Share

Pewaris Tunggal Berdarah Dingin
Pewaris Tunggal Berdarah Dingin
Penulis: D'Rose

1. Salah Prediksi

Penulis: D'Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-09 17:21:28

Satu tamparan keras mendarat dipipi kananku. Semua itu disebabkan oleh note dalam gadget yang tidak sengaja terbaca oleh kakek.

Aku memiliki trauma mendalam sejak umur sepuluh tahun. Diakibatkan melihat baku tembak yang terjadi di rumah.

Dalam ingatan, suara desing peluru beradu serta darah yang menggenang hampir melumuri lantai putih.

Selebihnya aku tidak ingat apa yang terjadi kemudian.

Kami pindah rumah ke wilayah ini untuk meneruskan hidup dengan tenang, berbagai macam rangkaian terapi rutin aku lakukan untuk menghilangkan trauma.

Salah satunya dengan menulis kegiatan keseharianku, cukup ampuh mengurangi pikiran cemas yang berlebih serta menstabilkan emosi yang mudah meluap.

"Apa kamu pantas memiliki perasaan itu!?"

Kakek membentak didepan kedua orangtuaku, tapi tidak ada satupun dari mereka merespon untuk membela.

Keduanya malah terdiam sambil melayangkan tatapan menghakimi.

Beruntung Thea tidak melihat semua ini, dia sedang pergi les piano.

Jika saat ini dia ada, apa pandangan matanya akan sama seperti semua orang yang ada di ruangan ini.

Memandangku dengan tatapan jijik.

"Aku membesarkanmu bukan untuk jatuh cinta padanya. Sekarang juga kamu keluar dari rumah ini!"

Ada rasa sakit di dalam dada, napasku mulai naik turun secara tidak beraturan.

Tanpa menunggu kakek lebih menghina diriku, detik itu juga aku angkat kaki dari rumah yang sudah delapan tahun menjadi tempat berlindung.

Saat membuka pintu aku menemukannya, dia menatapku dengan mata terbelalak, terkejut.

Aku pun sama, lalu pandangannya beralih pada orang-orang yang ada dibelakang.

"Ada apa?"

Dia bertanya polos dengan raut wajah yang masih sama.

Kalau aku terlalu lama menatap wajahnya, mungkin aku akan mengurungkan niat untuk meninggalkan rumah ini.

Maka paksakan kakiku melenggang pergi, melewati tubuhnya begitu saja.

"Zee!" Ada getaran dalam suaranya yang membuat hatiku sakit.

Tolong jangan panggil namaku.

Dia masih terus mengikutiku. Tidak ada yang mencoba menghentikannya.

Percuma saja, dia adalah orang yang tidak bisa menahan untuk segala hal yang diinginkannya.

Aku mulai mendengar derap langkah kaki dibelakangku lambat laun menjadi lebih cepat.

"Zeyon Theodora!" Dia menangkap pergelangan tanganku.

"Apa yang terjadi, Zee mau kemana?"

Kami berhadapan saat ini, tidak ada cara lain kalau terus begini.

Aku harus membuat dia membenci diriku.

Rasa sakit akan membuatnya menderita, tapi itu hanya sebentar. Hidupnya bisa kembali normal setelah ini.

"Aku muak liat muka mu yang sok polos!"

Aku menatap matanya dengan penuh kebencian yang seharusnya aku layangkan pada tiga orang didalam.

"Rengekan mu yang kayak bayi sangat mengganggu telingaku."

Segala perasaan yang sudah terkumpul tadi aku lampiaskan pada orang yang sangat aku cintai ini.

Perlahan dia mulai melonggarkan cengkraman tangannya.

Aku menepis tangan yang masih menempel itu dengan sekali hentakan.

Dia terjatuh ke lantai, bersimpuh. Aku harap kamu bisa hidup dengan baik setelah kepergianku.

Aku mantap melangkahkan kaki tanpa sedikitpun menoleh kebelakang untuk melihat. Terdengar Thea yang mulai terisak.

Keluar dari rumah dan berjalan tanpa arah.

Entah sudah berapa lama dan sejauh apa kakiku sudah melangkah. Aku juga tidak tahu ini ada dimana?

Duduk ditepian trotoar untuk mengamati tempat sekelilingku.

Gedung-gedung tinggi yang asing, sepertinya aku benar-benar tersesat.

Baru sadar, sekarang tujuanku akan kemana?

