Share

7. Beristirahat Sejenak

"Duh, ngapain kita disini sih?" Evan terlihat berjalan ogah-ogahan melintasi taman depan.

"Bawa yang aku pesan?"

Genta mengacungkan dua keresek besar di tangannya.

Yup. Hari ini aku ingin sedikit merayakan keberhasilan kita.

Merayakan diarea pelabuhan. Lebih tepatnya di halaman rumah singgah.

Aku menamai rumah yang dulunya dimiliki boss dengan nama rumah singgah.

Siapa pun bisa menggunakannya tidak hanya untukku saja.

Satu peti kayu berisikan daging sapi segar dan yang satunya lagi berisi daging ikan. Ini adalah pemberian anak buah baruku.

Kami ingin mengadakan barbeque.

Genta dan Evan, aku suruh berbelanja keperluan tambahan. Seperti sayuran dan saus yang akan dipakai.

Surya membantu mempersiapkan peralatan panggang dan piring yang sudah tersedia di rumah ini.

Eva membantu menyiapkan meja panjang di luar ruangan untuk tempat kami menikmati hidangan nantinya setelah semua ini matang.

Lagi-lagi aku teringat keluarga Theodora.

Mungkin sebenarnya aku melakukannya karena merindukan momen seperti ini saja.

Suara tembakan yang berentetan menjadi perhatian kami.

"Liat badan kamu tadi. Bergetar kayak kesetrum. Mana engga ada ada target yang kena."

Evan merasa sangat puas menertawakan Raka.

Dia mengerjai Raka dengan dalih latihan menembak menggunakan beberapa botol kaca berjejer di depan mereka sebagai target dengan radius dua meter.

Rheinmetall MG 3, senapan panjang dengan peluru yang menjuntai dibuang Raka dari tangannya dan Evan masih saja tertawa akan hal itu.

"Kau jangan kejam begitu padanya." Surya lalu memberikan Raka senjata api jenis Glock 45 GAP.

"Udah ah, aku enggak mau jadi bahan tertawaan lagi." Seolah meminta pembelaanku Raka duduk tepat disampingku.

"Evan hanya bercanda." Aku berusaha menenangkannya.

"Tapi dia keterlaluan. Masa aku diketawain sampe kayak gitunya."

Lalu dua mobil truk molen datang ke pelabuhan. Disusul satu sedan hitam berapa tepat dibelakangnya.

"Itu pasti arsiteknya."

Benar saja seoarang berpakaian cukup rapih datang menghampiriku.

Eva yang membuatkan janji dengannya hari ini.

"Bagas." Ucapnya sambil mengulurkan tangan.

"Zee." Aku pun membalas uluran tangan itu dan kami berjabat tangan untuk beberapa detik.

"Silahkan duduk." Aku tahu dari gelagatnya dia merasa tidak nyaman mendapat pelototan dari berebagai pasang mata.

"Atau anda ingin sambil melihat-lihat lokasi yang akan di bangun."

"Lebih baik begitu." Aku dan pak Bagas pun beranjak meninggalkan rumah singgah.

Berjalan-jalan santai sambil menikmati hembusan angin yang sepoi-sepoi.

"Lokasi ini yang aku ingin jadikan tempat area latihan tembak."

"Mungkin hari ini saya akan mengobservasi dan melakukan beberapa tindakan dasar."

"Sesuai dengan perjanjian yang Eva sampaikan aku ingin semuanya selesai dalam waktu satu bulan."

"Itu bisa diatur Pak Zee. Kalau begitu boleh saya mulai berkerja?"

"Hari ini? Apa kamu dan pegawaimu yang lain tidak ingin bergabung? Kami sedang melakukan pesta kebun."

"Tidak terima kasih sebelumnya. Bukannya lebih cepat lebih baik. Agar beres sesuai tepat waktu."

"Benar juga. Tapi tetap saja saya tidak enak. Kalau Pak Bagas merasa canggung. Saya bisa menyuruh anak buah saya untuk membawa makanannya kesini."

"Sungguh tidak usah merepotkan."

"Saya tidak merasa direpotkan kok. Kalau begitu saya tinggal dulu ya."

Aku kembali ke halaman rumah singgah. Mereka tengah bercanda dan tertawa.

Ah! Aku harus cepat-cepat merebut semua harta keluarga Theodora dan melihat pemandangan seperti ini setiap hari.

"Kak. Sini cepetan keburu Evan ngabisin semuanya." Raka masih saja terus berdebat dengan Evan seperti anak TK saja.

"Enak aja! Kamu yang dari tadi engga berhenti ngunyah."

"Silhkan kalian pilih yang mana?" Surya meletakan dua senapan dihadapan mereka berdua.

"Kamu duluan." Ucap Evan merehkan.

"Ogah, main sendiri aja sana."

"Kalau begitu aku ambil yang ini saja." Aku mulai mengambil salah satu senjata api yang tersodor diatas meja.

"Kak!" Seru mereka secara bersamaan.

"Apa? Aku tidak boleh memilih?"

"Bukan begitu-" Ucapan Evan terputus saat kakaknya muncul diantara kami.

