"Aku pingsan? Dimana aku sekarang?" Zee meraba bagian belakang kepala yang masih terasa sakit. Rupanya ada darah yang sudah mulai mengering menempel pada telapak tangannya. Penglihatan Zee kembali jelas, tapi masih terasa sulit untuk sekedar membalikan tubuh dari posisi telungkup. Butuh beberapa menit dan usaha yang ekstra membuat badannya menjadi terduduk.
Tidak ada cahaya matahari yang masuk, hanya bohlam lampu berwarna kuning itu pun sudah sedikit redup. Semua dibatasi oleh dinding, hanya ada satu pintu besi yang diatasnya ada sedikit celah dengan dihiasi tiga jeruji besi sebagai penghalang. "Ruang bawah tanah." Zee menyimpulkan, hasil observasi singkat. "Anda sudah sadarkan diri?" Terdengar suara perempuan entah dari mana asalnya. Ternyata disalah satu ujung dinding terdapat speaker bila dilihat lebih tajam. "Siapa kamu!" Zee berjalan kearah pintu memastikan bisa membukanya, bahkan dia juga menendang-nendang tembok. Berharap itu lebih rapuh dari pintu besi tua. Tapi keduanya sangat kokoh. Sisa tenaga Zee saat tidak akan bisa merobohkan keduanya. "Anda tidak perlu tahu siapa saya." Ada sedikit jeda, seolah perempuan itu bisa melihat langsung apa yang sedang diperbuat Zee. "Usaha yang anda lakukan juga sia-sia." 'Selain bisa mendengar, dia juga bisa melihat apa yang aku lakukan? Apa ruangan ini juga disertai cctv?' Zee pernah mengambil kelas bisnis privat. Mungkin negosiasi sedikit bisa membantu dirinya keluar dari tempat ini. "Kenapa aku ada disini? Untuk siapa kamu bekerja?" "Mulai besok anda akan kami latih." "Dilatih? Untuk apa?" Gagal sudah, negosiasi tidak akan bisa mengeluarkan Zee. orang mengurungnya memiliki tujuan yang bukan soal uang atau keuntungan sesaat. "Anda akan kami keluarkan jika semua pelatihan sudah diselesaikan dan anda dinyatakan lulus oleh kami." "Aku benar-benar tidak mengerti semuanya. Lagi pula aku sudah tidak ingin melawan siapapun." "Kalau begitu anda sendiri yang akan dihabisi oleh musuh jika tidak melawan. Kita akan berjumpa lagi besok. Selamat beristirahat. Tuan Muda." Tuan Muda? Dalam pikiran Zee mungkinkah ini perbuatan kakek? Atau ayah dan ibu? Siapapun itu Zee tidak tahu alasan sebenarnya kenapa harus mengikuti 'latihan' ini. Dirinya sudah keluar dari rumah dan otomatis dirinya bukan bagian dari keluarga Theodora dan tidak akan mencampuri urusan mereka lagi. Sempat menyadari bahwa ada sesuatu yang janggal dengan keluarga Theodora tidak seperti keluarga konglomerat pada umumnya. Beberapa kali Zee mendapati ada orang yang mencoba membuntutinya. Awalnya merasa bahwa memang Zee yang menjadi incaran dari para pesaing bisnis keluarga Theodora. Suatu hari Zee dan Thea di culik oleh orang yang tidak dikenal. Zee mencoba meloloskan diri dengan sekuat tenaga bahkan mengorbankan dirinya terluka demi melindungi Thea. Kebenarannya orang yang memiliki niat jahat adalah sanak keluarga sendiri yang menyimpan dendam. Apalagi setelah diumumkannya Zee sebagai pewaris sah semua kekayaan Theodora. Cara pandang para paman dan bibi langsung berbeda melihat Zee. Ada tatapan sinis disetiap pandangan mereka. Zee jadi penasaran persaingan dalam keluarga yang sangat ekstrim. Setelah ditelusuri ternyata semua keluarga besar Theodora tidaklah selalu memiliki hubungan darah. Keluarga Theodora yang sesungguhnya, adalah kakek Gio, anaknya Araya, menantunya Tedi dan cucu sedarahnya Thea, Zee dan yang lainnya hanya anak adopsi yang dimasukkan kedalam keluarga Theodora. Entah untuk tujuan apa, Zee belum mengetahui sampai tahap itu. Terlanjur insiden jurnal dan dirinya diusir. Dari situ juga Zee mulai menyadari perasaan sayangnya pada Thea lebih dari sekedar seorang kakak. Mungkin itu juga salah satu sugesti. Karena menyelidiki silsilah keluarga. Malah semakin berani memupuk perasaan Zee pada Thea makin kuat. Tidak apalah pikir Zee, memang tidak ada hubungan darah diantara mereka. Tapi semua itu sia-sia pada akhirnya. Saat ini keberadaan Zee berarti hukuman karena mencoba mencari tahu silsilah keluarga Theodora. Mudah saja untuk Gio atau Tedi langsung membunuh Zee dan menghilangkan jejaknya dari pada mengurung seperti hewan di sel bawah tanah ini. 