Share

Pewaris Tunggal Berdarah Dingin
Pewaris Tunggal Berdarah Dingin
Author: D'Rose

1. Salah Prediksi

Author: D'Rose
last update Last Updated: 2024-03-09 17:21:28

Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Zeyon Theodora. Semua itu disebabkan oleh jurnal dalam gadget yang terbaca oleh kakeknya, Georgio Theodora atau biasa disapa Gio, Tuan Besar.

Zeyon Theodora. Zee nama panggilannya, memiliki trauma mendalam sejak umur tiga tahun. Diakibatkan melihat baku tembak yang terjadi di rumah. Dalam ingatan Zee, suara desing peluru beradu serta darah yang menggenang hampir melumuri lantai putih.

Untuk menghilangkan trauma itu, keluarga Theodora mengangkat dirinya menjadi pewaris sah dan mereka menetap di ibu kota untuk meneruskan hidup dengan tenang. Ditambah berbagai macam rangkaian terapi rutin Zee lakukan untuk menghilangkan trauma.

Salah satunya dengan menulis jurnal isinya terserah Zee. Bisa kegiatan kesehariannya atau sekedar apa yang dirasakan dirinya. Jurnal itu juga berfungsi sebagai monitoring dokter pribadinya ketika sesi terapi dilakukan. Cukup ampuh mengurangi pikiran cemas yang berlebih serta menstabilkan emosi Zee yang mudah meluap.

Segala pergerakan ternyata selalu dipantau oleh Gio. Zee pun baru tahu, karena kejadian ini terjadi, seharusnya jurnal itu hanya diketahui oleh Zee dan juga terapisnya. "Apa kamu pantas memiliki perasaan itu!" Gio membentak, bahkan didepan kedua orangtua Zee, Araya dan Tedi. Tapi tidak ada satupun dari mereka merespon untuk membela. Tedi terdiam sambil melayangkan tatapan menghakimi pada Zee.

"Aku membesarkan mu bukan untuk jatuh cinta padanya. Anthea, dia itu adikmu." Gio terdiam sambil memegangi kepala, hilang kata-kata saking kesalnya. "Sekarang juga kamu keluar dari rumah ini!"

Ada rasa sakit di dalam dada, napas Zee mulai naik turun secara tidak beraturan. Tanpa menunggu Gio lebih menghina, detik itu juga Zee angkat kaki dari rumah yang sudah empat belas tahun menjadi tempat berlindungnya.

Saat membuka pintu Zee bertatapan dengan Anthea atau biasa dipanggil Thea. Dia menatap Zee dengan mata terbelalak, terkejut melihat Zee akan pergi dengan pipi merah dan darah disudut bibir.

Zee merasa sama, seharusnya jadwal Thea masih dalam kelas piano. Lalu pandangan Thea beralih pada orang-orang yang ada dibelakang. "Ada apa?" Dia bertanya polos dengan raut wajah yang masih sama.

Kalau Zee terlalu lama menatap wajahnya, mungkin Zee akan mengurungkan niat untuk meninggalkan rumah ini. Maka kembali Zee paksakan kakinya melenggang pergi, melewati tubuh Thea begitu saja.

"Zee!" Ada getaran dalam suaranya yang membuat siapa pun yang mendengarnya merasakan rasa sesak.

'Tolong jangan panggil namaku.' Batin Zee, nyatanya Thea tidak berhenti sampai disitu Zee mulai mendengar derap langkah kaki dibelakang, lambat laun menjadi lebih cepat. Dia masih terus mengikuti Zee. Tidak ada yang mencoba menghentikannya.

Percuma saja, Thea adalah jenis orang yang tidak bisa menahan diri untuk segala hal yang diinginkannya. Jika itu sudah masuk keinginannya, maka hal tersebut harus jadi miliknya.

"Zeyon Theodora!" Thea menangkap pergelangan tangannya. "Apa yang terjadi, Zee mau kemana?" Mereka berhadapan saat ini, tidak ada cara lain lagi. Zee harus membuat Thea membenci dirinya. Rasa sakit akan membuat Thea menderita, tapi itu hanya sebentar. Hidup Thea bisa kembali normal setelah ini.

"Aku muak liat muka mu yang sok polos!" Zee menatap mata Thea dengan penuh kebencian yang seharusnya di layangkan pada tiga orang didalam rumah. "Rengekan mu yang enggak pernah dewasa, sangat mengganggu telingaku."

