Share

Pewaris Tunggal Berdarah Dingin
Pewaris Tunggal Berdarah Dingin
Penulis: D'Rose

1. Salah Prediksi

Satu tamparan keras mendarat dipipi kananku. Semua itu disebabkan oleh note dalam gadget yang tidak sengaja terbaca oleh kakek.

Aku memiliki trauma mendalam sejak umur sepuluh tahun. Diakibatkan melihat baku tembak yang terjadi di rumah.

Dalam ingatan, suara desing peluru beradu serta darah yang menggenang hampir melumuri lantai putih.

Selebihnya aku tidak ingat apa yang terjadi kemudian.

Kami pindah rumah ke wilayah ini untuk meneruskan hidup dengan tenang, berbagai macam rangkaian terapi rutin aku lakukan untuk menghilangkan trauma.

Salah satunya dengan menulis kegiatan keseharianku, cukup ampuh mengurangi pikiran cemas yang berlebih serta menstabilkan emosi yang mudah meluap.

"Apa kamu pantas memiliki perasaan itu!?"

Kakek membentak didepan kedua orangtuaku, tapi tidak ada satupun dari mereka merespon untuk membela.

Keduanya malah terdiam sambil melayangkan tatapan menghakimi.

Beruntung Thea tidak melihat semua ini, dia sedang pergi les piano.

Jika saat ini dia ada, apa pandangan matanya akan sama seperti semua orang yang ada di ruangan ini.

Memandangku dengan tatapan jijik.

"Aku membesarkanmu bukan untuk jatuh cinta padanya. Sekarang juga kamu keluar dari rumah ini!"

Ada rasa sakit di dalam dada, napasku mulai naik turun secara tidak beraturan.

Tanpa menunggu kakek lebih menghina diriku, detik itu juga aku angkat kaki dari rumah yang sudah delapan tahun menjadi tempat berlindung.

Saat membuka pintu aku menemukannya, dia menatapku dengan mata terbelalak, terkejut.

Aku pun sama, lalu pandangannya beralih pada orang-orang yang ada dibelakang.

"Ada apa?"

Dia bertanya polos dengan raut wajah yang masih sama.

Kalau aku terlalu lama menatap wajahnya, mungkin aku akan mengurungkan niat untuk meninggalkan rumah ini.

Maka paksakan kakiku melenggang pergi, melewati tubuhnya begitu saja.

"Zee!" Ada getaran dalam suaranya yang membuat hatiku sakit.

Tolong jangan panggil namaku.

Dia masih terus mengikutiku. Tidak ada yang mencoba menghentikannya.

Percuma saja, dia adalah orang yang tidak bisa menahan untuk segala hal yang diinginkannya.

Aku mulai mendengar derap langkah kaki dibelakangku lambat laun menjadi lebih cepat.

"Zeyon Theodora!" Dia menangkap pergelangan tanganku.

"Apa yang terjadi, Zee mau kemana?"

Kami berhadapan saat ini, tidak ada cara lain kalau terus begini.

Aku harus membuat dia membenci diriku.

Rasa sakit akan membuatnya menderita, tapi itu hanya sebentar. Hidupnya bisa kembali normal setelah ini.

"Aku muak liat muka mu yang sok polos!"

Aku menatap matanya dengan penuh kebencian yang seharusnya aku layangkan pada tiga orang didalam.

"Rengekan mu yang kayak bayi sangat mengganggu telingaku."

Segala perasaan yang sudah terkumpul tadi aku lampiaskan pada orang yang sangat aku cintai ini.

Perlahan dia mulai melonggarkan cengkraman tangannya.

Aku menepis tangan yang masih menempel itu dengan sekali hentakan.

Dia terjatuh ke lantai, bersimpuh. Aku harap kamu bisa hidup dengan baik setelah kepergianku.

Aku mantap melangkahkan kaki tanpa sedikitpun menoleh kebelakang untuk melihat. Terdengar Thea yang mulai terisak.

Keluar dari rumah dan berjalan tanpa arah.

Entah sudah berapa lama dan sejauh apa kakiku sudah melangkah. Aku juga tidak tahu ini ada dimana?

Duduk ditepian trotoar untuk mengamati tempat sekelilingku.

Gedung-gedung tinggi yang asing, sepertinya aku benar-benar tersesat.

Baru sadar, sekarang tujuanku akan kemana?

Jangankan meminta tolong pada saudara bahkan teman sekalipun rasanya sungkan.

Sesuatu yang keras menghantam bagian belakangku. Seketika itu juga pandanganku kabur.

Sedikit melenceng dari prediksi, terjadi lebih cepat.

---

Aku pingsan? Dimana aku sekarang? Bagian belakang kepala masih sakit rasanya.

Penglihatan ku mulai kembali tapi masih terasa sulit untuk sekedar membalikan tubuh dari posisi telungkup.

Butuh beberapa menit dan usaha yang ekstra membuat badanku terduduk.

Tidak ada cahaya matahari yang masuk, hanya bohlam lampu berwarna kuning itu pun sudah sedikit redup.

