Home / Fantasi / Pewaris Kekuatan Alam Semesta / Bab 7 Es yang Mengalir dari Luka Lama

Share

Bab 7 Es yang Mengalir dari Luka Lama

Author: Raden Arya
last update Last Updated: 2025-07-17 00:38:19

Tiga hari berlalu sejak Itachi terselamatkan oleh Aoka. Di dalam gua yang tersembunyi di balik gunung salju, di mana hembusan angin pun tak mampu menembus ketenangan, Itachi mulai pulih.

Ketika ia sudah cukup kuat untuk duduk, Aoka menemaninya setiap hari, mengajari latihan pernapasan untuk mengendalikan energi elemen.

Namun hari itu, ada sesuatu yang berbeda. Ketika Itachi bertanya, "Siapa kau sebenarnya, Aoka?" mata perempuan itu sedikit bergetar, seperti menyembunyikan kepingan masa lalu yang tak mudah diungkapkan.

Aoka terdiam lama. Kemudian, ia bangkit dari duduknya, berjalan menuju tebing kecil yang menghadap hamparan salju tak berujung. Helaan nafasnya menciptakan uap putih yang tipis namun menyesakkan.

"Kau ingin tahu siapa aku?" katanya pelan, suaranya terdengar seperti desiran angin musim dingin. "Baiklah, Itachi... aku akan memberitahumu segalanya."

Ia menatap kejauhan, matanya menyipit seolah menembus jarak dan waktu.

"Aku adalah Aoka Eilandra, putri tunggal dari Raja Fenrir Eilandra, penguasa Kerajaan Salju Murni di puncak Pegunungan Utara. Aku lahir dan tumbuh dalam kemewahan, namun tidak pernah dimanjakan oleh kelembutan istana," ucapnya lirih.

Itachi terkejut. "Putri... kerajaan?"

Aoka mengangguk perlahan. "Ya... sebuah kerajaan yang kini tinggal kenangan."

***

Tahun-tahun silam, di Puncak Es Murni...

Kerajaan Salju Murni berdiri megah, temboknya dibangun dari batu biru es abadi, menara-menara tinggi menjulang dengan puncak-puncak kristal yang berkilauan di bawah cahaya matahari. Di dalam istana, Aoka hidup dalam kedamaian bersama keluarganya.

Ayahnya, Raja Fenrir, dikenal bijaksana. Ibunya, Ratu Lysella adalah pelindung es penyembuh, serta kakaknya, Pangeran Eldur, ahli dalam mengendalikan badai salju.

Sejak kecil Aoka menunjukkan bakat luar biasa. Ia mampu membekukan air hanya dengan sentuhan dan menenangkan badai salju hanya dengan bisikan.

Di usia sebelas tahun, ia sudah mampu menciptakan senjata dari es murni, sesuatu yang hanya dikuasai oleh para ahli sihir tua kerajaan.

"Kelak kau akan menjadi penguasa Salju Murni," kata Raja Fenrir suatu malam saat memandang langit berbintang bersama putrinya.

Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama.

Pada malam perayaan musim puncak, ketika kerajaan merayakan keberkahan panen salju langka, langit tiba-tiba berubah merah gelap. Tanah bergetar, dan dari lembah kelam muncul kegelapan yang tidak pernah mereka bayangkan.

"Iblis..." bisik para penjaga dari menara.

Bukan iblis biasa. Ia adalah salah satu Jenderal Iblis Zhurval yaitu Kaelros, sang pemburu jiwa, datang bersama pasukan bayangannya.

"Bunuh semua darah bangsawan penguasa es," Kaelros mengaum, suaranya bergema menembus setiap dinding es.

Para prajurit kerajaan melawan habis-habisan. Raja Fenrir berdiri di garis terdepan, melemparkan lembing es yang membelah pasukan bayangan.

Pangeran Eldur memanggil badai dan menjatuhkan petir ke lembah. Namun kekuatan Kaelros jauh melampaui apa pun yang mereka ketahui.