"Tuan Muda ini hidangan untuk anda." Eva menyela sambil membawa satu piring dengan potongan daging dan ikan bakar.

"Genta, setelah ini aku boleh minta tolong kamu bawakan bagian untuk para pekerja konstruksi." Pinta Eva.

"Kenapa harus aku?"

"Dari tadi kerjaanmukan cuman duduk-duduk cantik." Celetuk Evan yang langsung mendapat pelototan dari Eva.

Sepertinya Eva sedang mengontrol adiknya agar tidak keterlaluan dalam bersikap.

Tanpa banyak berbicara lagi Genta membawa beberapa piring dalam satu nampan dan juga dimasukannya beberapa kaleng soda ke kantong plastik bekas belanjaannya tadi.

"Aku lebih suka Genta yang menjadi adik kandungku."

"Lah, bukannya begitu ya? Kita cuman sama di wajah doang.

"Apa-apanya kalian yang lebih cocok jadi adik kakak."

Sekarang aku paham kenapa Evan bersikap seperti itu. Dia sama denganku hanya ingin mendapatkan perhatian dari keluarga.

Aku juga bisa merasakan sorot mata Evan yang ditujukan pada Eva.

"Hey, Aku jugakan Kakakmu." Aku langsung merangkul bahu dan mengacak-ngacak rambut Evan.

"Lepasin! Aku bukan anak kecil." Raka malah ikutan menggelitiki Evan

Susana dapat kami carikan, bahkan kami bertiga mulai tertawa bersama.

"Saatnya aku membalas dendam yang tadi. Pegangi dia yang kuat Kak!" Raka mulai bereaksi menjahili Evan lagi.

---

Semua sudah pulang kecuali aku yang masih berada di rumah singgah. Malam ini aku putuskan untuk menginap disini saja.

Masih di halaman depan ditemani secangkir kopi hitam dan juga bundelan kertas informasi kekayaan keluarga Theodora.

Sudah ada satu garis coretan disana, tempat ini sudah aku ambil alih.

Kemudian aku harus mulai dari mana lagi? Terpikirkan kalau aku terlalu berhati-hati, semua ini akan memakan waktu sangat lama.

Belum lagi kalau kejadian seperti kemarin terus terulang, katakanlah kemari keberuntungan sedang memihak kami.

Tidak bisa dipungkiri jika suatu saat nanti aku bisa kehilangan Eva atau Evan. Mungkin itu akan aku sesali seumur hidupku.

Untuk mencegah itu aku harus berani mengambil resiko yang besar dengan pikiran akan mendapat keuntungan yang besar pula.

"Tuan Muda."

"Surya? Belum pulang?"

"Tadi aku mengecek beberapa area dan melihat Tuan Muda belum pulang, apa malam ini akan menginap."

"Ya, aku rasa begitu."

"Em, maaf kalau saya lancang. Sepertinya Tuan Muda terlihat seperti memikirkan sesuatu yang berat."

Benar saja Surya tidak tahu akan masalah awalnya mengapa aku tiba-tiba muncul dan menginginkan bisinis ini.

"Apa kamu tidak bertanya kenapa aku tiba-tiba muncul dan meminta semuanya?"

"Itu urusan para atasan, saya tidak berani."

Aku tertawa atas jawaban Surya yang masih saja kaku seperti Eva.

"Kalau kata Raka kita ini satu team. Harus solid." Aku terdiam cukup lama.

"Aku perlu rencana besar untuk merebut tahta." Lanjutku.

"Maksud Tuan Muda?"

"Aku akan merebut harta dan kekuasaan keluarga Theodora."

Dia membelalakan matanya, aku tahu apa yang dipikirkannya saat ini.

Aku tidak beda jauh dengan bossnya dulu yang berani membunuh ayahnya sendiri demi kekuasaan bisnis ini.

"Tujuanku adalah untuk melindungi orang-orang seperti kalian, memberikan hidup yang layak dan damai dimasa depan nanti.

"Jadi apa kamu mau membantuku? Untuk mewujudkan itu semua."

"Sebelumnya terima kasih karena memikirkan masa depan kami, saya juga tidak akan berpikir anda sama saja dengan boss kami sebelumnya.

"Kami tidak pernah selepas dan sebebas seperti tadi siang. Sudah lama rasanya saya tidak mendapatkan situasi semacam tadi."

"Maka dari itu aku harus segera mencapai tujuanku."

"Bagaimana kalau anda bertemu pemasok senjata ke dua, Saya bisa aturkan jadwal."

"Ada resikonya?" Terlalu mulus, pasti ada sesuatu dibaliknya.

"Anda harus pergi kesana, karena dia tidak pernah mau meninggalkan istananya.

"Menurut kabar berita dia masih muda mungkin umur anda dan dia tidak jauh berbeda."

"Ide yang bagus, besok aku akan mendiskusikannya dahulu dengan Eva dan Evan.

"Terima kasih atas sarannya. Itu sangat membantu sekali."

"Siap Tuan Muda."

Orang seperti apakah yang akan aku temui kali ini? Dia tidak mau meninggalkan istananya, menarik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status