Share

Bab 3

Flashback

Rose sedang berjalan bersama Siska, sahabat kuliahnya yang juga sama-sama dari Indonesia. Mereka bersahabat sejak masa orientasi mahasiswa hingga saat ini.

Rose menemani Siska yang tiba-tiba ingin berlibur ke Belgia, mengusir penat katanya.

Sementara disisi lain, ada juga Davin yang sedang menemani Alan, sahabat kuliahnya yang berlibur ke Belgia.

Rose memeriksa ponselnya ketika mendengar benda pipih buatan oppa-oppa korea itu berdering. Sebuah panggilan dari Alex, salah satu sahabatnya yang sebenarnya sedang dia abaikan. Namun, Rose mengenal Alex, pria itu akan terus menerornya jika ia tidak mengangkat telepon itu.

"Sis, aku angkat telpon dulu," pamit Rose pada Siska.

"Okay, aku tunggu di toko ujung jalan ya."

"Siap."

Rose menjauh dari Siska. Bukan apa, sahabatnya itu sering menjodoh-jodohkan dirinya dengan Alex. Dan Rose tidak menyukainya. Ketika Rose menggeser tombol hijau di layarnya, menempelkannya di telinganya, tiba-tiba ponsel itu jatuh karena tabrakan yang terjadi.

Davin, yang saat itu mendahului Alan karena rasa lapar yang menyerangnya, tidak sengaja menabrak Rose ketika sahabatnya itu memanggilnya.

"Eh." Davin segera berjongkok kemudian mengambil sebuah ponsel yang sudah tidak berbentuk itu. Layarnya pecah, bahkan ujung dari ponsel itu patah. Davin merasa menyesal, ia berdiri untuk menyerahkan ponsel yang tidak berbentuk itu pada pemiliknya dengan persiapan penuh akan emosi yang akan dilontarkan gadis itu.

"Sorry," kata Davin dengan tulus.

"It's okay, I can buy the new one," jawab Rose, dia mengambil ponsel itu dari tangan pria di depannya.

"I'm really sorry about that, I will.."

Davin tidak lagi melanjutkan ucapannya begitu melihat wanita di depannya sedang melambaikan tangan entah pada siapa.

"It's okay, I'm leaving," ucap Rose meninggalkan pria yang sebenarnya adalah Davin, calon suami yang dia nantikan selama ini karena Siska sudah memanggilnya dari toko di ujung jalan sana.

Davin hanya bengong, ia terpaku menatap punggung wanita berhati emas yang baru dia temui.

"Heh, ngelihatin apa sih?" tanya Alan begitu tiba di samping Davin.

"Bidadari."

"Mana?" Alan melihat ke arah pandangan Davin, namun tidak melihat apa yang sedang dilihat pria itu.

"Barusan."

"Udah kenalan belum?"

"Bodoh," kata Davin yang baru menyadari kebodohannya.

"Yah, situ baru sadar," ucap Alan.

"Sialan. Udah ah, yuk, keburu laper." Davin merangkul pundak Alan, menuju salah satu restoran bernuansa outdoor di depan sana.

Flashback off

***

"Wanita ini?" Davin terkejut melihat wanita berhati emas yang dia temui di Belgia. "Jadi, dia adalah Rose."

Davin tidak langsung mengangkat Rose, ia diam sejenak, menatap kecantikan Rose yang paripurna. Wanita cantik bukan hanya dari paras, namun juga hati. Davin segera menggelengkan kepala, menyadarkan dirinya sendiri bahwa ia sudah memiliki Kayla, kekasihnya yang sudah menemaninya selama satu tahun ini. Meskipun tidak ada yang mengetahui hubungan mereka.

"Aku harap kamu bisa mendapatkan laki-laki lain yang lebih baik dari aku Ros, maaf karena aku nggak bisa menikahimu," bisik Davin di depan wajah Rose yang masih tidur.

Davin mengangkat tubuh Rose dengan pelan supaya ia tidak terbangun dari tidurnya. Sementara Rose yang memang sudah lelah sama sekali tidak terganggu dengan gerakan kecil yang ditimbulkan Davin. Wanita itu bahkan mengalungkan tangannya pada leher Davin, mencari posisi ternyaman untuk dirinya sendiri.