Kaelros menyerap energi kehidupan setiap prajurit yang disentuhnya. Satu per satu para pengawal kerajaan jatuh, hingga akhirnya dinding istana pun diretas oleh bayangan hitam.

"Aoka, kau harus pergi," bisik Ratu Lysella kepada putrinya. Ia memberikan sebuah liontin es murni kepada Aoka. "Ini akan melindungimu. Kau harus hidup. Kau akan membawa cahaya baru pada dunia es ini."

Aoka, yang saat itu berusia lima belas tahun, menolak. "Tidak! Aku akan bertarung bersama kalian!"

Namun tubuhnya diselimuti mantra teleportasi es yang diciptakan oleh ibunya. Dalam detik berikutnya, Aoka dikirimkan jauh ke pegunungan liar, menyaksikan dari kejauhan bagaimana istananya terbakar oleh api hitam Kaelros.

Malam itu, keluarga Aoka, seluruh kerajaannya, semua pengikutnya, dimusnahkan.

***

"Sejak malam itu aku hidup di pengasingan," kata Aoka dengan suara gemetar menahan emosi. "Aku berjalan di tengah badai salju, mencari suku-suku terpencil, belajar mengendalikan es lebih dalam, berlatih dalam kesunyian, dan menyembunyikan jati diriku."

Itachi mendengarkan dengan mata berkaca-kaca, membayangkan betapa berat luka yang disimpan oleh Aoka.

"Selama bertahun-tahun aku tidak pernah mempercayai siapa pun," lanjut Aoka. "Aku hidup untuk satu tujuan, yaitu membalas kematian keluargaku, menghancurkan Kaelros dan Jenderal Iblis yang telah menghancurkan tanah kelahiranku."

Ia mengepalkan tangan, dari telapak tangannya muncul sebilah belati tipis berwarna biru muda, pancaran energi es murni yang murni tanpa kegelapan sedikit pun.

"Namun selama pengembaraanku, aku belajar satu hal, dendam tidak cukup untuk membunuh kegelapan. Yang kita butuhkan adalah kekuatan yang lahir dari kehendak untuk melindungi, bukan hanya membalas," bisiknya.

Ia menoleh ke arah Itachi. "Saat aku menyaksikanmu melawan Yoru Kiba dan para Jenderal Bayangan, aku tahu... aku tidak sendiri lagi. Mungkin... takdirku adalah melindungimu, hingga kau mampu menghadapi Zhurval."

Itachi menatapnya dengan sungguh-sungguh. "Aku berjanji akan membantumu merebut kembali kehormatan keluargamu, Aoka. Mari kita berjuang bersama mengalahkan Zhurval dan pasukannya."

Aoka menghela nafas panjang, untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, rasa kesepian yang selama ini membekukan hatinya mulai mencair.

"Namun untuk itu, kita harus lebih kuat. Kau harus memahami kedalaman kekuatan elemenmu. Aku akan melatihmu dengan keras, lebih keras dari yang pernah kau alami," ucap Aoka dengan nada tegas, matanya membara semangat.

"Aku siap, sangat-sangat siap" kata Itachi dengan penuh keyakinan.

"Mulai besok pagi, kita akan mulai dari latihan dasar pengendalian suhu dan mengendalikan arus energi. Setelahnya, kau akan belajar mencampur elemen, bukan hanya satu, tetapi dua, bahkan tiga elemen dalam satu serangan. Dan aku juga akan mengajarimu teknik Es Murni, sesuatu yang hanya diketahui oleh garis keturunan kerajaan," terang Aoka.

Itachi merasakan getaran semangat di dalam dadanya. Ia tahu, perjalanannya baru saja dimulai, dan sekarang ia memiliki guru sekaligus teman seperjuangan yang tak kalah menderita dalam gelapnya dunia.

