Walau belum pulih total Zee tidak merasa khawatir, dua orang jenius dibidang kedokteran bersamanya. Genta dan juga Eva. Mereka berdua yang akan memantau Zee. Peralatan medis yang diperlukan pun mereka angkut ke mansion yang ada di Paradise. Rumah seluas satu hektar tanah berdiri megah dengan dua lantai. Desainnya memang kental dengan karakter seorang Georgio Theodora.
"Ini data-data yang Kak Zee minta." Meja kerja Zee penuh dengan bundelan-bundelan kertas. Semua itu adalah data aset keluarga Theodora. Kebanyakan sudah Tedi ambil alih dan dipindahkan atas namanya. Hanya tersisa remahan kecil dari aset Gio yang belum beliau miliki, sesuai dugaan Zee. Tedi tidak tahu hal-hal tersebut. "Yang benar saja?!" Zee sudah memeriksa semuanya dan memberi lingkaran sebagai tanda mana saja aset yang bisa dia ambil alih. "Enggak apa-apa Kak Zee, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit." Raka menyemangati Zee, bukan itu permasalahannya. Kebanyakan aset yang tidak Tedi ketahui berada dalam bidang ilegalitas dan juga dunia gelap. "Eva, Aku ingin bertanya. Jika rencananya pada saat itu Ayah tidak muncul apa tindakanmu selanjutnya? Bisa saja aku mati disiksa si Jangkung." "Entah Tuan Muda akan mati ditangan siapa, tapi saya sudah siap dengan kemungkinan terburuk itu dan akan mengembalikan Tuan Muda sesuai instruksi dari Tuan Besar." Jika begitu, Zee memang dibawa dalam keluarga Theodora untuk disiapkan menjadi penerus bisnis ilegal milik keluarga Theodora yang hanya diketahui oleh Gio dan beberapa anak buah kepercayaannya. Zee sebagai pewaris sah kekayaan keluarga Theodora hanya tipuan semata, karena itu pasti akan jatuh ke tangan Thea. Hanya saja, Gio terlalu mengkhawatirkan keturunannya. Sehingga Zee ditumbalkan agar orang yang ingin merebut harta keluarga Theodora bisa terkecoh. "Lalu kenapa kamu belum juga melatihku?" "Satu-satu, Tuan Muda." Genta yang sedari tadi diam mulai menimpali dengan sorot mata yang tajam. "Kita harus mengatur ulang rencana dan strategi. Bagaimana kalau kita mulai dari pelabuhan?" Ide Raka mengambil salah satu file dan menunjukannya pada mereka. Eva dan kedua anak ini mungkin sudah jenius sejak dulu dalam bidang masing-masing. Maka dari itu Gio mengincar mereka. "Aku jadi penasaran, apa kita merasakan hal yang sama?" Zee menatap Raka dan Genta bergantian. Dua orang itu balik menatap Zee dengan penuh tanya. "Kakek sengaja melenyapkan keluarga asli kita, hanya agar kita bisa dibawa dan dilatih olehnya? Demi melindungi keluarga Theodora yang asli. Apa kalian bertiga melewati penyekapan dan penyiksaan seperti yang aku alami?" Eva merasa kurang setuju dan Zee belum mengetahui cerita yang sesungguhnya. Eva membuka suara, mulai bercerita. "Dahulu Tuan Besar adalah salah satu Pemimpin anggota mafia terbesar. Peperangan sudah lama diredam oleh negara masing-masing, perdagangan senjata ilegal sudah tidak diminati orang banyak. Beberapa orang mengusulkan untuk beralih ke bisnis mengedarkan obat-obatan terlarang dan memperjual belikan manusia seperti hewan adalah dua pekerjaan yang paling dibenci oleh Tuan Besar, kemudian beliau dijebak dan dikhianati oleh para pemimpin lainnya." Mereka bertiga yang sepertinya tidak tahu apa-apa mulai tertarik dengan kisah ini. "Hanya demi pengakuan dan kekuasaan akhirnya mereka saling serang. Bahkan para anggota keluarga yang tidak bersalah ikut menjadi korban dari