Bagas dan Dina yang melihat putranya menggendong Rose menuju kamarnya hanya bisa tersenyum bahagia. Dina yakin bahwa putranya bisa mencintai Rose. Mungkin sedikit terlambat, Tapi kisah cinta mereka akan dimulai dari hari ini.

"Aku seneng deh Pi, semoga mereka bisa segera nikah."

"Kita harus tegas pada Davin Mi. Dan jangan sampai Rose tahu perdebatan kita kemarin.

Dina menganguk kemudian memanggil asisten rumah tangganya.

"Bi Idha.”

"Iya Bu," jawab Idha sambil berlari menghampiri majikannya.

"Tolong dibersihkan kamar tamu, calon mantu saya mau nginep."

"Baik Bu."

Dina akan meminta Davin untuk tidur di rumah, namun tidak mungkin Davin dan Rose tidur dalam satu kamar sebelum pernikahan mereka, jadi kamar tamu harus dibersihkan supaya bisa ditempati Rose.

"Astaga, aku lupa ngasih tahu Rika."

Dina baru mengingat tentang Rika setelah sekian lama obrolan mereka. Khawatir Rika akan mengkhawatirkan Rose, Dina segera mencari ponselnya kemudian menghubungi wanita itu. Mengatakan pada Rika supaya tidak mengkhawatirkan Rose karena anaknya itu sudah ada di dalam rumahnya.

Sementara Dina mengobrol bersama Rika, Bagas yang melihat putranya menuruni tangga langsung mengajaknya menuju ruang keluarga. Dia ingin bicara serius dengan Davin.

"Duduk Dav!" perintah Bagas yang mendahului duduk di salah satu sofa di sana.

"Pi..."

"Dengerin papi dulu sebelum kamu mengeluarkan pendapatmu!" kata Bagas tidak bisa dibantah. "Orang tua Rose berjasa besar pada keluarga kita. Papi bisa mendirikan perusahaan kita sekarang juga berkat mereka. Jadi papi mohon, sebelum mengambil keputusan, pertimbangan dulu apa yang papi sampaikan barusan."

"Pi, tanpa aku dan Rose menikah pun, kita bisa membantu keluarga Om Ivan."

"Tapi Rose ingin menikah denganmu. Lagipula, dulu kamu juga pernah berjanji akan menikahi Rose."

"Kapan?" Davin merasa tidak pernah mengatakannya, dia lupa akan janjinya pada wanita itu.

"Saat kamu masih berusia tujuh tahun."

"Pi, aku bahkan masih sangat kecil saat itu. Aku belum ngerti arti pernikahan," jawab Davin.

"Ya papi tahu, tapi karena janji kamu saat itu, Rose hanya mencintai kamu. Meskipun dia nggak pernah lihat kamu. Nggak ada yang bisa menandingi ketulusan Rose, Dav. Percaya papi."

"Tapi aku udah punya Kayla, Pi. Aku nggak mungkin ninggalin dia gitu aja."

"Kamu tetap harus meninggalkan dia," sela Bagas. "Mulailah mengenal Rose, papi yakin kamu akan jatuh cinta padanya."

Davin diam, mempertimbangkan perintah ayahnya. Ya, Davin yakin bisa mencintai Rose, karena dia pernah mengagumi wanita itu. Tetapi, dia juga tidak bisa meninggalkan Kayla yang sudah lebih dulu menemaninya.

"Kalau gitu, biar aku ngomong sama Rose. Aku akan bicarakan sama dia..."

"Nggak! Kamu nggak boleh ngomong sama Rose mengenai Kayla. Rose nggak boleh tahu."

"PI!" Davin jadi serba salah. Padahal dia ingin jujur pada Rose mengenai Kayla. Dia ingin tahu bagaimana reaksi wanita itu. Melihat dari kebaikan hati Rose, Davin yakin wanita itu akan melepaskannya. Namun, Bagas menolak usulnya. Membuatnya menjadi serba salah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status