"P-pak Danu?" Alana terkejut, tak menyangka jika seseorang yang memiliki jabatan seperti Danu malah membantunya. "Siapa kamu? Berani sekali membuat keributan disini!" bentak Danu yang melampiaskan semua amarahnya pada Robi. Robi sejak tadi hanya melongo, ia bingung harus mengatakan apa karena tahu jika seseorang yang bernama Danu adalah asisten dari orang nomor satu di Astira Corp. Hingga terpikir olehnya sebuah ide untuk mengkambing hitamkan Alana. "Saya tidak membuat keributan apa pun, Pak! Tapi perempuan inilah yang berusaha menggoda saya. Demi wajah perusahaan, saya pun berusaha menolaknya baik-baik, tapi dia tetap memaksa. Maka terjadilah keributan kecil tadi," terang Robi berusaha meyakinkan Danu dengan kebohongannya. "Bohong! Saya sama sekali tak pernah menggodanya!" sanggah Alana, tak terima. "Saya memiliki saksi, Pak!" sahut Robi. "Benar, Pak Danu. Perempuan ini yang menggoda Pak Robi terlebih dahulu," bela salah seorang bawahan Robi. "Saya juga melihat jika perempuan itu yang berusaha menempel pada rekan saya, Robi," ucap salah seorang teman Robi. Merasa telah di kambing hitamkan, air mata Alana menetes dengan sendirinya. Padahal ia sudah berusaha untuk menahannya. Namun, berada di posisi terpojokan dan seorang diri bukanlah hal mudah bagi Alana yang hanya berstatus seorang calon karyawan. Sedang di sisi lain, Evan yang sedang mengintip Alana pun sudah dipenuhi dengan amarah. Ia mengepalkan tangan sekuat tenaga, hingga menyisakan bekas kuku di telapak tangannya. Sudah tak tahan lagi, Evan pun menelepon Danu. Dengan perasaan gelisah dan ketakutan, Danu pun segera mengangkatnya. "H-halo, P-pak!" Danu terbata-bata. "Panggil Robi ke ruanganku, sekarang!" bentak Evan, yang dari suaranya saja sudah terdengar betap marahnya dia. "B-baik, Pak!" sahut Danu. Danu kemudian menghirup napas sejenak, ia berusaha menenangkan diri agar emosinya tak memuncak. "Direktur memintamu untuk datang ke ruangannya sekarang juga. Kau tahu kan ruanganya? Aku akan mengurus perempuan ini dulu," ucap Danu pada Robi. "Baik, saya tahu ruangannya, Pak. Terima kasih karena sudah mempercayai saya," ucap Robi penuh percaya diri. Robi yang merasa menang pun kemudian berjalan melewati Alana sambil berbisik. "Makanya, jangan main-main denganku." Saat Robi sudah tak terlihat, Danu meminta Alana untuk duduk sebentar di sofa yang berada di lobi. "Tenang saja, saya tahu semuanya, kok," ucap Danu, berusaha menenangkan Alana agar istri bosnya itu tak murung sampai rumah. "Terima kasih, Pak. Saya pikir, tak ada yang akan membela saya," sahut Alana mengusap air mata. Danu gelisah, ia ketakutan sendiri saat melihat air mata Alana. "I-itu, jangan menangis! Besok kan sudah mulai bekerja. Bagaimana kalau kamu menyiapkan keperluan kerja saja?" bujuk Danu, "ini ada uang yang memang khusus disediakan untuk keperluan karyawan, pakailah untuk keperluan bekerja besok," Danu memberikan sebuah amplop coklat. "Terima kasih, atas bantuannya, Pak! Kalau begitu, saya pamit dulu," ucap Alana yang tak tahu jika uang itu hanyalah akal-akalan Danu untuk membuatnya berhenti menangis. Alana pun keluar dari gedung dengan senyum ceria. Danu pun kini merasa lega. Disisi lain, Evan yang sedang mengintip pun buru-buru kembali ke ruangannya. Kepalanya panas, dadanya sesak. Ia sudah tak sabar ingin memberi pelajaran pada Robi. Saat Evan sampai di ruangannya, tak berselang lama Robi pun datang dengan rekan dan anak buahnya. "Permisi... saya Robi, manager dari cabang Astira Corp. Pak Danu mengatakan jika Direktur meminta saya kemari," ucap Robi sambil mengetuk pintu. "Ya… kalian semua, masuklah! " jawab Evan, ketus. "Terima kasih, Direktur!" Robi merasa bangga. Robi membuka pintu perlahan dan kemudian masuk. Evan sengaja duduk membelakangi arah pintu karena ingin memberi kejutan pada orang yang sudah membuat emosinya meledak-ledak. "Kamu tahu kenapa aku memanggilmu kemari?" Evan masih berusaha menahan emosinya. "Mungkin Direktur ingin berterima kasih karena saya telah bekerja keras membangkitkan kantor cabang." Lagi-lagi Robi percaya diri. "Salah! Alasannya, karena kamu telah mengganggu istriku!" Evan memutar kursinya, kini mereka berdua pun saling bertatapan. "K-kamu! Apa yang kamu lakukan disini? Kamu pasti sedang melakukan trik dan berusaha menyamar untuk menjatuhkanku, kan!" bentak Robi. Sejak awal Robi memang tak pernah bertemu dengan atasannya tersebut. Sedangkan rekannya yang saat ini turut masuk, sangat tahu, jika pria yang kini berada di hadapan mereka adalah Evanders Lucio, Presiden Direktur dari Astira Corp. "Robi, kamu sangat bodoh! Dia itu memang Pak Evanders. Kamu benar-benar sudah menggali kuburanmu sendiri," bisik teman Robi. Mendengar penjelasan temannya itu, Robi menjadi gelisah dan cemas. Ia masih tak mengerti, mengapa suami miskin Alana ternyata adalah seorang Presiden Direktur. "Masih belum percaya jika aku adalah laki-laki miskin yang waktu itu menghajarmu?" "I-itu… " Robi langsung berlutut di depan Evan. "Tolong maafkan saya! Saya tidak tahu kalau Alana adalah istri dari Direktur." Robi memohon dengan wajah memelas, berharap jika Direkturnya itu mau memaafkan. Di tengah keadaan tegang, Danu pun masuk ruangan. Ia sedikit kasihan melihat Robi harus sampai berlutut seperti itu. Namun, salahnya sendiri, berani-beraninya mengganggu perempuan yang sangat dicintai bosnya itu. "Danu… periksa dokumen ini!" perintah Evan. "Baik, Pak!" Danu pun mengambil dokumen yang Evan taruh di meja. Ia mulai membacanya satu persatu. Mendengar ucapan Danu, Robi dan rekannya menjadi gelisah,
"Ini… apa Anda yakin akan melakukannya?" tanya Danu, terkejut setengah mati.
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern