Beranda / Fantasi / Pewaris Kekuatan Alam Semesta / Bab 8 Simfoni Es yang Mengikat Dua Jiwa

Share

Bab 8 Simfoni Es yang Mengikat Dua Jiwa

Penulis: Raden Arya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-17 10:16:21

Udara pegunungan yang menggigit menusuk kulit Itachi, namun untuk pertama kalinya dalam hidupnya, rasa dingin tak lagi menyakitkan. Justru terasa menenangkan, seolah pelukan es murni Aoka membimbingnya menuju kekuatan sejati.

Pagi itu, di puncak gunung tertutup salju yang menghampar seperti lautan putih tanpa ujung, Itachi berdiri dengan kedua kaki tertanam dalam timbunan es. Di hadapannya, Aoka melayang di atas batu es biru, matanya seperti kristal bening yang bersinar dalam kabut tipis.

"Atur nafasmu, Itachi," ujar Aoka, suaranya tenang namun penuh wibawa. "Rasakan arus energi dari sekitarmu. Es bukan hanya pembekuan, es adalah keseimbangan sempurna antara ketenangan dan kekuatan."

Itachi menutup mata. Ia merasakan angin dingin yang mengelus pipinya, mendengar desir salju yang jatuh dari dahan pinus. Perlahan ia menarik nafas panjang, mencoba menangkap getaran energi yang tak terlihat namun nyata.

"Biarkan hatimu tenang," Aoka melanjutkan, "Kendalikan emosi, karena elemen es murni akan menolak jiwa yang penuh gejolak."

Namun sulit. Setiap kali Itachi mencoba menenangkan pikirannya, bayangan masa lalunya muncul—penghinaan yang diterimanya, rasa sakit karena dianggap lemah, dendam terhadap iblis yang telah merusak hidupnya.

Tiba-tiba es di sekelilingnya retak.

"Lagi!" seru Aoka tegas.

Hari pertama penuh kegagalan. Hari kedua tidak jauh berbeda. Di hari ketiga, tubuh Itachi hampir membeku karena latihan penyaluran energi ke titik-titik pusat tubuhnya. Namun, Aoka tetap ada, tak pernah jauh dari sisinya. Ketika tubuhnya kaku karena dingin, Aoka menyentuh punggungnya dengan telapak tangan hangat berbalut aura biru, mengalirkan energi es murni yang menyeimbangkan panas dan dingin dalam tubuhnya.

"Jangan melawan es, Itachi," bisik Aoka pada malam kelima, saat mereka duduk di dalam gua kecil dengan api biru menyala di tengah. "Kau harus menari bersamanya. Rasakan keindahannya, keheningan yang mengajarkan keteguhan hati."

Di bawah rembulan yang mengintip dari balik awan, Itachi mulai mengerti. Es bukanlah tentang kekuatan semata, melainkan tentang kestabilan batin, tentang mampu merangkul kesendirian dan menjadikannya teman seperjalanan.

Hari demi hari berlalu. Gerakan Itachi menjadi lebih ringan, aura di sekitarnya mulai bercampur dengan hawa dingin alami. Ketika ia mengayunkan tangannya, serpihan salju mengikuti, membentuk pusaran indah yang berkilauan.

Pada minggu kedua, Aoka mulai mengajarinya teknik "Es Abadi"—kemampuan mengubah kelembutan es menjadi kekuatan penghancur yang tak terhentikan. Mereka berlatih di tepi danau beku, di mana setiap hentakan Itachi menghasilkan ledakan es setinggi tiga meter.

"Bagus, namun terlalu liar. Fokuskan pada titik terkecil," ujar Aoka sambil menunjukkan caranya membentuk bunga es seukuran telapak tangan, namun dengan kekuatan menembus batu.

Latihan berlanjut hingga tubuh Itachi menghitam oleh memar, otot-ototnya gemetar karena kelelahan. Tetapi setiap malam, Aoka selalu berada di sisinya, merawat luka-lukanya dengan tangan lembut yang memancarkan aura penyembuhan dari elemen es.

"Kau membuatku kagum, Itachi," bisik Aoka suatu malam, saat mereka duduk menghadap api biru. "Tak banyak manusia yang mampu menyerap elemen es secepat ini."

"Itu karena kau ada di sini," balas Itachi, matanya menatap Aoka lebih lama dari biasanya.

Aoka merasakan dadanya bergetar. Ada sesuatu yang tumbuh perlahan, menghangatkan hatinya di tengah dingin pegunungan. Tatapan Itachi berbeda, bukan lagi tatapan bocah yang tersesat, melainkan seorang pejuang yang mulai menemukan jati dirinya.

Di hari ke-21, puncak latihan dimulai.

"Hari ini, kau akan menghadapi dirimu sendiri," kata Aoka. Ia menciptakan cermin es raksasa di tengah lapangan terbuka. Dari cermin itu, bayangan Itachi keluar, berwujud identik namun dengan sorot mata kegelapan masa lalunya.

