seseorang yang mampu membawa keseimbangan antara cahaya dan kegelapan. Aku diutus untuk membimbingmu agar tidak menjadi korban dalam perang ini, namun menjadi kunci penyeimbangnya."

Itachi terdiam, pikirannya berkecamuk. Pertarungan terakhir meninggalkan trauma, dan kini ia harus menerima kenyataan baru bahwa ada orang lain yang mengetahui takdirnya.

"Kau belum siap untuk menghadapi Zhurval," lanjut Aoka. "Tubuhmu masih terlalu lemah, pemahamanmu tentang elemen masih terbatas. Aku akan melatihmu di sini, jauh dari penglihatan para bayangan. Kita akan memulihkan kekuatanmu, memperdalam elemenmu, dan menyiapkanmu untuk peperangan yang lebih besar."

Itachi hanya bisa mengangguk. Meski tubuhnya lemah, semangatnya perlahan bangkit. Ia tahu perjuangan belum berakhir, dan bersama Aoka, mungkin ia bisa menemukan jawaban tentang kekuatan sejati yang selama ini ia cari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 11. Cahaya Di Balik Kutukan

    Kabut dingin masih menyelimuti jalan setapak saat Itachi dan Aoka meninggalkan desa mati itu, membawa anak perempuan yang masih belum sadarkan diri. Langit di atas mereka berwarna abu suram, seolah alam pun belum mampu memutuskan apakah hari itu akan menjadi pagi atau tetap larut dalam kelam. “Kita harus mencari tempat yang aman untuk berlindung malam ini,” ujar Aoka sembari memeluk tubuh sang anak dengan erat. Itachi mengangguk. Luka-luka di tubuhnya sudah mulai mengering berkat bantuan kekuatan es murni Aoka, tapi tubuhnya tetap terasa berat. “Kita harus tahu siapa dia… kenapa dia bisa mengandung segel kutukan iblis penghancur.” ujarnya. Mereka berjalan melewati hutan beku yang sepi. Burung-burung tidak berkicau, ranting-ranting tampak mati. Seakan segala bentuk kehidupan menghindari jalur yang baru saja mereka lewati. Beberapa jam kemudian, mereka menemukan sebuah goa tersembunyi di balik tebing es yang tinggi. Tempat itu cukup terlindungi dari angin dan suhu ekstrem.

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 10 Pertempuran Melawan Bayangan Abadi

    Udara bergetar, tanah berdenyut, dan langit seakan terbelah oleh kegelapan pekat yang berpusar di tengah reruntuhan desa mati. Sosok berjubah hitam dengan dua tanduk melengkung perlahan melangkah keluar dari bayangan, setiap tapaknya meninggalkan jejak api hitam yang membakar tanah. Itachi merasakan tekanan luar biasa menghantam dadanya, seolah hawa kematian yang selama ini hanya ia dengar dalam legenda, kini berdiri tepat di hadapannya. “Sebut namamu!” seru Itachi, menggenggam erat pedangnya. Dari balik kerudung kegelapan, suara berat menjawab, “Aku adalah Bayangan Abadi, pecahan kekuatan langsung dari Dewa Kegelapan Kuno… Penjaga gerbang kutukan yang kalian coba bawa pergi.” Aoka menggertakkan gigi. “Selama kami masih berdiri, kau tidak akan membawa siapa pun kembali dalam belenggu kegelapanmu!”Wushh... Dengan satu ayunan tangannya, Bayangan Abadi mengirimkan badai kegelapan menerjang mereka. Itachi melompat cepat ke depan, pedangnya bersinar membelah badai itu, sement

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 9: Bayangan Kutukan di Desa Mati

    Matahari baru saja muncul dari balik pegunungan bersalju ketika langkah kaki Itachi dan Aoka menapaki jalan setapak yang mengarah ke lembah terpencil. Setelah tiga pekan berlatih di puncak gunung bersama Aoka, perjalanan baru dimulai.Tujuan mereka adalah sebuah kuil kuno yang konon menyimpan rahasia elemen kuno—energi purba yang diyakini mampu menandingi kekuatan para dewa kegelapan. “Lembah di bawah sana adalah jalur tercepat menuju kuil kuno,” ucap Aoka sambil menunjuk peta lusuh yang digenggamnya. “Namun kita harus melewati desa Mirasha… atau lebih tepatnya, bekas desa itu.” Itachi mengernyit. Ia pernah mendengar nama desa itu dalam bisikan para pengelana. Desa Mirasha dulunya makmur, namun sejak beberapa bulan lalu dikabarkan hancur tanpa jejak kehidupan. Penyebabnya? Serangan brutal dari pasukan iblis kegelapan. Saat mereka menuruni bukit menuju dataran rendah, hawa di sekitar berubah drastis. Tidak lagi sejuk dan menyegarkan seperti biasanya, melainkan sunyi mencekam de

