Lidya masih duduk termangu di teras tempat kostnya. Hari itu dia sangat malas untuk kuliah. Ratna, temannya berkali-kali membujuknya untuk kuliah atau sekadar jalan-jalan, mungkin juga belanja ke mall, namun sepertinya tawaran itu tak menarik sama sekali.Dada Lidya terasa nyeri. Tatapan matanya tampak kosong. Mata yang begitu lembut itu kini terlihat tak punya semangat. Mata Lidya saat ini benar-benar tak mau tersenyum.“Seandainya dulu mama tidak mendesakku untuk segera bertunangan dengan Arman. Andai juga semua setuju tentang hubunganku dengan Beryl. Andai juga mama tidak terlalu mencampuri hal-hal pribadiku. Andai juga mama memberikan kebebasan padaku
“Mamanya Lidya sudah bercerita tentang kamu padaku. Tapi sayangnya, dia tak menyebut namamu. Makanya aku tidak tahu kalau orang yang dimaksud selama ini kamu.”“Memang dia bilang apa padamu?”“Dia pernah bilang kalau menyesal.” Beryl hanya termangu.“Pergilah!” kata Mirna. Beryl menatapnya dalam.“Sebelum terlanjur lebih jauh, lupakan semuanya. Bagiku, sudah sangat luar biasa, kamu bisa menciumku. Dan itu sangat kurang ajar. Kuminta mulai sekarang, hentikan semua keliaranmu. Kamu sudah menemukan tempat berlabuh yang paling damai dan paling nyaman. Lidya sangat membutuhkanmu. Dia menunggumu.&rd
Tak perlu dipersoalkan. Apakah cowo itu orang penting atau bukan. Mungkin ini akan menjadi kesulitnya.Seorang mahasiswa senior terlihat tengah melangkah menuju ke arah Ernasari. Langkah senu semekat. Joni yang kali ini melangkah. Teman dekat dari Beryl. Cowo yang telah mengambil alih ataspemilikan Ririn. Satu angkatan juga dengan Beryl. Joni mendekat ke tempat Ernasari. Ernasari tampak ketaku.Di sela ketakutannya, Ernasari berusaha tersenyum pada Joni.“Apa kamu sakit?” Tanya Joni.Ernasari h mengangguk.Joni memperhatikan seluruh ruangan. Belum sempat perhatian Joni menyapu seluruh ruangan terlihat dari luar Beryl akan kembali masuk ke ruangan.Alangkah indah sebenarnya postur
"Mas Beryl, saya tak mau diantar pulang oleh teman peserta ospek." suara Ernasari begitu merengek."Mas Beryl, saya tak mau diantar pulang oleh teman sesama peserta ospek." Suara Ernasari begitu merengek."Mau pulang sendiri? Baguslah!""Saya tak mau, Mas." Ernasari lebih merengek lagi."Oke. Biar diantar bagian keamanan.""Jangan, Mas. Jangan!" suara Ernasari jadi histeris.Beryl menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berpikir, Ernasari sangat merepotkan. Sebenarnya apa yang sudah dialami oleh Ernasari? Selama dua hari sebanyak dua kali pingsan. Apa dia diganggu makhluk halus selama kegiatan ospek ini? Apa yang membuatnya jadi begitu takut?"Kenapa tak mau juga diantar o
Ririn terus mengikuti Beryl, melangkah menuju ruang panitia ospek. Sebelum masuk ke ruang panitia ospek, Ririn sempat melihat para peserta ospek yang tengah mengikuti berbagai goglogan dari para senior mereka. Di ujung halaman Joni tengah menunjukkan aksi kekuasaannya sebagai seorang panitia. Di hadapan Joni tengah terduduk seorang peserta ospek. Peserta ospek itu bersimpuh dengan wajah yang tertunduk. Sikap Joni bak seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak atas kerajaan yang dipimpinnya. Suara Joni keras menggelegar hingga membuat banyak peserta menjadi takut dan tersentak.Ririn hanya geleng-geleng kepala menyaksikan ulah calon suami dalam memperlakukan anak buahnya.“Mengapa kamu harus lupa? Mau menjadi seorang pembangkang?”&ldqu
Beberapa saat lamanya Winda membiarkan ruangan itu hening dan sepi. Hanya alunan musik lirih yang diputar dari tadi yang sayup-sayup terdengar. Ernasari masih tetap duduk di sudut ruangan. Cewe itu juga ada dalam sunyi.Matahari mulai menunjukkan kekuasaannya di langit. Winda terlihat telah bosan dengan aktivitas membacanya. Hawa panas siang mulai terasa.Winda meletakkan buku bacaannya. Dia mengangkat kepala, lalu tersenyum pada Ernasari yang tengah menatapnya.“Masih terasa panas seperti kemarin, ya?” kata Winda memecah kebekuan.Ernasari mengangguk.“Ventilasi dari ruangan ini memang kurang baik. Udara belum begitu bebas bisa masuk. Sehingga ruangan terasa pengap.”Di luar ruangan, pucuk-p
Di sudut gelap ruang panitia ospek, Winda masih berdiri dengan tegak dalam sikap diam. Semua peserta ospek sudah mempersiapkan diri untuk pulang. Mereka tinggal mengikuti satu kegiatan lagi, yaitu apel malam.Lampu di ruang panitia itu kini sudah menyala dengan terang. Meskipun sudah masuk waktu malam, anggota panitia ospek masih banyak yang sibuk dengan pekerjaannya. Dari pintu itu, kemudian Beryl keluar. Dari sudut ruangan terlihat mata Winda yang tak berkedip. Selanjutnya Ernasari juga keluar. Cewe itu tampak ceria tersenyum. Dari sudut ruangan, Winda samar-samar menangkap senyum itu. Winda menghela nafasnya dalam-dalam.Ternyata, Beryl dan Ernasari meninggalkan ruang panitia itu. Tak lama kemudian, Winda juga meninggalkan ruangan itu. Yang tersisa sekaran
Baju yang dikenakan Ernasari memang sangat luar biasa. Dengan baju yang dikenakannya, Ernasari melangkah dengan sangat hati-hati untuk menginjakkan kakinya. Pakaian yang dikenakannya seputih kapas. Warnanya sangat lembut dan mengkilat. Setiap gerakan yang dilakukan Ernasari meskipun sangat halus dan sangat lembut, namun tetap menguar penuh keharuman. Begitu harum aroma yang keluar dari tubuh Ernasari. Bau harum yang sangat menyejukkan dan tentunya juga sangat menggoda. Sepanjang jalan yang mereka lintasi, Beryl menikmati keajaiban atas aroma harum itu. Keharuman yang penuh kelembutan, begitu lunak, namun sangat menggoda. Betapa lembut dan halusnya kulit Ernasari dirasakan Beryl setiap kali keduanya saling bersentuhan secara tak sengaja