Perlahan Thea mulai melonggarkan cengkraman tangannya. Zee langsung menepis tangan yang masih menempel itu dengan sekali hentakan. Thea terjatuh ke lantai, bersimpuh. Zee mantap melangkahkan kaki, kali ini tanpa sedikitpun menoleh kebelakang untuk melihat. Mulai terdengar Thea yang terisak.

***

Anak rumahan usia 17 tahun, memiliki trauma yang belum sembuh. Sekarang berada diluar dan berjalan tanpa arah. Entah sudah berapa lama dan sejauh apa melangkah. Zee juga tidak tahu dirinya ada dimana? Duduk ditepian trotoar untuk sejenak mengamati tempat disekelilingnya. Gedung-gedung tinggi yang asing, sepertinya Zee benar-benar tersesat.

Jangankan meminta tolong pada saudara bahkan teman sekalipun rasanya sungkan, dengan status baru anak angkat yang diusir keluarganya. Baru sadar, sekarang kemana Zee harus pergi? Sepersekian detik, sesuatu yang keras menghantam bagian belakang Zee. Saat itu juga pandangannya mulai kabur.

'Sedikit melenceng dari prediksi, terjadi lebih cepat.' Zee sadar hidupnya akan lebih berbahaya ketika mencoba menguak kebenaran dari keluarga Theodora.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   43. Jodoh Yang Disiapkan

    "Bagaskara.""Hm! Kakek merasa kurang setuju dengan keluarga itu, selain karena Tedi terlalu banyak memiliki kerja sama dengan mereka aku tidak yakin semua itu kerja sama bisnis biasa. Pasti mereka mempunyai rencana yang tidak ketahui.""Aku juga berpikir demikian, apalagi beberapa kali mendapati Thea seperti diabaikan oleh suaminya.""Zee, cari tahu semua kabar terbaru serta keadaan rumah tangga Thea, biarkan Raka melakukan semuanya. Aku memberikan otoritas penuh, jika dia membutuhkan sesuatu segera fasilitasi dengan kualitas yang terbaik." Zee sudah memantapkan diri agar tidak bertindak sembrono lagi, menuruti kehendak kakeknya. Namun perasaannya pada Thea memang tidak pernah padam mendengar hal ini saja sudah membuat Zee sangat senang. Hatinya yang sempat kosong kini kembali membara dan terbakar menjadi semangat "Jika dia tidak bahagia dengan pernikahannya, kamu harus kembali membawa Thea. Kita berdua masih sanggup memberikan bahkan lebih dari sanggup untuk memenuhi kebutuhan Thea

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   42. Meluruskan Kesalah Pahaman

    "Jangan dibukan Kek, besok saja kita berbicaranya. Aku melihat Kakek sudah sadar saja sangat senang dan cukup puas. Pelan-pelan saja aku masih bisa menunggu." Zee menahan Georgio yang hendak melepaskan selang oksigen yang menutup mulut dan hidungnya. Georgio juga menurut saja apa yang dikatakan Zee saat melihat Eva mengangguk menyetujui apa yang disarankan oleh Zee. Sebagai gantinya Georgio mengelus rambut Zee kemudian turun ke wajahnya, sudah berapa tahun dia tidak bertemu dengan salah satu cucu kesayangannya ini. "Kakek maafkan. Aku yang salah, enggak tahu diri dan wajib dihukum oleh keluarga Theodora. Kalian sudah melimpahkan harta dan kebahagian yang sangat banyak padaku. Aku dengan disengaja merusak masa depan yang sudah cerah dan jelas berada dalam genggamanku." Jika Georgio tidak menepuk-nepuk punggung tangan Zee untuk berhenti, mungkin Zee seharian akan menyalahkan dirinya didepan Georgio. "Aku sudah menyadari kesalahanku dan aku sedang melakukan perbaikan untuk kedepannya dem

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   41. Hampa

    "Semuanya berjalan dengan baik." Itu kalimat pertama saat Eva bertemu dengan Rafli di teras rumah. Eva mengangguk dan setelahnya Rafli memilih untuk meninggalkan orang-orang yang menyambut kedatangan mereka. Beberapa anggota lain yang tidak suka melihat kelakuan Rafli dan hendak mencegahnya pergi begitu saja, namun Eva memberi isyarat untuk membiarkan Rafli. Fokus mereka sekarang harus tertuju pada Zee yang sedang mengelurkan Georgio dibantu dengan anggota yang lainnya. Genta dan Eva segera cekatan membawa Georgio kedalam kamar yang sudah disiapkan dan si sulap tidak kalah dengan kamar rawat kelas VVIP . Segala macam peralatan yang dibutuhkan sudah ada disana. Zee tidak menganggu lagi dan memilih menunggu dengan jarak saat Eva dan Genta yang sedang melakukan pemeriksaan terhadap Georgio, mengecek detak jantung, pupil mata serta mulai memasangkan alat-alat itu pada tubuh Georgio. Barulah setelah semua selesai Eva dan Genta mendekat pada Zee untuk melaporkan kondisi Georgio. "Apa kondi

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   40 Misi Penyelamatan

    Keberadaan Zee saat ini sangat berbahaya. Karena sudah ada pihak yang berani memata-matai mereka. Cepat atau lambat Tedi akan segera mengetahui bahwa Zee masih hidup. Mereka putuskan untuk segera membereskan misi kali ini. Rencananya, Raka akan berpura-pura menjadi pasien, dan berbaur dengan antrian pasien di ruang tunggu. Itu lebih memudahkan dirinya memantau pergerakan kami dan juga cctv sekitar. "Kamera CCTV lorong A dan E sudah aku aturkan. Rafli kamu bisa bergerak sekarang." ucap Raka dalam interkom yang mereka pasang masing-masing sebagai tanda komunikasi. "Baik, aku mengerti." Kemudian Rafli mulai bergerak, sebelumnya sudah memantau bahwa tidak sembarangan dokter yang bisa masuk kedalam ruangan itu. Langkah pertama, dia akan menyamar menjadi cleaning service dengan menggunakan hal tersebut dia bisa memasuki akses ruang ganti dan mencuri ID Card dokter yang ditargetkan dan Raka membantu dengan melihat jadwal dokter tersebut sebelumnya. Misi sudah di mulai setengah jam yang lal

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   39. Ruangan Mencurigakan

    Mereka akhirnya tertidur di gang sempit itu semalaman. Orang yang pertama bangun sepertinya Raka, sebab ketika Zee membuka mata, dia melihatnya sudah berkutat dengan laptop dan ponsel. Sementara Rafli masih tidur lelap di kursi pengemudi. Mungkin dia lelah mengemudi semalaman. Zee kebingungan tidak bisa keluar dari mobil saja, karena gang ini benar-benar pas dengan body mobil. Sangat sulit untuk membuka pintunya saja barang sedikit. Sekarang yang bisa dilakukan Zee hanya menunggu Rafli bangun. Tidak mau juga dirinya membangunkan Rafli secara paksa juga. Zee mencoba mengecek takut kalau Eva tidak mendapatkan perkembangan kabar dari misi ini. Namun ponselnya yang ternyata mati kehabisan batreai. Gerak-gerik Zee membuat fokus Raka menjadi buyar, dia bisa melihat Zee mulai tidak nyaman berada di kursi belakang lewat kaca spion tengah. “Tuan muda sudah bangun?” Suara Raka membuat Rafli jadi terbangun. Dia merenggangkan tubuhnya sejenak untuk kemudian ikut menengok kearah belakang. “Po

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   38. Pengejaran Dini Hari

    "Bisa jadi, karena kalian berdua mengintai rumah itu. Mungkin kalian juga enggak sadar sedang diperhatikan juga." "Sikap kami masih terlihat wajar dan kami rasa enggak terlalu lama berada disana." "Tetap saja, mereka bukan keluarga konglomerat biasa, sehingga pergerakan sekecil apapun bisa menjadi perhatian mereka.” Zee teridam, dalam hati membenarkan dari penjelasan dari Raka dan merenungkan sikap gegabahnya. Apa yang ditakutkan dan peringatan Rafli yang dianggap sepele oleh Zee menuai hasil yang sangat cepat. Rafli sempat melihat kearah Zee namun tidak merespon apapun. Dia cukup puas tuan mudanya akan belajar dari kesalahan. Risiko dari masalah ini masih bisa diatasi.“Itu sudah berlalu, sekarang kita harus pergi dari hotel ini. Keberadaan kita sudah ketahuan pihak luar. Tidak menutup kemungkinan keluarga Theodora juga lambat laun akan tahu.” Raka dan Zee saling menatap, menit berikutnya mereka berpencar langsung mengemasi barang bawaan masing-masing. 10 menit kemudian, mereka be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status