Jangankan meminta tolong pada saudara bahkan teman sekalipun rasanya sungkan.

Sesuatu yang keras menghantam bagian belakangku. Seketika itu juga pandanganku kabur.

Sedikit melenceng dari prediksi, terjadi lebih cepat.

---

Aku pingsan? Dimana aku sekarang? Bagian belakang kepala masih sakit rasanya.

Penglihatan ku mulai kembali tapi masih terasa sulit untuk sekedar membalikan tubuh dari posisi telungkup.

Butuh beberapa menit dan usaha yang ekstra membuat badanku terduduk.

Tidak ada cahaya matahari yang masuk, hanya bohlam lampu berwarna kuning itu pun sudah sedikit redup.

Semuanya dibatasi oleh dinding, hanya ada satu pintu besi yang diatasnya ada sedikit celah itu pun dihiasi dengan tiga jeruji besi sebagai penghalangnya.

"Ruang bawah tanah." Pikirku menyimpulkan.

"Anda sudah sadarkan diri?" Suara perempuan dari mana asalnya.

Di salah satu ujung ternyata ada speaker, bila dilihat lebih tajam.

"Siapa kamu!" Aku berjalan kearah pintu memastikan bisa membukanya, aku juga sudah menendang-nendang tembok.

"Anda tidak perlu tahu siapa saya."

Tapi keduanya sangat kokoh. Tenaga manusia tidak akan bisa merobohkan keduanya.

"Usaha yang anda lakukan juga sia-sia." Dia bisa melihat apa yang aku lakukan?

Apa ruangan ini juga disertain cctv?

"Kenapa aku ada disini? Untuk siapa kamu bekerja?"

"Mulai besok anda akan kami latih."

"Latih? Untuk apa?"

"Anda akan kami keluarkan jika semua pelatihan sudah diselesaikan dan anda dinyatakan lulus oleh kami."

"Aku benar-benar tidak mengerti semuanya. Lagi pula aku tidak ingin melawan siapapun"

"Kalau begitu anda sendiri yang akan dihabisi oleh musuh jika tidak melawan. Kita akan berjumpa lagi besok. Selamat beristirahat. Tuan Muda."

Tuan Muda?

Kakek? Atau ayah dan ibu? Siapapun itu aku tidak tahu alasan sebenarnya kenapa aku harus ada disini.

Sempat menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan keluarga Theodora, bukan seperti keluarga konglomerat pada umumnya.

Beberapa kali aku mendapati ada orang yang mencoba membuntuti ku.

Awalnya merasa bahwa akulah incaran dari para pesaing bisnis Ayah.

Ternyata sanak keluarga sendiri yang menyimpan dendam.

Apalagi setelah diumumkannya aku sebagai pewaris semua perusahaan Theodora.

Cara pandang paman dan bibi langsung berbeda melihat diriku. Ada tatapan sinis di setiap pandangan mereka.

Setelah ditelusuri ternyata semua keluarga besar Theodora tidaklah memiliki hubungan darah. Baru Paman dan Bibi yang aku pastikan.

Untuk menyelidiki ayah, ibu, kakek dan Thea. Aku harus ekstra hati-hati.

Lebih tepatnya belum siap bila menerima kenyataan aku memang tidak ada hubungan darah juga dengan mereka.

Hingga suatu hari aku dan Thea di culik oleh orang yang tidak dikenal.

Aku mulai menyadari perasaan sayangku pada Thea lebih dari sekedar seorang kakak.

Mungkin itu juga salah satu sugesti. Karena menyelidiki silsilah keluarga. Malah semakin hari perasaanku padanya makin kuat.

Tidak apalah jika aku memang tidak ada hubungan darah dengan mereka.

Aku akan lebih leluasa untuk mengungkapkan perasaanku pada Thea.

Tapi semua itu sia-sia pada akhirnya.

Catatan rutinku ternyata selalu di pantau oleh Kakek. Aku baru tahu itu, setelah kejadian tadi pagi.

Kesimpulannya kalau begitu, keluarga Theodora yang sesungguhnya hanya kakek, ayah, ibu dan Thea.

Tapi untuk apa mereka memalsukan identitas para paman, bibi dan tentunya aku kedalam keluarga Theodora?

Anggap saja itu urusan pribadi atau mereka sekedar berbelas kasihan dan juga mengayomi kami.

Keberadaanku disini berarti adalah hukuman karena mencoba mencari tahu silsilah keluarga Theodora.