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 8 Simfoni Es yang Mengikat Dua Jiwa

    Udara pegunungan yang menggigit menusuk kulit Itachi, namun untuk pertama kalinya dalam hidupnya, rasa dingin tak lagi menyakitkan. Justru terasa menenangkan, seolah pelukan es murni Aoka membimbingnya menuju kekuatan sejati. Pagi itu, di puncak gunung tertutup salju yang menghampar seperti lautan putih tanpa ujung, Itachi berdiri dengan kedua kaki tertanam dalam timbunan es. Di hadapannya, Aoka melayang di atas batu es biru, matanya seperti kristal bening yang bersinar dalam kabut tipis. "Atur nafasmu, Itachi," ujar Aoka, suaranya tenang namun penuh wibawa. "Rasakan arus energi dari sekitarmu. Es bukan hanya pembekuan, es adalah keseimbangan sempurna antara ketenangan dan kekuatan." Itachi menutup mata. Ia merasakan angin dingin yang mengelus pipinya, mendengar desir salju yang jatuh dari dahan pinus. Perlahan ia menarik nafas panjang, mencoba menangkap getaran energi yang tak terlihat namun nyata. "Biarkan hatimu tenang," Aoka melanjutkan, "Kendalikan emosi, karena elemen

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 7 Es yang Mengalir dari Luka Lama

    Tiga hari berlalu sejak Itachi terselamatkan oleh Aoka. Di dalam gua yang tersembunyi di balik gunung salju, di mana hembusan angin pun tak mampu menembus ketenangan, Itachi mulai pulih.Ketika ia sudah cukup kuat untuk duduk, Aoka menemaninya setiap hari, mengajari latihan pernapasan untuk mengendalikan energi elemen.Namun hari itu, ada sesuatu yang berbeda. Ketika Itachi bertanya, "Siapa kau sebenarnya, Aoka?" mata perempuan itu sedikit bergetar, seperti menyembunyikan kepingan masa lalu yang tak mudah diungkapkan.Aoka terdiam lama. Kemudian, ia bangkit dari duduknya, berjalan menuju tebing kecil yang menghadap hamparan salju tak berujung. Helaan nafasnya menciptakan uap putih yang tipis namun menyesakkan."Kau ingin tahu siapa aku?" katanya pelan, suaranya terdengar seperti desiran angin musim dingin. "Baiklah, Itachi... aku akan memberitahumu segalanya."Ia menatap kejauhan, matanya menyipit seolah menembus jarak dan waktu."Aku adalah Aoka Eilandra, putri tunggal dari Raja Fenr

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 6 Murka Dewa Kegelapan

    Langit di atas Tanah Berkabut kembali menghitam, bukan karena badai biasa, tetapi oleh amarah yang membelah cakrawala. Di kedalaman dunia kegelapan, Dewa Kegelapan Kuno, Zhurval, terbangun dari tidurnya yang panjang.Mata merahnya menyala membelah bayangan, menyaksikan kehancuran salah satu iblis peliharaannya, Yoru Kiba, melalui cermin kegelapan raksasa yang melayang di hadapannya.Dapat melihat apapun yang diinginkan olehnya, hanya tinggal mengucapkannya saja maka apa yang diminta akan muncul di dalam cermin. "Anak manusia... Itachi..." suara Zhurval menggelegar, mengguncang lembah-lembah yang tersembunyi dalam dunia bawah. "Berani menginjakkan kaki di tanah terlarang dan menghancurkan salah satu pelindung kegelapan yang kutitipkan pada dunia fana." Dengan ayunan tangannya yang menghitam, Zhurval mengirimkan bayangan ke seluruh dunia manusia. Suara gaib menggema, meretakkan langit dan membuat para penghuni dunia atas merasakan hawa dingin menusuk tulang. Sementara itu, Itac

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status