'Oh aku tahu! Mereka ingin membunuhku dengan cara menyiksa secara perlahan-lahan, hingga aku menghembuskan napas yang terkahir." Zee sedikit tercerahkan dari hasil pemikirannya sendiri. Karena sedari kecil Zee sudah dilatih berbagai macam hal. Sebagai bekal pewaris seluruh kekayaan keluarga Theodora. Dari mulai pelajaran dasar bisinis hingga langsung terjun kelapangan. Tapi tidak ada pelatihan yang seekstrem ini. Mengingat penjelasan perempuan di speaker tadi. Zee akan dilatih, itu mungkin lebih pada siksaan fisik yang akan diterimanya. Dengungan keras melengking, bukan berasal dari speaker diujung ruangan itu. Ini berasal dari dalam kepala Zee. Kilasan balik kejadian saat umurnya tiga tahun, ingatan anak kecil yang sama itu kembali muncul dalam penglihatannya. Bagai film yang diputarkan kembali dengan layar yang besar. Beberapa orang masuk kedalam rumah dangan senjata besar, isi pelurunya banyak hingga terjuntai. Laki-laki itu membombardir tembakan ke seluruh penjuru rumah. Tembok rumah penuh dengan lubang dengan peluru bersarang disana, pecahan kaca berserakan di lantai. "Tetaplah diam didalam hingga dia datang!" Kalimat terkahir yang diucapkan wanita yang tengah sekarat itu. "Mommy!" Anak kecil itu berteriak sebelum sang perempuan menutup pintu lemari dan menguncinya dari luar. Wajah Perempuan itu akhirnya terlihat jelas. Bukan ibu angkatnya Araya, tapi perempuan lain. Apa dia adalah ibu kandung Zee? Apa yang terjadi sesungguhnya pada keluarga Zee.Zee dan Niken datang tepat waktu langsung mendatangi tempat mereka melakukan kesepakatan awal, keduanya berjalan saling mendekat. Zee dengan langkah mantap dan padangan mata yang tajam, sedangkan Niken berjalan dengan langkah yang ringan, ada rona merah dikedua pipi karena tersenyum melihat sosok Zee dihadapannya, bahkan mata Niken juga ikut tersenyum"Aku menerima penawaranmu." Uca Zee tanpa banyak basa-basi lagi.Niken tersenyum dengan merekah mendengar pernyataan dari Zee. "Sudah kuduga. Dari awal aku percaya feeling ku, kamu akan meneriam tawaran ini." Huh? Dia benar-benar terobsesi dengan Zee. Bila dilihat dari sudut pandang Niken, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa dari perjanjian ini adalah dirinya.“Tapi aku punya permintaan khusus yang harus kita sepakati terlebih dahulu.” Zee mentap Niken yang masih tersnyum padanya. Niken mengibaskan tangan merasa kalau itu tidak masalah."Aku bisa memenuhi persyaratanmu itu. Ayo, ikut denganku." Niken mengajak Zee untuk pergi bersam
Sejak keluar dari taman hiburan, Zee masih tetap diam selama perjalan. Tidak ada yang berani juga untuk bertanya apa yang terjadi setelah pertemuannya dengan Niken. Sampai di vila juga, Zee langsung masuk kamar. Dalam kamar Zee hanya duduk termenung menatap jendela yang menghadap kearah balkon. Berjam-jam namun pikirannya berada disatu tempat ‘Apa yang harus aku lakukan?’Eva dibantu dengan Surya sudah menyiapkan hidangan untuk makan malam. Sejak datang kesini Zee paling suka makan secara bersama-sama dengan anak buah yang lainnya. Surya menatap Eva, karena bingung dengan sikap Zee yang jadi lebih pendiam.“Biar aku yang memberitahu Tuan Muda kalau makan malam sudah siap.” Eva tahu, sebagai orang baru Surya masih canggung dan belum hapal betul sikap Zee. Surya mengangguk setuju, dia justru bingung kalau harus berhadapan langsung dengan Zee saat ini.Eva naik kelantai dua. Dia juga bahkan menerka-nerka hal apa yang membuat Zee sulit mengambil keputusan dan tidak segera mendiskusikan te