"Kalau kau berhasil mengalahkannya tanpa membiarkan kemarahan menguasaimu, kau telah menaklukkan elemen es murni," jelas Aoka.

Pertarungan berlangsung lama. Itachi berkali-kali terpental, bayangannya menyerangnya dengan emosi liar, mengingatkannya pada semua rasa sakit yang pernah ia alami. Namun suara Aoka menggema di benaknya.

"Tenangkan hatimu, hadapi bukan untuk membenci, tetapi untuk memahami."

Dengan nafas teratur dan ketenangan penuh, Itachi akhirnya membekukan bayangannya, membiarkannya lenyap dalam semburat kristal salju.

Di malam kemenangan itu, mereka kembali ke gua kecil mereka. Api biru menyala tenang. Aoka duduk lebih dekat dari biasanya.

"Kau telah berhasil, Itachi," bisik Aoka, matanya lembut. "Kau telah menemukan es murnimu."

Itachi menatapnya, napasnya masih berat, tapi dadanya terasa ringan. "Dan aku menemukan lebih dari itu," katanya pelan.

"Apa maksudmu?" tanya Aoka, pipinya mulai memerah.

"Aku menemukan alasan untuk terus berjalan... bukan hanya untuk membalas dendam atau membuktikan diriku... tapi untuk melindungi seseorang yang berarti," suara Itachi semakin dalam.

Aoka tidak mampu menyembunyikan senyumnya. Malam itu, untuk pertama kalinya sejak kematian keluarganya, ia merasa hangat, bukan karena api, tetapi karena Itachi. Dan dalam keheningan malam bersalju itu, dua hati yang dulu terkoyak mulai terikat dalam satu tujuan.

"Mulai besok, kita tidak lagi hanya guru dan murid," bisik Aoka, "kita adalah dua jiwa yang saling menjaga di tengah badai kegelapan yang akan datang."

Angin dingin berhembus di luar, namun di dalam gua kecil itu, lahirlah sebuah kekuatan baru: bukan hanya kekuatan elemen, tetapi kekuatan dua hati yang saling menyembuhkan.

Perjalanan mereka baru dimulai.....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   94

    Itachi berdiri beberapa saat di depan gerbang batu yang kini telah kembali tertutup. Permukaan batu itu terlihat biasa saja, seolah tidak pernah ada ujian apa pun di baliknya. Namun tubuh Itachi masih merasakan sisa dingin dari roh kegelapan yang menyatu dengannya.Aoka melangkah mendekat. Ia tidak menyentuh Itachi, hanya berdiri di sampingnya, memastikan bahwa keberadaannya nyata.“Kau benar-benar berubah,” kata Aoka pelan. “Auramu… berbeda.”Itachi mengangguk. “Aku tidak merasa lebih kuat,” jawabnya jujur. “Tapi pikiranku lebih tenang. Suara-suara yang biasanya muncul saat aku ragu… sekarang lebih sunyi.”Aoka menatap wajah Itachi. Ia tahu perjalanan barusan bukan ujian biasa. Roh kegelapan tidak meninggalkan bekas luka fisik, tetapi selalu meninggalkan bekas di dalam diri.“Fenrir?” panggil Aoka.Cahaya biru pucat muncul di udara di depan mereka. Wujud Fenrir masih belum sepenuhnya solid, namun sinarnya lebih stabil dari sebelumnya.“Ujian roh kegelapan telah selesai,” kata Fenrir.

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 93

    Gelap itu terus membesar sampai memenuhi seluruh ruang. Tidak ada lagi arah, tidak ada atas atau bawah. Itachi seperti berdiri di tengah pusaran kegelapan yang berubah menjadi dinding cair, mengalir pelan seperti tinta hidup.Perlahan-lahan, kegelapan itu mulai merayap ke kakinya. Bukan seperti kabut, tetapi lebih seperti tangan-tangan halus yang mencoba menariknya masuk, menggigit pikirannya dari bawah.Itachi menggertakkan gigi, memaksa tubuhnya tetap tegak. Namun setelah beberapa detik, lututnya mulai menekuk. Nafasnya terputus-putus. Setiap udara yang ia hirup terasa dingin dan berat, seperti sedang menarik asap tajam ke paru-parunya.“Jangan runtuh… jangan runtuh…” katanya pada dirinya sendiri.Tapi suara gulungan kegelapan itu semakin keras—seperti angin ribut tanpa arah, namun tanpa suara nyata. Hanya getaran di kepala.Tiba-tiba, dari dalam pusaran gelap, muncul dua mata. Bukan mata manusia. Mata itu seperti dua lubang hitam yang berputar pelan, menarik cahaya yang tidak ada.

