“Kau sudah sampai?” tuan tua Portland mengangkat kepalanya dari tumpukan kertas sedangkan Chris keluar dari ruangan tersebut dan menyisakan York serta tuan tua Portland.
“Hmm….” York menjawab singkat. York memang dingin dan acuh tak acuh, meskipun pria tua di hadapannya ini adalah kakeknya namun York tidak menemukan adanya bonding ataupun ikatan diantaran mereka. Bagi York tuan tua Portland adalah orang asing.
“Aku senang karena akhirnya kau memutuskan untuk datang kesini.” Tuan tua Portland melihat York yang tampak tenang menyeruput secangkir teh di hadapannya. Meski tenang namun York seakan memberi tembok pemisah yang membuat orang segan untuk berbicara padanya. Tuan tua Portland tampak bangga, karena di usia yang masih muda cucu perempuannya ini tidak hanya berbakat dalam komputer tetapi juga memiliki aura alpha yang membuat orang lain merasa harus menghormatinya.
York hanya diam saja tidak menyahuti perkataan Portland mungkin York terlihat tenang di permukaan namun jauh di dalam hatinya ia sedang berkonflik dan mempertanyakan apakah keputusannya datang kesini adalah tepat?
“Aku mendengar bahwa kau sebenarnya telah diterima di universitas Boston?” Tuan tua sedang berusaha membangun percakapan antara kakek dan cucu.
“Ya.”
“Lalu jika kau kesini bagaimana dengan kuliahmu?”
“Aku telah menulis surat pengunduran diri.”
“Lalu apa rencanamu?”
“Sedari awal aku tidak memiliki tujuan hidup.” York mengalihkan pandangannya ke luar jendela yang terhubung langsung dengan taman, meski taman itu indah tidak ada riak kegembiraan atau kekaguman di mata York yang ada hanyalah tatapan kosong seolah ia melihat tanah tandus kering kerontang.
Tuan tua Portland merasa sedih melihat keadaan cucunya, di usia yang begitu muda ia harus menanggung beban psikologis yang begitu berat.
“Kau tau York, kau masih memiliki aku sebagai kakekmu. Kau tidak sendiri.”
“Wanita itu juga mengatakan hal seperti itu padaku. Tolong jangan janjikan aku tentang hal yang sentimental.” York tidak berniat sedikit pun untuk melihat wajah tuan tua Portland, York tau perkataannya mungkin akan menyinggung perasaan kakeknya tapi untuk saat ini York muak melihat siapapun yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa mereka akan selalu ada bersamanya.
York tidak ingin menggantungkan kehidupan dan kebahagiannya lagi pada siapapun karena hari dimana kamu kehilangannya pada hari itu juga kau akan kehilangan duniamu.
York tidak tau harus bersyukur atau marah dengan terungkapnya kebenaran satu per satu, karena kejadiaan ini York akhirnya memutuskan untuk mulai serius menjalani hidup, tidak ada yang bisa dipercaya di dunia ini selain diri sendiri, mungkin York terlalu naif di masa lalu.
“Baiklah saat ini emosimu belum stabil dan sangat besar kemungkinan kau belum mempercayai apa yang terjadi saat ini tapi satu hal yang harus kau ingat York aku kakekmu, orang yang berhubungan darah denganmu tidak akan pernah meninggalkanmu. Mungkin di masa lalu aku terlalu keras hingga pada akhirnya ayahmu memilih untuk meninggalkan rumah.” Mendengar kata ayah seketika mata York terusik, selama ini ia selalu menahan diri untuk bertanya pada wanita itu tentang ayahnya.
“Hanya kau satu-satunya permata yang kumiliki dari ayahmu York, izinkan kakek untuk menjagamu. Tinggallah bersama kakek, kakek tidak akan memaksamu untuk melakukan sesuatu yang bukan tidak sesuai dengan hatimu. Kau bebas melakukan apapun, hanya… tetaplah tinggal dalam jangkauan dan pengawasan mata kakek.”