pertikaian tersebut." Cerita semakin merujuk pada asal usul mereka. "Tuan Besar mengalah dengan mundur dari serikat tersebut dan lari ke negara yang lebih aman. Tuan Besar berpikir bahwa semua itu akan usai tapi nyatanya tidak pernah." Eva mulai menatap mereka dengan padangan tajam dan juga perasaan penuh simpati. "Para mantan anggota kelompok yang mengikuti Tuan Besar tetap dibantai habis-habisan disana." Eva menghela napas dan terdiam cukup lama. Zee merasa kalau Eva juga merasakan apa yang terjadi pada mereka. kehilangan keluarga karena masalah ini. "Tidak ada pilihan lain Tuan Besar harus kehilangan orang-orang yang sudah dianggap seperti keluarganya sendiri." Zee mulai bisa menarik benang merah dari cerita Eva. Bisa jadi wanita yang dipanggil Mommy dan mengurung dirinya didalam lemari adalah salah satu keluarga yang menjadi anggota mafia pengikut keluarga Theodora. "Keinginan Tuan Besar adalah membawa pergi semua anggotanya bersama, tapi itu mustahil." "Pemerintah akan terusik dengan kedatangan imigran yang membludak dalam satu waktu. Perlahan namun pasti Tuan Besar memulai misi penyelamatan anggota lainnya yang tersisa." Eva mencoba meyakinkan mereka bertiga, terutama Zee bahwa Gio tidak seburuk apa yang dipikirkannya selama ini. "Kalian merupakan salah satu keluarga dari anggota mafia yang tersisa dan masih memiliki harapan hidup. Diselamatkan oleh Tuan Besar dari anggota keluarga yang sudah tidak tersisa. Jika dari kalian masih memiliki kerabat keluarga, maka Tuan Besar akan membantu secara financial hingga mereka mampu berdiri di kaki mereka sendiri." Zee tahu, Gio memilik rumah amal yang tersebar luas diberbagai negara. Tenyata itu hanya kedok, tujuannya adalah menampung dan melindungi mereka keluarga dari anggota mafia yang masih tersisa. Dengan cara itu Gio bisa melindungi mereka secara sah hukum dimasing-masing negara. Sehingga para musuh Gio tidak bisa lagi mengusik mereka. "Karena kita satu keluarga. Itu moto yang selalu dijunjung tinggi oleh Tuan Besar." Tutup Eva pada ceritanya. "Lalu kenapa aku harus masuk dalam keluarga inti mereka? Aku bisa saja dibesarkan terpisah, seperti kalian atau seperti kebanyakan yang hidup di panti asuhan milik keluarga Theodora." Tanya Zee, dengan begitu bukannya hidupnya akan normal seperti anak-anak yang lainnya. "Itu bisa anda tanyakan sendiri nanti pada Tuan Besar." 'Eva sepatuh itu pada Kakek? Dia juga tidak berani menanyai keputusan Kakek yang dia tahu adalah harus menjalankan apapun yang diperintahkan oleh Kakek dengan sempurna.' Zee paham sekarang. Bukan Tedi, melainkan Eva lah tangan kanan Gio yang asli. "Tuhkan! Berarti kita ini semua saudara." Raka tersenyum lebar sedangkan Genta tertunduk seperti memikirkan sesuatu dan itu membuat Zee memfokuskan padangan pada Genta. "Raka, bisa aku minta tolong?" Zee menunggu kelanjutan kalimat yang dikatakan oleh Genta. "Tentu sodaraku." "Aku ingin kamu melacak apapun itu yang berkaitan dengan aktivitas Tuan." Genta masih tertunduk tidak berani mengangkat kepalanya. Seolah permintaannya ini sangat sulit untuk diwujudkan. "Kenapa kamu ingin mencari tahu tentang Ayahku?" "Apa Tuan Muda tidak terpikirkan bahwa anda mungkin saja dibawa masuk kedalam keluarga Theodora adalah untuk menjadi lawan bagi Tuan. Tuan Besar sudah mengetahui ada yang tidak beres dalam keluarganya sendiri, dia butuh seseorang berada dipihaknya agar bisa satu pemikiran. Tuan Besar sangat berharap Tuan Muda bisa membantunya kelak dan ini adalah waktu yang tepat." Semua yang ada di ruangan itu terkecuali Genta merasa terkejut dengan pemikirannya. Bukankah Gio memiliki prinsip harus melindungi keluarga, tapi kenapa Zee malah dirancang untuk menentang keluarganya sendiri dikemudian hari? 