Di balik kejauhan, di dalam bayangan dunia bawah, Kaelros membuka matanya. Bayangan masa lalu dan takdir masa depan mulai saling bersilangan. Pertarungan antara cahaya dan kegelapan baru akan memasuki babak berikutnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 70. Masa Lalu Artheon

    Guru Shunri tersenyum hangat. “Bukan mengendalikan, Itachi. Tapi menyatukan. Kau bukan penguasa alam, kau bagian dari alam itu sendiri. Jika kau bisa memahami hal itu, maka tak ada kekuatan yang bisa melawanmu.” Kabut perlahan menipis. Cahaya mentari pagi mulai menghangatkan kulit. Dan di tengah ketenangan itu, Itachi menatap cakrawala merasakan bahwa hari itu bukan sekadar latihan, melainkan awal dari sesuatu yang jauh lebih besar. Roh-roh di udara berbisik lembut seolah menyambut kebangkitannya. Sementara dari kejauhan, Guru Shunri memejamkan mata, bergumam pelan, “Artheon… pewarismu telah mulai memahami bahasa dunia. Kini, takdir akan mulai bergerak lagi.”Udara malam di Kuil Roh Puncak Sembilan Langit terasa begitu tenang. Angin berhembus lembut membawa aroma dupa dan dedaunan kering, sementara kabut putih menari di antara lentera-lentera batu yang berjejer di halaman. Itachi duduk bersila di bawah pohon suci, di depan kolam roh yang memantulkan cahaya bulan samar.Namun mal

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 69. Pelatihan Elemen Roh Dasar

    Pagi hari di Kuil Roh diselimuti kabut lembut yang bergulung seperti tirai sutra putih. Embun menggantung di ujung dedaunan, dan hawa spiritual yang tenang menyelimuti seluruh puncak. Cahaya mentari pertama menembus awan tipis, memantulkan warna keemasan di atas atap kuil kuno itu.Di tengah halaman batu yang luas, Itachi berdiri dengan tubuh tegap. Di hadapannya berdiri Guru Shunri, sang pengendali roh agung, berpakaian jubah putih panjang dengan bordiran simbol spiral yang melambangkan keselarasan antara alam dan jiwa. Tatapannya lembut, namun penuh kedalaman seperti samudra yang tak terukur.Di sisi lain, Aoka dan Nala berdiri memperhatikan dari bawah pohon suci. Keduanya tampak menahan napas, karena atmosfer pelatihan hari itu terasa berbeda. Aura spiritual yang begitu pekat memenuhi udara.“Elemen roh,” ucap Guru Shunri perlahan, suaranya bergema lembut namun penuh wibawa, “adalah elemen tertua yang lahir sebelum bahkan api dan air diciptakan. Roh adalah nafas alam semesta, pengh

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 68. Kepercayaan Roh Kuno Qilin Kepada Itachi

    “Guru,” katanya perlahan, “apakah… aku akan mengalami hal yang sama?”Guru Shunri menatapnya lama. “Tak ada dua jalan takdir yang benar-benar sama, Itachi. Namun sejarah memiliki kebiasaan buruk ia selalu mencoba berulang, menunggu seseorang yang cukup kuat untuk memutus rantainya.”Aoka menatap Itachi, hatinya berdesir tak tenang. Ia bisa melihat kegelisahan di mata pemuda itu, bayangan Artheon seolah menempel di dalam dirinya.Shunri lalu berdiri, berjalan ke arah Itachi dan menepuk pundaknya.“Artheon gagal karena ia tak bisa menyeimbangkan hati dan kekuatannya. Kau berbeda. Kau memiliki rasa takut… dan itu baik. Karena hanya orang yang takut kehilangan, yang benar-benar tahu arti melindungi.”Zentarion muncul sepenuhnya, menatap Shunri dan mengangguk hormat. “Ia mungkin belum sehebat Artheon… tapi aku tahu, api dalam dirinya berbeda. Ia bukan hanya ingin melawan kegelapan, ia ingin mengubahnya.”Guru Shunri tersenyum. “Maka biarlah sejarah memberi kesempatan kedua bagi semesta ini