Sepakat untuk mendatangi semua taman hiburan yang ada di negara ini. Pilihan pertama adalah taman hiburan yang paling dekat dengan kota tempat mereka menyewa sebuah vila untuk tinggal beberapa waktu.Raka pula yang mengusulkan untuk Zee tidak terlalu banyak membawa anak buah. Dikhawatirkan Niken tidak akan datang menemuinya karena ketakutan degan segerombolan orang sangar yang berada disekitar Zee. Mereka masuk dengan pakaian santai agar tidak terlalu mencolok, tiket yang didapat sudah termasuk satu maps taman hiburan dan juga satu paper bags camilan. Walau Zee masih harus dalam pengawasan mereka, Eva dan Evan tidak mengikuti secara terang-terangan.Mereka membuka maps untuk mencoba memprediksi dimana kira-kira Zee bisa menemui Niken. Roll'n Coaster? Tidak, dibalik bohong atau benarnya tentang penyakit yang diderita Niken. Tempat itu juga bukan pilihan yang bagus untuk berbicara. Komidi Putar? Zee rasa di siang bolong seperti ini, itu tidak terlalu menarik.Ah! Area danau, ada taman
“Gedung yang kita datangi itu adalah kedok bisnis mereka, perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Keluarga Yuan bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus.” Jelas Raka.Tadinya Zee berpikir, bisa saja orang itu memang memimpin binis illegal keluarga mereka. Sedangkan Niken mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal miliki keluarganya. Namun pertemuan janggal mereka di rumah sakit, seperti Niken sudah mengenali dan mencari tahu tentang Zee sebelumnya. Jika semuanya sudah direncanakan dan Niken tidak sepolos wanita pada umumnya. Berarti perjanjian dirinya dan Zee juga termasuk dalah rencananya. 'Baiklah kalau begitu, kita pergi ke Taman Hiburan.' Zee menjentikkan dan langsung menatap penuh arti. "Raka apa ada Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" Raka juga heran, bukannya mereka dalam menjalankan misi kenapa Zee malah menanyakan hal yang diluar topic dari misi mereka."Aku sudah membuat jan
"Ada perlu apa sampai kalian datang kesini?" Sapaan dari boss ini terdengar tidak ramah. Namun Zee dan yang lainnya masih ingin mencoba sampai mencapai kesepakatan dengannya."Ah, ini perkenalkan Tuan Muda--""Ck, kenapa pergantian Boss ditempatmu selalu cepat sekali?" Zee sendiri merasakan ada nada mengejek di dalam kalimat yang dilontarkannya. Eva menahan Zee, dia pasti tahu Zee mulai tersulut emosi. "Oh maaf karena lancang, silahkan duduk." Sabar, Zee menarik kursi disisi ujung lainnya. Hanya Zee yang duduk yang lain memilih berdiri. Ini membuat pria itu tahu bahwa Zee lah pemimpinnya yang baru."Zeyon Theodora." Cukup menarik perhatiannya saat memeperkenalkan diri dengan nama belakang keluarga sengaja Zee tekankan."Tuan Muda? Huh. Disini bukan tempat untuk bermain-main." Orang itu jelas tahu siapa Zee dan dia masih dalam mode mengejek. "Jadi apa tujuan anda datang? Aku rasa kerja sama kita berjalan lancar selama ini.""Aku mau dukungan penuh, dengan anda hanya menjadi pemasok unt
Keluarga Theodora bahkan secara khusus mengadakan acara agar Zee bisa bermain dan berteman dengan anak konglomerat lainnya. Menjalin relasi sejak dini. Semakin erat hubungan pertemanannya, maka itu akan berdampak bagi kesuksesan Zee di masa depan. Zee sedikit curiga kalau Niken sudah melakukan penyelidikan terlebih dahulu tentangnya. Maka dari itu dia setuju begitu saja untuk berteman dengan Zee."Aku bisa nebak pikiranmu. Tapi bukan aku yang butuh hubungan ini, melainkan kamu." Zee belum berkata tapi Niken sudah terlebih dahulu membaca isi kepalanya. Zee menaikan alis, Niken tidak boleh dianggap remeh."Kita lihat saja nanti." Zee juga tidak mau kalah begitu saja. Niken membalas dengan tersenyum seolah dia akan memenangkan situasinya kelak.Begitulah mereka, hampir setiap malam Zee dan Niken bertemu di balkon. Diawali dengan senandung kecilnya dan berakhir dengan obrolan ringan saling mengadu nasib tentang hidup sebagai seorang pewaris tidak seenak yang dipikirkan oleh kebanyakan ora