Mudah saja untuk kakek atau ayah langsung membunuhku dan menghilangkan jejaknya dari pada mengurungku seperti hewan di sel bawah tanah ini.

Oh aku tahu, mereka ingin membunuhku dengan cara menyiksa secara perlahan-lahan, hingga aku menghembuskan napas yang terkahir.

Mengingat penjelasan perempuan dispeaker tadi. Aku akan berlatih.

Sedari kecil aku sudah dilatih berbagai macam hal. Kali ini sejenis latihan pertahanan diri?

Dengungan keras melengking ditelingaku. Bukan berasal dari speaker diujung ruangan itu. Ini berasal dari kepalaku.

Kilasan balik kejadian delapan tahun kebelakang muncul dalam penglihatan ku.

Bagai film yang diputarkan kembali dengan layar yang besar dihadapanku.

Beberapa orang masuk kedalam rumah dangan senjata besar, isi pelurunya banyak hingga terjuntai.

Laki-laki itu membombardir tembakan keseluruh penjuru rumah.

Tembok rumah penuh dengan lubang dengan peluru bersarang disana, pecahan kaca berserakan di lantai.

"Tetaplah diam didalam hingga dia datang." Kata terkahir yang diucapkan wanita yang tengah sekarat itu.

"Momy!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   16. Bimbang

    "Apa yang anda lakukan!" "Rafli." Ternyata masih orangku. Aku sudah panik takut ketahuan keluarga Theodora. "Aku hanya mau bertemu dengannya." Ucapku polos. "Anda mau rencana kita gagal?!""Aku hanya akan menyapa sebentar lalu--""Jika anda tidak bisa menahan diri, lebih baik anda kembali ke hotel. Biar kami yang memantau keadaan." Lanjutnya lagi.Ada benarnya juga, aku hanya akan membahayakan misi ini. "Aku percayakan ini padamu." Ucapku pada akhirnya."Tunggu, tapi kenapa tahu soal Thea." Sebelumnya Rafli tidak tahu siapa itu Thea. Aku kembali lagi berbalik dan mengintrogasi Rafli."Sebenarnya kami merahasiakan ini dari Tuan Muda. Saat Raka meretas data pasien rumah sakit, dia menemukan berkas Anthea Theodora."Aku tahu lambat laun akan begini, makannya saat tadi aku melihat anda langsung berlari padanya, aku segera datang menyelamatkan Tuan Muda.""Thea sakit? Dia sakit apa?""Di hotel anda bisa meminta rekam medisnya pada Raka. Sekarang cepatlah kembali ke hotel sebelum ada yan

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   15. Mimpi Buruk

    Evan, anak buah yang aku banggakan saja bisa dikalahkan olehnya. Bahkan Rafli tidak terluka atau mengeluarkan keringat sama sekali ketika bertarung. "Eva, bagaimana keadaannya sudah membaik? Aku sudah memanggilkan dokter. Mungkin sedang dalam perjalan.""Padahal sudah lebih baik, jadi merepotkan Tuan Muda.""Bisa kita bicara di luar sebentar." Kami keluar dari kamar Evan.Ruang tengah menjadi tempat yang kami pilih.Sebenarnya aku juga ketakutan. Bahwa suatu saat aku akan menjadi monster.Monster yang akan membahayakan keluargaku sendiri. Saat ini kakek sedang merancang ku sebagai monster bagi keluarga Theodora. Apakah aku mampu untuk memenuhi semua ekspetasi kakek. Langkah pertama, aku harus bertemu dengannya dan membicarakan semuanya dari awal. Lagi pula sekarang sudah ada Soraya sebagai salah satu alasanku untuk kembali berdamai dengan keluarga Theodora. "Aku ingin menjalankan rencanaku selanjutnya.""Apa yang bisa saya bantu?""Aku agak khawatir. Fokus saja merawat Evan. Aku ak