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 67. Pewaris Kekuatan Elemen Semesta Pertama

    Aoka tersenyum haru. “Itachi… kau sudah melangkah jauh sekali.” Nala yang duduk di sampingnya juga menatap kagum, “Rasanya… auramu kini seperti bukan manusia biasa.” Guru Tua kemudian menepuk bahu Itachi dengan lembut. “Istirahatlah malam ini. Besok, aku akan memperkenalkanmu pada Roh Penuntun Langit, roh yang hanya akan muncul di hadapan mereka yang benar-benar selaras dengan dirinya.” Sambil menatap langit sore yang mulai memerah, Itachi menggenggam Reizenkai dan berbisik lirih, “Zentarion… terima kasih. Aku tahu, perjalanan ini baru dimulai.” Roh pedang itu menatapnya tenang. “Dan aku akan terus di sisimu… sampai hari di mana langit dan bumi berhenti berputar.” Pada keesokan harinya... Langit pagi di puncak Kuil Roh tampak tenang, namun hawa spiritual di sekitarnya terasa berat dan dalam. Kabut lembut menari di antara pilar-pilar batu, seolah menyembunyikan rahasia ribuan tahun di balik tempat suci itu. Itachi, Aoka, dan Nala berdiri di hadapan Guru Tua Shunri, sang pen

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 66. Pertemuan Kembali Dengan Guru Shunri

    “Aku... takut suatu saat segel kutukan ini membuatku kehilangan kendali. Sama seperti bagaimana Api Abadi mencoba menguasaimu.” Itachi menatapnya lembut. “Kalau itu terjadi, aku akan ada di sana untuk menahanmu.” Aoka menambahkan dengan senyum penuh keteguhan, “Dan aku akan melindungimu, bahkan kalau itu berarti harus melawan seluruh langit.” Nala tersenyum kecil, air matanya hampir jatuh. “Kalian berdua... selalu bicara seperti pahlawan. Tapi... terima kasih.” Itachi memandang dua orang yang kini sudah seperti keluarganya sendiri. Dalam hatinya, ia berjanji tak akan membiarkan siapa pun lagi menderita seperti dulu. Di langit, bintang jatuh melintas sejenak, meninggalkan jejak cahaya putih keperakan di udara. Aoka menatapnya dan berkata pelan, “Kau lihat itu, Itachi? Itu pertanda.” “Pertanda apa?” “Bahwa perjalanan kita belum selesai.” Itachi menatap jauh ke cakrawala, di mana langit dan bumi bertemu. Dalam hatinya, suara Zentharion bergema pelan suara yang hanya bisa ia deng

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 65. Antara Keraguan Dan Nyala Tekad

    Aoka dan Nala saling berpandangan. Ada rasa tenang yang aneh di sekitar pria tua itu, tapi juga kekuatan yang begitu dalam, seperti lautan tanpa dasar. Sementara Ba Xian duduk di atas bahu Itachi sambil tertawa kecil. “Hati-hati, ya. Kalau beliau mulai bicara soal keseimbangan alam semesta, siap-siap kepalamu berasap.” Guru tua itu tersenyum tipis mendengar celoteh si kera, lalu menatap kembali pada Itachi. “Baiklah, anak pewaris elemen semesta. Malam ini kalian akan beristirahat di bawah atap langit. Besok, pelajaran pertama akan dimulai, bukan tentang kekuatan, tapi tentang diri kalian sendiri.” Suasana mendadak hening. Hanya terdengar suara hewan-hewan roh yang bernafas lembut di sekitar mereka, dan langit yang perlahan diselimuti cahaya bintang. Itachi menatap ke langit, lalu ke arah kuil yang berdiri megah di hadapannya. Ia tahu… langkah berikutnya akan menjadi awal dari ujian baru, bukan hanya melawan kegelapan di luar, tapi juga kegelapan yang tersembunyi di dalam dirinya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status