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 92

    Begitu kakinya masuk melewati batas bayangan, cahaya dari luar langsung menghilang. Itachi tidak bisa melihat lantai, dinding, atau bahkan tangannya sendiri. Ruangan itu benar-benar gelap total. Suara dari dunia luar juga langsung hilang. Tidak ada suara langkah, tidak ada suara tumbuhan, bahkan napasnya sendiri terasa teredam.“Tenang,” katanya pada dirinya sendiri. “Ini cuma ujian.”Namun, beberapa langkah kemudian… suara samar muncul.“Ta… chi…”Itachi menoleh cepat. Itu suara yang sangat ia kenal—suara Aoka. Suara itu terdengar seperti Aoka sedang terluka dan menahan tangis.“Kenapa… kamu tinggalkan aku?” suara itu berkata pelan.Itachi mengepalkan tangan.“Itu bukan nyata. Itu cuma ilusi.”Suara Aoka semakin jelas.“Aku selalu mendukungmu… tapi kau malah membiarkan aku mati…”Itachi menggertakkan gigi dan terus berjalan. Langkahnya mantap, namun dadanya terasa berat.Beberapa detik kemudian, muncul lagi suara lain—kali ini suara Guru Shunri.“Itachi… kau mengecewakanku. Aku menye

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 91

    Awan perlahan menutup kembali setelah ujian roh angin selesai. Ao Lie menggerakkan tangan, dan jembatan awan yang mereka injak mulai menyusut, kembali terurai oleh angin. Kini mereka berdiri di sebuah dataran kecil yang dipenuhi angin timur, namun suasananya jauh lebih berat dibanding sebelumnya. Ao Lie memandang jauh ke arah barat tengah, ke tempat kabut hitam menggumpal seperti dinding besar. “Itu adalah batas menuju Titik Roh Kegelapan. Tidak ada elemen lain yang berkumpul di sana… hanya kegelapan murni.” Aoka menggigit bibirnya. “Kegelapan yang seperti apa? Apakah sama dengan yang menguasai kuil Guru Shunri?” Ao Lie menggeleng pelan. “Tidak. Kegelapan di kuil hanya pecahan kecil. Yang ini… adalah sumber dari semuanya.” Zentarion menghunus pedangnya. “Kalau begitu, kita harus siap dari sekarang.” Ao Lie menoleh pada Itachi. “Tubuhmu sudah menyatu dengan roh langit dan angin. Tapi titik roh kegelapan tidak akan menerima kekuatan itu dengan mudah. Jika kau masuk dengan car

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 90

    Angin malam berhembus lembut di puncak altar awan setelah Itachi menuntaskan titik roh langit. Cahaya biru yang masih tersisa di tubuhnya perlahan mereda, namun alirannya tetap terasa sampai ke ujung jari. Ao Lie memandangi Itachi dengan tatapan penuh penilaian. “Bagus. Kau sudah membuka gerbang roh langit. Sekarang, kita menuju titik kedua—Titik Roh Angin.” Aoka menghela napas lega. “Untung angin bukan elemen yang agresif seperti api atau kegelapan…” Ao Lie memandangnya sekilas. “Angin bisa sangat berbahaya bila tidak dikendalikan. Ujiannya tidak kalah berat.” Zentarion mengangguk sambil menyampirkan pedang di bahunya. “Aku sudah merasakan getarannya sejak tadi. Angin timur sedang tidak wajar.” Ao Lie melangkah maju, menyapu udara dengan tongkatnya. Dalam sekejap, jalur putih memanjang terbentuk di udara, seperti jembatan dari awan. Itachi menatapnya dengan kagum. “Ini… jalur angin?” “Bukan. Ini celah antara dua arus udara,” jelas Ao Lie. “Hanya bisa dilewati mereka yang sudah

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 89

    Malam semakin dalam ketika rombongan Itachi turun dari puncak altar awan putih. Cahaya biru yang tersisa di tubuh Itachi masih terlihat samar, terutama di sekitar bahu dan dada. Fenrir tidak muncul dalam bentuk visual, namun auranya menempel kuat seperti pelindung besar yang tidak pernah tidur. Ao Lie berdiri di depan mereka, tongkatnya memancarkan cahaya tipis untuk menerangi jalan setapak menurun menuju lembah batu. “Titik Roh Bumi berada jauh di bawah tanah,” kata Ao Lie. “Jika Titik Langit menguji kestabilan roh, maka Titik Bumi akan langsung menguji tubuhmu.” Itachi mengangguk meski napasnya masih sedikit berat. Aoka memperhatikan wajah Itachi dengan cemas. “Kekuatan Fenrir baru saja aktif penuh. Apa tubuhmu tidak terlalu tertekan?” Itachi tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja.” Zentarion menimpali sambil menepuk pedangnya. “Kalau ada bahaya, aku langsung tolong kau.” Ao Lie melirik mereka berdua sebentar. “Jangan terlalu banyak bicara. Kita belum melewati batas aman.”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status