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   14. Guru Baru

    Bibi Zara pagi ini sudah harus kembali ke Jerman. Katanya ada urusan yang mendesak. Aku dan Soraya mengantarkannya ke bandara. "Seperti yang kita sepakati kemarin. Aku ingin kamu bisa memantau putraku sekaligus melindungi keponakanku. Bukan hal yang sulitkan?"Rafli terlihat menyunggingkan senyumnya hanya sebelah. Menurutku terlalu sinis saat melihatnya. Sebenarnya kami ini, monster jenis apa? Kalau diperhatikan kami yang terlahir dari klan anggota mafia memiliki ke unggulan yang menjadi ciri khas masing-masing klan. Mungkin faktor genetik juga menjadi salah satu dukungan bakat kami sekarang dan sekarang aku sedang menebak, bakat spesial apa yang dimiliki oleh Rafli."Aku bukan baby siter, Ma'am.""Tapi kamu pelatih anak-anak mafia terbaik. Mereka berdua adalah penerus salah klan mafia terbesar-- ""Baiklah, aku akan bekerja sesuai dengan bayaranku." Potong Rafli yang terlihat tidak ingin berbasa-basi terlalu lama."Tentu, aku malah akan melipat gandakannya. Karena sekarang tugasm

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   13. Zara Carson

    "Pantai~" Soraya membuka kaca jedela mobil sambil menikamti hembusan angin laut."Dasar norak!" Sahut Evan sambil sesekali melihat kaca spion belakang."Biarin." Nah setelah ini pasti ada pertengkaran yang tidak penting lagi. Aku dan Eva langsung menyiapkan tablet pc dan mulai memantau pekerjaan kami. Recananya hari ini aku dan Eva akan mengunjungi perkebunan yang sudah lama terbengkalai.Aku akan membeli lahannya dan mencoba menghidupkan lagi perkebunan itu. Seolah latihan untukku menciptakan lapangan kerja baru untuk anak buahku jika mereka pensiun dari kegiatan kotor ini."Kita sampai." Ucapku dan Soraya langsung berlari ke halaman depan melihat-lihat bunga yang ditanam Eva. Selain mengurus kami Eva juga mempunyai kegiatan lain untuk merilekskan tubuhnya yaitu dengan menanam bunga di halaman depan."Apa aku harus merekrut seorang asisten rumah tangga ya mulai sekarang?""Eh? Emangnya enggak punya?""Aku bisa mengurus hidupku sendiri dan anak-anak yang tinggal disini juga sangat

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   12. Validasi

    Masih dalam suasana tegang, kami hanya bertatapan tajam. Tiba-tiba suara tembakkan menyeruak.Kami menunduk di bawah meja, diantara peluru yang menembus kaca itu ada yang bersarang di tubuh pengunjung lain. Hanya kami yang cekatan yang bisa lolos dari peluru yang memberondongi rumah makan ini."Sial!" Seru Xing sambil meronggoh sesuatu dibalik jas yang dikenakannya.Aku mengangkat wajahku untuk melihat situasi sekitar. Kacau! Isak tangis, getar tubuh yang ketakutan menguasai ruangan ini. Penjaga yang berada di luar!"Mau kemana?" Soraya menahan tubuhku yang hendak keluar."Siapa yang berani menyerangku secara terang-terangan!" Geram Zhang sambil melirik kearahku, seolah ini adalah jebakan yang aku buat untuk dirinya. Aku mendengar suara siulan dan dari arah seberang aku melihat Genta, sejak kapan dia pindah kesana? Genta melambaikan tanganya. Seperti menyuruh kami pindah kesisinya."Kalian ikuti bocah itu, mungkin dia menemukan jalan keluar. Aku yang akan mengurus semuanya." Ucap

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   11. The Yuan

    Tepat waktu. Aku dan dia berjalan saling mendekat. "Aku menerima penawaranmu." "Sudah kuduga. Dari awal aku PD sama diri sendiri."Huh? Dia benar-benar terobsesi denganku. Bila dilihat dari sudut pandang dia, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa adalah dia. "Ayo.""Kemana?""Kerumahku, kita harus mengadakan pesta bukan?" Secepat ini kah?"Bukannya kamu ingin semua beres dengan cepat?" Pertama Eva lalu sekarang dia. Apa wajahku selalu mudah di tebak?"Karena perempuan peka dan muka kamu telihat sepolos itu." Ok, aku sekarang harus pintar menyimpan emosiku."Ehm, untuk kedepannya biar aku yang memutuskan." Aku menghalangi langkah Soraya saat tahu tujuannya. Aku masih maklum dengan dia yang mengajukan pertunangan dan acara dadakan hari ini. Dari tadi aku mengikuti Soraya. Menuju mobilnya? Aku merasa tersinggung sebagai seorang laki-laki. "Apa?""Aku tidak mungkin bertemu dengan keluargamu seperti ini. Kurang pantas.""Terus? Kamu mau apa?""Aku yang akan memilihkan tempat unt

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status