'Apa yang harus aku lindungi sebenarnya? Apa Kakek terlalu tamak dengan ingin mempertahankan harta dan kekuasaannya, sehingga dia melatihku menjadi bawahan yang patuh.' Pikiran campur aduk itu kembali dalam kepala Zee. Atau Zee dan menantunya adalah dua mata koin yang bisa dipilih sesuai situasi yang terjadi dengan kehendak Gio. Karena keluarga Theodora hanya bisa melahirkan seorang putri dan tidak memiliki seorang pewaris?Rekam medis milik Thea terpampang disana. Walau nama belakang Thea sudah berbeda sekarang. Itu karena Thea sudah menikah, dan bisa saja dibawa ke rumah sakit oleh suaminya. Tangan Zeyon terus saja menggulir layar laptop, Raka sengaja meninggalnya sendiri. Tidak ada yang berani mengungkit atau mengusik jika menyangkut Thea. Bahkan Eva sekaligus, kecuali jika Zeyon yang memulai pembicaraan. Itu pun mereka akan menanggapi secara netral dan profesional menurut sudut pandang mereka. Namun kesempatan itu belum pernah terjadi. Hingga hari ini, makanya dari pada Raka harus canggung bersama, Raka memtuskan untuk membeli makan malam.Mengenai suami Thea, Zeyon menemukan namanya di data wali pasien. “Arun Bagaskara.” Zeyon sedikit menarik memori beberapa belas tahun kebelakang. Anak kecil yang seumuran dengan Thea. Salah satu kolega orang tua mereka, kerap kali keduanya dipasang-pasangkan, kecocokan mereka selain dari segi fisik juga latar belakang keluarga mereka yang setara.“Anak tengil itu y
Rafli yang selalu terlihat kalem, ini bisa berubah juga. Apa Zeyon memang sudah keterlaluan. Tapi niatnya memang hanya untuk memastikan keterlibatan keluarga Bagaskara saja. Tidak kah sikap yang ditunjukan Rafli padanya terlalu berlebihan.Apalagi Rafli yang mengungkapkan bahwa bisa saja Zeyon membunuh dirinya. Sungguh hal konyol untuk apa menukar nyawa Rafli dengan masuk dan mengulik infomasi yang tidak seberapa dari keluarga Bagaskara. Beberapa detik kemudian, Zeyon baru berani menatap wajah Rafli yang mengeras disana dan sedikit berwarna merah. Padahal suhu didalam mobil tidak panas sama sekali, AC mobil berfungsi dengan baik. Apa Rafli berada diambang batas sabarnya. ‘Apa nyawa Rafli memang tergantung padaku. Jika terjadi apa-apa deganku. Zara mungkin akan mengambil nyawa Rafli sebagai bayaran setimpal agar keluarga ini enggak ada dendam dimasa depan.’ Untuk sementara itu kesimpulan yang bisa Zeyon ambil.Mereka kembali ke hotel dengan Rafli yang terus saja memegang tensi emosi. K
Pintu tertutup kemudian terdengar suara pintu dikunci. Ruangan masih gelap, seperti enggan menyalakan saklar lampu. “Apa yang kamu lakukan?” Suara itu dikenali, Zeyon dengan sikap waspada langsung menyalakan lampu dan melihat sosok yang menariknya kedalam ruangan.“Rafli.” Satu tarikan napas panjang yang sedari tadi ditahannya lolos begitu saja melihat waja orang yang Zeyon kenal. “Aku hanya ingin bertemu dengannya kamu enggak usah—““Apa Anda mau semua yang kita rencanakan secara matang, berantak begitu saja karena satu tindakan bodoh dari Tuan Muda.”“Baiklah, aku hanya akan menyapa saja dan kita kembali ke rencana awal.” Zeyon sudah bergerak kearah pintu, dia takut Thea sudah pergi terlalu jauh. Sulit dikejar dan kalau mereka berada di tengah keramaian itu akan mempersulit pertemuan Zeyon dan Thea, secara diam-diam.Sebelum mencapai pintu, Rafli sudah sigap memasang badan menghalangi, Zeyon melotot melihat sikap Rafli yang seperti ini padanya. “Apa cuman itu, bagaimana kalau dengan