Semuanya dibatasi oleh dinding, hanya ada satu pintu besi yang diatasnya ada sedikit celah itu pun dihiasi dengan tiga jeruji besi sebagai penghalangnya.

"Ruang bawah tanah." Pikirku menyimpulkan.

"Anda sudah sadarkan diri?" Suara perempuan dari mana asalnya.

Di salah satu ujung ternyata ada speaker, bila dilihat lebih tajam.

"Siapa kamu!" Aku berjalan kearah pintu memastikan bisa membukanya, aku juga sudah menendang-nendang tembok.

"Anda tidak perlu tahu siapa saya."

Tapi keduanya sangat kokoh. Tenaga manusia tidak akan bisa merobohkan keduanya.

"Usaha yang anda lakukan juga sia-sia." Dia bisa melihat apa yang aku lakukan?

Apa ruangan ini juga disertain cctv?

"Kenapa aku ada disini? Untuk siapa kamu bekerja?"

"Mulai besok anda akan kami latih."

"Latih? Untuk apa?"

"Anda akan kami keluarkan jika semua pelatihan sudah diselesaikan dan anda dinyatakan lulus oleh kami."

"Aku benar-benar tidak mengerti semuanya. Lagi pula aku tidak ingin melawan siapapun"

"Kalau begitu anda sendiri yang akan dihabisi oleh musuh jika tidak melawan. Kita akan berjumpa lagi besok. Selamat beristirahat. Tuan Muda."

Tuan Muda?

Kakek? Atau ayah dan ibu? Siapapun itu aku tidak tahu alasan sebenarnya kenapa aku harus ada disini.

Sempat menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan keluarga Theodora, bukan seperti keluarga konglomerat pada umumnya.

Beberapa kali aku mendapati ada orang yang mencoba membuntuti ku.

Awalnya merasa bahwa akulah incaran dari para pesaing bisnis Ayah.

Ternyata sanak keluarga sendiri yang menyimpan dendam.

Apalagi setelah diumumkannya aku sebagai pewaris semua perusahaan Theodora.

Cara pandang paman dan bibi langsung berbeda melihat diriku. Ada tatapan sinis di setiap pandangan mereka.

Setelah ditelusuri ternyata semua keluarga besar Theodora tidaklah memiliki hubungan darah. Baru Paman dan Bibi yang aku pastikan.

Untuk menyelidiki ayah, ibu, kakek dan Thea. Aku harus ekstra hati-hati.

Lebih tepatnya belum siap bila menerima kenyataan aku memang tidak ada hubungan darah juga dengan mereka.

Hingga suatu hari aku dan Thea di culik oleh orang yang tidak dikenal.

Aku mulai menyadari perasaan sayangku pada Thea lebih dari sekedar seorang kakak.

Mungkin itu juga salah satu sugesti. Karena menyelidiki silsilah keluarga. Malah semakin hari perasaanku padanya makin kuat.

Tidak apalah jika aku memang tidak ada hubungan darah dengan mereka.

Aku akan lebih leluasa untuk mengungkapkan perasaanku pada Thea.

Tapi semua itu sia-sia pada akhirnya.

Catatan rutinku ternyata selalu di pantau oleh Kakek. Aku baru tahu itu, setelah kejadian tadi pagi.

Kesimpulannya kalau begitu, keluarga Theodora yang sesungguhnya hanya kakek, ayah, ibu dan Thea.

Tapi untuk apa mereka memalsukan identitas para paman, bibi dan tentunya aku kedalam keluarga Theodora?

Anggap saja itu urusan pribadi atau mereka sekedar berbelas kasihan dan juga mengayomi kami.

Keberadaanku disini berarti adalah hukuman karena mencoba mencari tahu silsilah keluarga Theodora.

Mudah saja untuk kakek atau ayah langsung membunuhku dan menghilangkan jejaknya dari pada mengurungku seperti hewan di sel bawah tanah ini.

Oh aku tahu, mereka ingin membunuhku dengan cara menyiksa secara perlahan-lahan, hingga aku menghembuskan napas yang terkahir.

Mengingat penjelasan perempuan dispeaker tadi. Aku akan berlatih.

Sedari kecil aku sudah dilatih berbagai macam hal. Kali ini sejenis latihan pertahanan diri?

Dengungan keras melengking ditelingaku. Bukan berasal dari speaker diujung ruangan itu. Ini berasal dari kepalaku.

Kilasan balik kejadian delapan tahun kebelakang muncul dalam penglihatan ku.

Bagai film yang diputarkan kembali dengan layar yang besar dihadapanku.

Beberapa orang masuk kedalam rumah dangan senjata besar, isi pelurunya banyak hingga terjuntai.

Laki-laki itu membombardir tembakan keseluruh penjuru rumah.

Tembok rumah penuh dengan lubang dengan peluru bersarang disana, pecahan kaca berserakan di lantai.

"Tetaplah diam didalam hingga dia datang." Kata terkahir yang diucapkan wanita yang tengah sekarat itu.

"Momy!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status