Share

Bab 7

Davin yang baru pulang dari kos Kayla terkejut begitu melihat Rose keluar kamar mandi hanya menggunakan handuknya. Rambut wanita itu masih basah hingga menetes ke lantai. Davin tidak menampik bahwa saat itu ada bagian dirinya yang berdesir melihat tubuh indah Rose. Dia pria normal.

Davin yang semula akan pergi ke apartemennya, mendapat perintah dari ibunya untuk menginap di rumah selama Rose di Indonesia. Dia tidak bisa membantah. Meskipun kesal, Davin tetap melakukan perintah orang tuanya.

Dan di sinilah dia sekarang, berhadap-hadapan dengan Rose yang masih memegangi handuknya_ sama-sama terkejut.

“Sorry.” Davin memalingkan pandangannya, malu jika sampai Rose melihatnya meneteskan air liur hanya karena menatapnya.

“Harusnya aku yang minta maaf, aku belum mindahin barangku, jadi tadi sekalian pinjem kamar mandi.” Rose berusaha menahan senyum melihat ekspresi Davin.

Sebenarnya tadi dia sudah membawa kimono. Hanya saja, kakinya terpeleset di bathtub dan membuat kimono itu jatuh terendam air. Rose pikir Davin tidak akan tidur di rumah malam ini, jadi dia dengan santai berkeliaran di kamar pria itu.

“Aku pikir kamu tidur di apartemen.”

“Ya? Aku… mami nyuruh aku tidur di rumah, supaya ada yang nemenin kamu.”

“Oh… tapi kita tidur sendiri-sendiri kan, nggak mungkin kamu nemenin aku tidur,” goda Rose.

“Ya tentu,” jawab Davin yang masih diam di tempatnya dengan posisi membelakangi Rose.

“Jadi…” Rose sengaja menggantung kalimatnya untuk menarik perhatian Davin. Dan dia mendapatkannya.

Davin yang semula membelakangi Rose memutar tubuhnya untuk mendengar apa yang akan disampaikan wanita itu.

“Aku mau ganti baju, kamu masih mau berdiri di sana?” tanya Rose dengan sedikit senyum.

“Oh iya, aku keluar sekarang.”

Davin buru-buru keluar, mengutuk dirinya sendiri yang terlihat bodoh di depan Rose. Astaga, hanya dengan melihat tubuh Rose yang baru selesai mandi saja bisa membuatnya deg-degan. Apalagi melihat yang lain.

“Jangan lupa tutup pintu!” teriak Rose ketika Davin sampai di ambang pintu.

“Okay.” Jawab Davin.

Rose langsung tertawa begitu Davin keluar, ia tidak bisa menahan suara tawanya meskipun sudah menutupnya dengan kedua tangannya. Ekspresi Davin lucu sekali, dia tahu bahwa Davin sempat menginginkanya tadi. Tidak masalah. Toh, dia memang akan memberikannya pada Davin, hanya pada Davin. Dan Rose sangat menantikan moment itu.

***

Davin yang kesal langsung mencari keberadaan Dina. Dia menuju ruang keluarga, tempat favorite wanita itu.

"Mi, kenapa nggak ngomong kalau masih ada Rose di kamarku," protes Davin begitu berada di depan Dina yang sedang menonton televisi.

Dina yang melihat kedatangan Davin itu langsung berdiri kemudian memukul lengan putranya, pukulan yang sebenarnya tidak menyakiti Davin.

"Emang kamu nyari mami dulu begitu sampek rumah?" Dina balik bertanya.

"Ya setidaknya mami kasih tahu waktu di telpon tadi."

"Stop! Bukan kamu yang seharusnya protes," sela Dina. "Kamu itu ya, bisa-bisanya ngomong sama Rose kalau udah punya pacar."

"Salahnya dimana Mi? Emang kenyataannya gitu. Selama satu tahun ini aku menyembunyikan hubunganku. Mulai sekarang nggak lagi, aku akan kenalkan dia ke mami dan papi," putus Davin secara sepihak.

"Silahkan... Berani kamu bawa pacarmu itu ke rumah ini, mami akan langsung mempermalukan dia," ancam Dina.

"MI."

"Maaf, apa aku ganggu?"

Rose yang mendengar keributan dari tangga langsung menghampiri sumber suara. Jujur saja Rose cemburu, Kayla mendapat pembelaan mati-matian dari Davin padahal wanita itu sudah menghianatinya. Andai Davin tahu apa yang dilakukan Kayla dibelakangnya, mungkin pria itu tidak akan membelanya seperti itu.

"Ros, ada apa nak?" Dina hanya memunculkan kepalanya di balik Davin karena tubuh wanita itu yang tertutup oleh tubuh Davin. Sementara Davin yang masih marah pada Dina hanya menoleh pada Rose kemudian pergi.

"Dav..."

Bahkan Davin tidak menghiraukan panggilan Rose dan melewati wanita itu begitu saja. Rose tersinggung, namun tetap tersenyum pada Dina.

"Tadi Ros denger suara ribut-ribut dari tangga, jadi Ros ke sini. Ada apa Tan?" Meskipun sudah mengetahui pokok permasalahannya, Rose tetap berusaha seperti orang awam. Dia memang pandai bersandiwara.

"Nggak ada apa-apa, Sayang. Biasa, Davin-mu itu suka membangkang."

"Tan, jangan terlalu keras sama Davin. Apa yang dia lakukan hanya ingin membela wanita yang dia sayangi. Aku cemburu pada Kayla," terang Rose.

Dina terkejut, padahal dia tidak tahu nama kekasih Davin, tapi Rose justru sudah tahu lebih dulu.

"Ros, meskipun tante belum pernah ketemu Kayla itu, tapi tante yakin. Kamu jauh lebih baik dari dia."

Rose diam, tentu saja dia lebih baik. Namun, hanya Kayla yang baik di mata Davin. Rose khawatir, meskipun dia sudah tahu kebusukan dari kekasih Davin itu. Tapi, jika Davin tetap membelanya, Rose bisa apa. Apa mungkin dia harus membiarkan Davin pergi?

"Ros, tante pikir sekarang saat yang tepat kamu mengambil hati Davin." Dina yang melihat keraguan di wajah Rose langsung meminta wanita itu bertindak. Ya, Rose harus segera melancarkan aksinya.

"Maksud tante?"

"Sekarang ini Davin sedang kesal, coba buat dia tenang. Jadilah teman curhatnya dulu. Biarkan Davin merasa nyaman denganmu. Tante yakin, seiring berjalannya waktu Davin akan menerimamu."

Rose tersenyum mendapat saran dari Dina, ia memang harus mengambil kesempatan dari pertengkaran anak dan orang tua itu. Bukan bermaksud jahat, namun dia belum ingin menyerah secepat itu dalam mendapatkan cintanya. Bukankah cinta harus diperjuangkan? Dan Rose akan berjuang demi cintanya.

"Ya udah Tan, aku cari Davin dulu ya," pamit Rose.

"Iya, sana-sana. Semoga berhasil ya, Sayang!" perintah Dina dengan senyuman.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status