Kalaupun infomasi ini muncul dan tidak yakin jika Georgio masih dalam pengawasan Tedi. Zee tetap akan muncul dan menghadapi reskio besar yang terjadi. Georgio masuk ke rumah sakit bertepatan dengan usaha Tedi melenyapkan Zee dari keluarga Theodora. Untuk memiliki harta dan kekuasaan keluarga Theodora maka jalan berikutnya yang harus Tedi tempuh yaitu menyingkirkan Georgio tentunya. Sayang, rencana Georgio selangkah lebih maju dibandingkan Tedi, Gerogio seperti sudah memprediksi semua hal ini akan terjadi di masa depan."Thea?" Dia berlari kearah Zee sambil menangis, siapa yang membuatnya menangis! Tubuh mungilnya bergetar hebat, Zee jadi memeluknya, mecoba menenangkan Thea sambil mengelus rambut panjang yang terurai berantakan dipunggunya."Zee, tolong aku. Ibu dan Ayah sangat menakutkan.""Apa?!" Zee mengendurkan pelukanya untuk melihat wajah Thea yang penuh dengan air mata."Aku mau ikut Zee kemanapun. Karena mereka berdua sudah berencana akan membunuhku.""Thea! Kemari!" Orang yang
Ke esokan harinya Zee sudah bersiap dengan pakaian rapih, sebelum itu dia menyempatkan diri untuk melihat kondisi Evan yang sejak semalam belum sadarkan diri. Evan, anak buah yang Zee banggakan saja bisa dikalahkan olehnya. Bahkan Rafli tidak terluka atau mengeluarkan keringat sama sekali ketika bertarung. "Eva, bagaimana keadaannya sudah membaik? Aku sudah menyuruh orang untuk membeli semua keperluan yang Evan butuhkan demi kepulihan dirinya. Mungkin sekarang lagi dijalan.""Padahal sudah lebih baik, jadi merepotkan Tuan Muda." Zee yang maju mundur untuk merelai mereka hingga Evan jatuh tidak sadarkan diri. Zee juga ambil bagian karena salahnya membiarkan duel yang tidak seimbang diawal tetap dibiarkan begitu saja."Bisa kita bicara di luar sebentar." Mereka keluar dari kamar Evan.Ruang tengah menjadi pilihan tempat yang paling dekat. Sebenarnya Zee agak khawatir, jika mereka dilatih dalam pengawasan Rafli bisa menjadi monster ganas yang tidak terkendali.Monster yang tidak bisa men
Tunggu! Tadi kalau Zee tidak salah dengar Rafli sempat berbicara dengan Eva dan memanggilnya 'Kak'. Mereka sudah sedekat itu, apa Eva sudah kenal dan tahu kekuatan Rafli yang sebenarnya? Maka dari itu dia sangat khawatir. Pasalnya Eva terlihat acuh saat Evan di serbu oleh sekolompok orang atau saat dirinya harus mengalihkan perhatian para penembak. Itu karena Eva tahu batasan diri Evan, dia akan mampu mengatasinya. Jika lawan Evan sekarang lebih kuat dibandingkan dirinya, Jelas Eva khawatir, mau bagaimanapun Evan adalah adik kandungnya.Di halaman belakang sudah ada Evan dan Rafli yang sedang ancang-ancang untuk adu kekuatan. Tidak ada senjata hanya kekuatan tubuh dan keahlian ilmu bertarung yang mereka adukan. Evan yang duluan menyerang. Benar kata Genta, pukulan yang dilayangkan Evan penuh dengan emosi. Tidak mengenai satupun tubuh lawan. Kuda-kudanya juga tidak kokoh, sehingga pijakan kaki Evan mudah menggeser.Sejauh ini Rafli belum melawan, dia hanya menghindari pukulan dari Evan