Masuk"Jangan berisik nanti Kakak bangun!"
"Kamu yang membuat berisik, sedang apa disini?" "Aku bosan dirumah. Mau jenguk Kakak sebentar." 'Suara dua orang? Kenapa berat sekali untuk membuka mata. Sekujur tubuhku semuanya terasa sakit.' "Lihat tangannya bergerak!" 'Aku masih hidup? Padahal aku berharap mati saja, semuanya sudah terlanjur hancur lebur.' "Cepat panggil Kak Eva!" Zee membuka mata dan melihat Raka, bocah yang Zee temui diruang bawah tanah dan yang baru saja pergi tadi pastilah Genta. 'Ada yang aneh, aku mengenali wajah mereka, Tapi terasa berbeda auranya dari terakhir bertemu.' Kesadaran Zee mulai pulih, sekarang dia malah mengamati Raka dengan seksama. 'Bahkan bentuk tubuh mereka sudah berbeda. Mereka bukan anak kemarin sore, mereka sudah tumbuh menjadi anak remaja.' Hal terakhir yang Zee ingat adalah Tedi memukuli Zee dengan tongkat besi sebelum dia akhirnya menembakkan beberapa peluru kepada Zee. "Untung peluru itu tidak menembus organ vital. Semuanya masih bisa diselamatkan. Mungkin butuh beberapa bulan untuk pulih." Jelas Raka saat Zee mengernyit kesakitan sambil memegangi kepalanya. Ingin Zee ucapkan terima kasih, tapi mulutnya tidak bisa menyuarakan itu. Hanya erangan kosong yang tanpa arti. "Tuan Muda mungkin tidak bisa berbicara untuk saat ini. Tapi dengan mengikuti terapi yang sudah dijadwalkan, semuanya akan kembali normal." Suara perempuan di speaker, tibalah dua orang berdiri di samping Raka. Lalu ketiganya menunduk memberi hormat. "Perkenalkan saya Eva." Perempuan yang masih terbilang cantik walau usianya bukan belia lagi. Zee menebak Eva berumur empat puluh tahunan keatas. "Aku dan Genta kayaknya enggak usah kenalan lagi. Kakak masih ingat kami bukan?" Setelah berdiri, Zee benar sadar. Anak-anak itu sudah tumbuh menjadi pemuda gagah nan tampan. 'Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri. satu minggu? Satu bulan?' "Tujuh tahun kami mencoba dengan melakukan segala hal sebisa kami demi menyelamatkan nyawa Tuan Muda." Sepertinya Eva menyadari kebingungan Zee. 'Sudah tujuh tahun?! Apa Thea hidup dengan baik? Mungkin Ayah sudah memberitahukan kematianku padanya. Sekarang apa yang harus lakukan?' "Sembuh." Ucap Genta mantap, tidak ada penjelasan lagi setelahnya. "Karena kami akan membantu Kakak." Zee merasa hanya Raka yang terlihat normal disini. Penuh dengan ekspresi ceria dalam kata-katanya. Setelah mendengar penuturan Eva, ternyata Tedi mengambil seluruh wewenang kepala keluarga Theodora yang sebelumnya dipegang oleh Gio. Pada hari Zee dibunuh, secara bersamaan Gio yang mendengar hal itu langsung terkena serangan jantung. Lalu nasib Thea, dia dijodohkan dengan salah satu anak konglomerat rekanan bisnis Araya. Sungguh banyak yang janggal untuk sekedar kebetulan semata, polemik keluarga Theodora tidak pernah sesederhana itu. Eva berjanji setelah Zee pulih, dia akan membantu untuk merebut kembali apa yang hilang dari tangan Zee. Karena tujuan kehadirannya adalah untuk membantu Zee sesuai perintah dari Gio. Eva juga merasa harus segera menyelamatkan Gio dan mengambil alih perawatan jika ingin nyawa Gio terselamatkan. *** "Tuan Muda sudah siap untuk melakukan terapi berikutnya." Salah satu suster yang mengurus Zee menyadarkan dari lamunannya. "Eva dan dua anak itu, ada dimana mereka sekarang?" "Saya rasa mereka sudah kembali pulang. Mau saya panggilkan untuk segera datang ke rumah sakit?" "Mungkin setelah terapinya selesai, terima kasih sebelumnya." Zee tidak mau terlalu merepotkan mereka. Sudah mengurusnya sampai tahap ini saja Zee sudah bingung harus membalas budi kepada mereka bertiga dengan cara apa. Beberapa jam setelah panjangnya rentetan terapi yang Zee jalani. Mereka bertiga hadir di kamar inap. "Tuan Muda memanggil kami?" Eva datang lengkap dua printilan seperti biasa, Genta dan Raka. "Aku sudah memikirkannya, kita harus bergerak cepat." "Aku setuju, pemulihan Tuan Muda juga sudah berkembang pesat." Genta berbicara sambil melihat beberapa berkas yang terjepit di papan dada. Mungkin medical report milik Zee. "Paradise I'm Coming!" Teriak Raka kegirangan, Zee terlihat kebingungan melihat Raka. Mereka akan pergi ke Paradise? Liburan? Tapi itu bukan hal yang ada dalam rencana mereka. "Disana ada rumah peninggalan Tuan Besar, tempat itu tidak bisa dijangkau oleh Tuan." Eva selalu bisa menebak apa yang ingin Zee katakan. Tidak bukan Tedi tidak punya akses kesana, lebih tepatnya Tedi tidak mengetahui soal tempat itu. Raka mencoba mengalihkan rasa cemas yang mulai tergambar dalam raut wajah Zee. "Sebagai hadiah kesembuhan Kakak, aku belikan ini." Satu buah paper bag dengan merek ponsel ternama. Ternyata benda kecil itu bisa sangat berarti dan jujur saja Zee memang membutuhkannya untuk menghubungi mereka bertiga yang menjadi keluarga baru bagi Zee. "Terima kasih. Sudah mau berbagi kesulitan bersamaku. Mari kita bersihkan keluarga Theodora dari para hama perusak.""Bagaskara.""Hm! Kakek merasa kurang setuju dengan keluarga itu, selain karena Tedi terlalu banyak memiliki kerja sama dengan mereka aku tidak yakin semua itu kerja sama bisnis biasa. Pasti mereka mempunyai rencana yang tidak ketahui.""Aku juga berpikir demikian, apalagi beberapa kali mendapati Thea seperti diabaikan oleh suaminya.""Zee, cari tahu semua kabar terbaru serta keadaan rumah tangga Thea, biarkan Raka melakukan semuanya. Aku memberikan otoritas penuh, jika dia membutuhkan sesuatu segera fasilitasi dengan kualitas yang terbaik." Zee sudah memantapkan diri agar tidak bertindak sembrono lagi, menuruti kehendak kakeknya. Namun perasaannya pada Thea memang tidak pernah padam mendengar hal ini saja sudah membuat Zee sangat senang. Hatinya yang sempat kosong kini kembali membara dan terbakar menjadi semangat "Jika dia tidak bahagia dengan pernikahannya, kamu harus kembali membawa Thea. Kita berdua masih sanggup memberikan bahkan lebih dari sanggup untuk memenuhi kebutuhan Thea
"Jangan dibukan Kek, besok saja kita berbicaranya. Aku melihat Kakek sudah sadar saja sangat senang dan cukup puas. Pelan-pelan saja aku masih bisa menunggu." Zee menahan Georgio yang hendak melepaskan selang oksigen yang menutup mulut dan hidungnya. Georgio juga menurut saja apa yang dikatakan Zee saat melihat Eva mengangguk menyetujui apa yang disarankan oleh Zee. Sebagai gantinya Georgio mengelus rambut Zee kemudian turun ke wajahnya, sudah berapa tahun dia tidak bertemu dengan salah satu cucu kesayangannya ini. "Kakek maafkan. Aku yang salah, enggak tahu diri dan wajib dihukum oleh keluarga Theodora. Kalian sudah melimpahkan harta dan kebahagian yang sangat banyak padaku. Aku dengan disengaja merusak masa depan yang sudah cerah dan jelas berada dalam genggamanku." Jika Georgio tidak menepuk-nepuk punggung tangan Zee untuk berhenti, mungkin Zee seharian akan menyalahkan dirinya didepan Georgio. "Aku sudah menyadari kesalahanku dan aku sedang melakukan perbaikan untuk kedepannya dem
"Semuanya berjalan dengan baik." Itu kalimat pertama saat Eva bertemu dengan Rafli di teras rumah. Eva mengangguk dan setelahnya Rafli memilih untuk meninggalkan orang-orang yang menyambut kedatangan mereka. Beberapa anggota lain yang tidak suka melihat kelakuan Rafli dan hendak mencegahnya pergi begitu saja, namun Eva memberi isyarat untuk membiarkan Rafli. Fokus mereka sekarang harus tertuju pada Zee yang sedang mengelurkan Georgio dibantu dengan anggota yang lainnya. Genta dan Eva segera cekatan membawa Georgio kedalam kamar yang sudah disiapkan dan si sulap tidak kalah dengan kamar rawat kelas VVIP . Segala macam peralatan yang dibutuhkan sudah ada disana. Zee tidak menganggu lagi dan memilih menunggu dengan jarak saat Eva dan Genta yang sedang melakukan pemeriksaan terhadap Georgio, mengecek detak jantung, pupil mata serta mulai memasangkan alat-alat itu pada tubuh Georgio. Barulah setelah semua selesai Eva dan Genta mendekat pada Zee untuk melaporkan kondisi Georgio. "Apa kondi
Keberadaan Zee saat ini sangat berbahaya. Karena sudah ada pihak yang berani memata-matai mereka. Cepat atau lambat Tedi akan segera mengetahui bahwa Zee masih hidup. Mereka putuskan untuk segera membereskan misi kali ini. Rencananya, Raka akan berpura-pura menjadi pasien, dan berbaur dengan antrian pasien di ruang tunggu. Itu lebih memudahkan dirinya memantau pergerakan kami dan juga cctv sekitar. "Kamera CCTV lorong A dan E sudah aku aturkan. Rafli kamu bisa bergerak sekarang." ucap Raka dalam interkom yang mereka pasang masing-masing sebagai tanda komunikasi. "Baik, aku mengerti." Kemudian Rafli mulai bergerak, sebelumnya sudah memantau bahwa tidak sembarangan dokter yang bisa masuk kedalam ruangan itu. Langkah pertama, dia akan menyamar menjadi cleaning service dengan menggunakan hal tersebut dia bisa memasuki akses ruang ganti dan mencuri ID Card dokter yang ditargetkan dan Raka membantu dengan melihat jadwal dokter tersebut sebelumnya. Misi sudah di mulai setengah jam yang lal
Mereka akhirnya tertidur di gang sempit itu semalaman. Orang yang pertama bangun sepertinya Raka, sebab ketika Zee membuka mata, dia melihatnya sudah berkutat dengan laptop dan ponsel. Sementara Rafli masih tidur lelap di kursi pengemudi. Mungkin dia lelah mengemudi semalaman. Zee kebingungan tidak bisa keluar dari mobil saja, karena gang ini benar-benar pas dengan body mobil. Sangat sulit untuk membuka pintunya saja barang sedikit. Sekarang yang bisa dilakukan Zee hanya menunggu Rafli bangun. Tidak mau juga dirinya membangunkan Rafli secara paksa juga. Zee mencoba mengecek takut kalau Eva tidak mendapatkan perkembangan kabar dari misi ini. Namun ponselnya yang ternyata mati kehabisan batreai. Gerak-gerik Zee membuat fokus Raka menjadi buyar, dia bisa melihat Zee mulai tidak nyaman berada di kursi belakang lewat kaca spion tengah. “Tuan muda sudah bangun?” Suara Raka membuat Rafli jadi terbangun. Dia merenggangkan tubuhnya sejenak untuk kemudian ikut menengok kearah belakang. “Po
"Bisa jadi, karena kalian berdua mengintai rumah itu. Mungkin kalian juga enggak sadar sedang diperhatikan juga." "Sikap kami masih terlihat wajar dan kami rasa enggak terlalu lama berada disana." "Tetap saja, mereka bukan keluarga konglomerat biasa, sehingga pergerakan sekecil apapun bisa menjadi perhatian mereka.” Zee teridam, dalam hati membenarkan dari penjelasan dari Raka dan merenungkan sikap gegabahnya. Apa yang ditakutkan dan peringatan Rafli yang dianggap sepele oleh Zee menuai hasil yang sangat cepat. Rafli sempat melihat kearah Zee namun tidak merespon apapun. Dia cukup puas tuan mudanya akan belajar dari kesalahan. Risiko dari masalah ini masih bisa diatasi.“Itu sudah berlalu, sekarang kita harus pergi dari hotel ini. Keberadaan kita sudah ketahuan pihak luar. Tidak menutup kemungkinan keluarga Theodora juga lambat laun akan tahu.” Raka dan Zee saling menatap, menit berikutnya mereka berpencar langsung mengemasi barang bawaan masing-masing. 10 menit kemudian, mereka be