“Biarkan aku hidup sesuai keinginanku? baiklah kalau begitu izinkan aku tinggal di salah satu apartemenmu.”
“Kau tidak ingin tinggal bersamaku di mansion?”
“Tidak.” York menjawab dengan tegas.
“Kenapa? Padahal disana ada paman kedua dan ketigamu beserta isterinya juga sepupu-sepupumu.”
“Aku tidak suka tinggal dengan banyak orang itu merepotkan dan sangat berisik.” York tidak menyukai masalah, tinggal disana pasti akan membuat paman kedua dan paman ketiga waspada padanya. Mereka mengira bahwa ia datang untuk memperebutkan harta kakek juga. Mereka orang yang rakus dan serakah, York telah menyelidiki seluk beluk keluarga tuan tua Portland.
“Lagian kau tau sendiri seperti apa perilaku mereka, aku tidak ingin menghabiskan waktuku untuk waspada terhadap trik mereka setiap saat.” Sebenarnya tuan tua Portland sangat menyadari perilaku anak-anak dan menantunya. Mereka tidak pernah peduli padanya mereka hanya peduli pada hartanya.
Selain itu setiap saat anak kedua dan ketiganya setiap saat pasti saja saling menjatuhkan hingga membuat kakek sedih. Begitupun dengan para cucunya satupun tidak ada yang peduli padanya dan bisanya hanya menghambur-hamburkan kekayaan, hal inilah yang membuat tuan tua Portland ragu untuk menyerahkan perusahaanya pada anak-anaknya dan tetap bekerja di usia senja.
Bagaimanapun perusahaan ini dibangun oleh tuan tua Portland dengan darah, keringat, dan air mata, dan butuh bertahun-tahun untuk membawa perusahaan sampai ke titik yang sekarang. Itu sebabnya tuan tua Portland sangat bersemangat ketika ternyata ia masih memiliki cucu yang ternyata jenius dan memiliki komputer yang mengagumkan. Tuan tua Portland yakin kalau York ditakdirkan untuk menjadi raksasa di masa depan bukan katak dalam tempurung.
“Baiklah, aku akan memberikannya padamu asalkan kau berjanji untuk hidup dengan baik.” Meski tuan tua Portland ingin York mewarisi perusahaannya di masa depan, ia tidak akan memaksa York ia tidak ingin kehilangan York seperti ia kehilangan puteranya lagi.
“Terimakasih, aku tidak akan tinggal gratis di sana. Aku akan membayarmu dengan bekerja di perusahaanmu, tidak ingin sombong tapi skill IT ku di atas rata-rata. Meski aku baru berusia 18 tahun aku sudah memiliki sertifikasi g****e certified professional cloud architect, sertifikasi AWS certified solution architect-associate, dan sertifikasi Microsoft certified solutions expert-server infrastructure, dan aku juga memenangkan kompetisi “hack of pentagon 3 tahun berturut-turut, dan aku juga yang merancang sistem keamanan “Golden company” percaya padaku aku tidak akan mengecewakanmu.”
Tuan tua Portland membulatkan matanya melihat jejeran sertifikasi yang diraih oleh York, meskipun ia telah menyelidiki York ia tidak mendapatkan informasi kalau tenyata York telah memiliki sertifikasi di bidang IT yang diakui oleh dunia apalagi usianya baru 18 tahun jika ini bukan jenius lalu apa? Tuan tua Portland sangat bersemangat sehingga ia tidak bisa berkata-kata.
“Kalau kau tidak percaya, kalau bisa melakukan re-checking pada dokumen ini untuk mengetahui keasliannya.” York berpikir bahwa keterdiaman tuan tua Portland karena mungkin mengira dokumen ini palsu dan illegal.
