Share

6. Terikat

Sudah seminggu untuk insiden akuisisi pelabuhan.

Aku harus kembali kesana untuk mengisi kekosongan akibat terbunuhnya pemimpin mereka.

Kata Eva mereka tidak boleh dibiarkan kebingungan.

Hari ini, tidak seperti kemarin. Kami mengganti formasi. Evan tidak ikut sebab digantikan oleh Raka.

Raka akan bertugas untuk menyiapkan segala keamanan gudang.

Akan ada pemasangan cctv dan pemasangan kode agar tidak akan bisa sembarang orang masuk kedalam gudang nantinya.

Eva masih ikut sebagai pelindungku. Itu yang dilontarkanya.

"Jadi ini tempatnya?"

Raka mengedarkan pandangannya. Bahkan sampai kepala dan badannya ikut berputar-putar.

Mengajaknya kemari seperti mengajak anak pergi ke taman wisata. Ada dua koper berukuran besar yang ikut di dereknya.

"Apa ada masalah?"

Tanyaku saat melihat senyuman di wajahnya tiba-tiba hilang.

"Hm, listriknya. Kayaknya ini gudang tua yang usang."

"Kamu berharap ini apa? Taman bermain?"

"Seenggaknya instalasi listriknya memadailah."

Setelah kami masuk mereka sudah menunggu dengan tenang di dalam.

Begitu aku masuk semua menundukan kepala, memberikan hormat padaku.

Padahal tidak usah sedramatisir ini. Aku balas mengangguk singkat menghormati mereka juga.

"Tuan Muda, ada beberapa berkas yang kami siapkan semuanya."

Salah satu anak buah memberiku seperti laporan pembukuan.

Siapa pelanggan mereka, asal pasokan senjata dan sejenisnya.

Sesuai dugaanku ada satu negara yang menjadi pemasok senjata terbesar.

Adapula dari dua negara yang menjadi pesaing merekam . Aku tidak tahu mana yang terbaik dari ketiga negara tersebut.

Semuanya itu secara ilegal. Suatu saat nanti, jika aku berhasil merebut semua kekayaan keluarga Theodora.

Aku ingin bisnis ilegal seperti ini dimusnahkan. Aku ingin orang-orang yang disini memiliki kehidupan yang layak dan damai untuk masa depan mereka.

"Anda bisa mengandalkan saya disini untuk bertanya bila tidak ada yang dipahami."

"Siapa namamu?"

"Surya."

"Baik untuk sekarang mungkin aku akan mengutusmu sebagai penanggung jawab tempat ini. Ketika saya tidak ada di tempat."

"Saya akan mengabdikan hidup saya untuk tuan."

"Jangan seperti itulah. Kakak bukan tuhan kalian. Kalian hanya cukup bekerja samalah dengan kita."

Aku suka akan kata-kata yang dilontarkan oleh Raka.

Mendengar begitu, mereka langsung menatap Raka dengan tatapan tajam.

"Aku, orangnya Tuan Muda kalian juga."

Wajar semua orang merasa heran. Raka baru pertama kali dilihat mereka.

"Ah iya, aku mohon bantuannya. Raka akan memasang beberapa cctv dan juga pengamanan untuk mempermudah kalian.

"Agar tidak sembarangan orang masuk tanpa izin ke area ini."

"Jadi siapa yang akan membantuku?"

Beberapa orang mulai bergerak mendekati Raka.

Raka tidak membuang waktunya. Jelas kalau dia suka dengan dunianya, terlihat dari antusiasnya saat bekerja.

"Tuan Muda. Anda bisa ikut dengan saya, kalau disini kurang nyaman dan ini tempat hanya untuk transaksi saja."

Oh! Aku pikir ini memang satu-satunya area yang di pakai.

Aku beserta Eva mengikuti Surya. Arah jalan ini seperti saat anak buah itu lari terbirit-birit.

Ada sebuah bangunan. Lebih mirip disebut rumah. Ada pagar setinggi pinggang.

Tembok berwarna putih dan juga beberapa tanaman yang menghiasi area pekarangan.

"Apa ini rumah Bossmu?"

"Bisa di bilang begitu. Kami merapihkannya sedikit agar Tuan Muda bisa nyaman untuk mendiaminya."

"Tidak usah hanya aku. Kalian juga bisa menggunakannya.

"Lagi pula aku sudah punya rumah tak jauh dari sini."

"Kapan-kapan kamu boleh berkunjung, bawa anak buahmu sekalian."

Ada senyuman dan mata yang berbinar-binar terpampang di wajah Surya.

Pria bermuka tegas seperti dia, sangat tidak cocok menampilkan ekspresi seperti itu.

"Sudah hentikan kamu membuatku ingin tertawa."

"Maafkan saya Tuan Muda. Saya tersentuh dengan kata-kata Tuan Muda.

"Sebelumnya Boss tidak pernah melakukan ini pada kami.

"Kami diperlakukan seperti anjing penjaga olehnya. Jadi saya--"

"Sudah jangan diteruskan. Disini panas, lebih baik kita lanjutkan didalam."

Ada satu set kursi yang diletakan di teras. Aku lebih memilih duduk disini memandangi halaman dan menikmati angin sepoi-sepoi.

"Saya hampir lupa. Sebentar saya akan segera kembali."

Surya meninggalkan kami dihalaman. Dia masuk kedalam rumah.

Aku tebak dia pasti menyiapkan kudapan untukku. Padahal aku tidak membutuhkan itu.

"Apa aku salah bersikap terlalu lembek pada mereka?" Tanyaku pada Eva.

"Setiap pemimpin mempunya ciri khasnya masing-masing. Jika Tuan Muda merasa nyaman memimpin dengan cara seperti ini. Lanjutkan saja."

Lalu aku teringat akan Evan. Dia bisa menyesuaikan dimana dia berada. Aku akan belajar tentang hal itu darinya.

Kapan aku harus mengeluarkan taring dan kuku, serta kapan aku harus bersikap mengayomi mereka.

Surya datang dengan kudapan. Agak aneh menurutku satu kaleng soda, satu mangkuk kacang dan juga gelas kosong.

"Fungsinya gelas ini apa?"

"Untuk Tuan Muda menuangkan sodanya. Ah! Maaf sebelumnya hanya ini yang kami punya.

"Anda terlalu mendadak menghubungi akan berkunjung hari ini."

Aku mengambil soda tersebut, membuka penutup kalengnya dan langsung meneguknya tanpa menuangkan kedalam gelas.

"Aku lebih suka begini. Aku bukan Tuan Muda manja. Kalian bisa menganggapku teman atau seorang Kakak?"

"Mana berani kami begitu. Anda sudah baik pada kami saja. Itu sebuah keberuntungan untuk kami mendapatkan pemimpin seperti Tuan Muda."

"Kakak!" Raka datang sambil berlari-lari dengan mengangkat laptopnya.

"Kamu lihat? Anak itu memanggilku apa?" Ucapku pada Surya agar dia tidak usah terlalu kaku denganku.

"Tapi Nona ini tetap memanggil anda Tuan Muda."

Ah! Rule dia adalah Eva. Pantas saja, mungkin selama ini dia berlatih sopan santun agar terlihat seperti Eva.

"Lihat ini. Aku sudah memasang semuanya. Kakak-kakak di pelabuhan ini banyak bantuin. Selesainya jadi lebih cepet."

Aku tidak begitu mengerti tulisan-tulisan yang terpampang dilayar berlatar hitam itu.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Raka langsung menekan tombol enter.

Satu kotak terpampang disana menggantikan. tulisan-tulisan itu.

"Masukan kode sandi dan juga sidik jari Kakak."

Raka menyodorkan laptop miliknya. Aku memasukan nama 'Thea' beserta kombinasi angka tanggal lahirnya.

Setelah terkonfirmasi muncul kembali kontak dengan gambar sidik jari. Lalu aku menempelkan jempol sebagai sidik jari yang dipakai.

Presentasi angka melejit dalam hitungan detik. Sukses.

Satu kata itu muncul dan dalam sepersekian detik layar menampilkan cctv yang terpasang disekitar area pelabuhan.

"Semua ini terkendali hanya dengan satu sentuhan saja." Raka mengeluarkan satu kotak dari dalam tasnya.

Begitu aku membukanya. Ternyata itu smartwatch dari merk yang sama dengan laptop yang digunakan Raka.

"Bukan hanya mereknya aja yang sama. Semua yang ada disini akses dan segala macamnya sudah aku seting untuk terhubung ke jam itu."

Hebat. Bocah cerdas.

"Oh iya. Ada satu yang aku ingin ajukan sebagai permintaan." Aku memandang Surya.

"Apa itu Tuan Muda?"

"Aku ingin semua jenis senjata disini kamu ambil satu-satu untuk aku miliki."

"Tuan ingin mengoleksinya atau hanya ingin tahu jenis barang apa yang kita punya."

"Aku ingin mempelajari semua senjata api yang kita punya. Kamu bisa menyiapkannya? Sekalian aku ingin membuat arena latihan tembak disini."

"Saya akan mempersiapkan semua yang Tuan Muda pinta."

"Oh iya Eva! Mari kita berlatih disini dan aku juga ingin Raka dan Genta juga ikut dilatih."

"Tapi Tuan Mereka tidak dirancang untuk itu."

"Kalian bukan alat yang dirancang untuk satu kegunaan."

"Aku ingin semua orang yang dekat denganku minimal bisa melindungi dirinya sendiri. Jika tidak ada aku atau yang lainnya."

"Aku sadar dunia yang akan kita masuki akan seperti apa." Semuanya terdiam mendengar penjelasanku.

Aku sendiri juga takut semakin melangkah akan hanya ada kegelapan disana.

Suatu hari nanti entah aku bisa menemukan cahaya kembali atau aku ikut terkubur didalamnya.

Setidaknya orang-orang ku masih bisa selamat tanpa haru ikut denganku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status