“Tidak perlu, aku percaya padamu. Aku hanya speechless saja di usiamu yang masih muda sudah memiliki pencapaian seperti ini.” Oke lupakan sertifikasi bergengsi itu, bagaimana dengan Golden Company? Perusahaan real estate yang beberapa tahun lalu sistem keamanan datanya bocor yang menggegerkan public namun beberapa tahun belakang ini dinobatkan sebagai perusahaan dengan sistem keamanan data terbaik karena tidak ada yang bisa menembus pertahanan firewallnya. Sungguh surga masih sayang padanya dengan memberikan cucu se-kompeten dan se-jenius York.
Awalnya Tuan tua Portland bingung akan dikemanakan perusahaannya jika ia meninggal, karena bagaimana pun ia membesarkan perusahaan ini seperti anaknya sendiri. Sekali lagi tuan tua Portland merasa hidup kembali karena telah menemukan penerusnya.
“Baiklah kalau begitu, sebentar lagi waktu makan malam akan tiba kamu harus makan malam ditempat kakek malam ini. Ini adalah pertama kalinya kamu ke Swiss setidaknya kamu harus mengunjungi rumah kakek dan menginap walau hanya semalam. Lalu besok pagi kakek akan mengantarmu ke tempat tinggal barumu.” Tuan tua merasa muda kembali setelah akhirnya beban pewarisnya terangkat.
“Baiklah kalau begitu, terimakasih.” York tidak ingin memadamkan wajah berseri-seri dan penuh semangat kakek.
Celeste memasuki bandara sambil memegang kertas bertuliskan "Reo". Inilah akibat kelakuan laknatnya York, saat Celeste meminta foto Reo agar ia tidak celingak-celinguk di bandara nanti York berkata bahwa ia tidak punya foto Reo dan Reo tidak menolak keras untuk berfoto maupun di foto. Oke untuk ini Celeste paham karena tidak semua orang nyaman berada dalam jepretan kamera. Lalu Celeste pun meminta nomor ponsel Reo dan nama lengkapnya tiba-tiba saja York offline dan tidak aktif lagi hingga sekarang. Ingin rasanya Celeste berkata kasar, andaikan saat ini York ada di depannya mungkin ia akan memutilasi York menjadi delapan bagian. Celeste keluar dari mobilnya dan bergegas ke pintu kedatangan. Sambil memegang kertas di kedua tangannya ia melihat ke pintu kedatangan sembari menebak-nebak yang mana kira-kira pria bernama Reo. Sudah 10 menit Celeste menunggu, namun pria yang bernama Reo tersebut tak kunjung menghampirinya."Apa tulisanku tidak terbaca? tapi kan aku
York memejamkan matanya sembari sesekali menyesap teh susu yang dipesannya dari waiter yang sedari tadi berseliweran mengantarkan pesanan pengunjung. Sungguh ini adalah hal terandom dari sekian hal random yang York pernah lakukan yaitu mengunjungi cafe pukul 02 pagi. Di saat yang lain sibuk beradu dalam alam mimpi, York sibuk berada dengan pikirannya.Beruntung cafe ini buka 24 jam dan suasana tropical yang sudut diisi dengan deretan buku-buku yang tertata rapi pada rak-rak kayu yang semakin menambah kesan minimalis namun aesthetic cafe ini.York mengamati cafe yang hanya menyisikan beberapa orang saja. Termasuk seorang pria yang duduk dengan anggun sambil membolak-balikkan buku seolah ia adalah objek yang baru keluar dari lukisan. Jangankan pengunjung bahkan para waiters pun curi-curi pandang bahkan memandang dengan terang-terangan ke arah pria berkulit putih pucat tersebut seolah siap untuk memangsanya. Kaos hitam yang dikenakannya tampa
Arthur terdiam tampak merenung dengan tatapan kosong. Tuan tua Portland mencicipi tehnya sembari menunggu Arthur angkat suara, ia tidak mendesak dan menunggu dengan sabar.Arthur menghembuskan nafasnya dengan kasar "Dia ingin membuat Chip yang di tanam ke otak manusia untuk mengendalikan aplikasi yang terdapat pada ponsel, laptop ataupun perangkat teknologi lainnya."Deg...Tuan tua Portland yang sedang menyesap tehnya hampir menyemburkan teh tersebut dari mulutnya. Beruntung sebagian teh sudah hampir mencapai lambungnya jika tidak ntah seperti apa nasib wajah tampan Arthur yang akan banjir semburan tuan tua Portland."Bukankah itu teknologi yang dulu Steve kerjakan ?" tuan tua Portland meletakkan cangkir tehnya sambil mengingat betapa bahagianya wajah putranya saat membicarakan ide itu padanya."Yah, teknologi yang gagal dan merupakan teknologi terakhir yang Steve kerjakan sebelum ia menghilang." Arthur berucap dengan lirih
"Jujur, saya sangat menyukai desainmu York tapi dari sudut pandang ekonomi saat ini perusahaan belum memiliki kapasitas untuk menciptakan teknologi se-inovatif ini. Karena kondisi finansial perusahaan saat ini tidak stabil. Durasi pengerjaan juga terlalu singkat, untuk teknologi se-inovatif ini butuh waktu untuk mendapatkan hasil yang akurat. Lebih baik di pending dulu dan tidak usah diikutkan dalam kompetisi.”"Selain itu, perusahaan juga sedang mengerjakan proyek besar yang tentunya membutuhkan atensi dan waktu lebih untuk menyelesaikannya." Arthur menjelaskan kepada York."Tapi bukankah jika teknologi ini berhasil akan menambah value perusahaan? dan investor bahkan tender akan berbondong-bondong ke winter tech pastinya profit perusahaan juga akan naik." York mencoba menjelaskan manfaat yang akan di dapatkan oleh perusahaan apabila mereka mendukungnya untuk menyelesaikan proyek ini."Aku tau, tapi sebagai direktur yang memahami kondisi perusa
Bagaimana dengan Liza? Liza hanya terpaku ketika mendengarkan penuturan dari mulut pria tersebut. Ini adalah pria yang dicintainya selama bertahun-tahun, ini adalah pria yang membuat hari-hari suramnya menjadi berwarna selama bertahun-tahun, namun ini adalah pria yang sekarang bersimbah air mata dan menuduhnya egois serta menginjak-nginjak harga dirinya sebagai pria.Liza tidak tau harus menangis atau tertawa, ia sedih karena pria yang diperlakukannya dengan tulus ternyata menganggap apa yang dia lakukan adalah bentuk simpati dan amal bukan cinta. Ia ingin menangis namun hatinya dingin dan amarahnya melonjak.“Aku tidak pernah menyangka bahwa kau ternyata memiliki perasaan rendah diri yang ekstrim, aku memperlakukanmu dengan tulus tapi kau menganggapnya sebagai bentuk simpati dan amal. Apa kau tau kenapa aku menolak barang-barang yang kau berikan hm? Itu karena kau membelikanku barang-barang mahal yang setara dengan 3 bulan gajimu. Lalu bagaimana kau akan h
“Dia itu mantan pacar seharimu itu kan?”“Bukan sehari tapi 23 jam, sehari itu 24 jam jadi tolong jangan di lebih-lebih kan ya.”“Sama saja, 1 jam lagi genap sudah 1 hari. Sepertinya dia benar-benar buaya kelas kakap ya?”“Dia bukan buaya kelas kakap tapi dia presdir dari buaya internasional. Apakah aku pengkhianat bangsa di masa lalu sampai harus di pertemukan dengan manusia paling manipulatif seperti dia.” York tampak kesal saat mengingat dirinya yang dengan konyolnya menerima ajakan frederick untuk dating, dan beberapa jam kemudian ia baru tahu kalau ia juga baru saja menyatakan cinta pada wanita lain di sebuah kafe sehingga ia memutuskan hubungannya dengan Frederick lewat we chat. Beruntung saat itu ia belum memiliki perasaan apapun pada Frederick.Tidak memiliki perasaan apapun? Lalu kenapa York menerimanya? Itu karena Frederick menembaknya di depan umum dan rasanya sangat jahat kalau York menolaknya di