Share

Playboy Kampus
Playboy Kampus
Penulis: Krisna M

Ratu Hati

 “Kamu memang benar-benar playboy!” bentak Ririn dengan nada kesal.

 Avanza berwarna metalic yang dikemudikan Beryl meluncur di sepanjang jembatan Suramadu.

 Beryl hanya tersenyum sekilas, senyum buas dan benar-benar menunjukkan pribadinya yang memang terkesan playboy di mata Ririn. Beryl hanya memandang Ririn yang kini tengah duduk di samping kemudinya. 

 “Maaf, cantik kalau aku selalu salah di matamu.”

 “Kamu memang bejat. Selalu pakai trik hidung belang kamu!” seru Ririn sambil membanting pintu mobil ketika Baryl menepi menghentikan laju mobilnya.

 Tanpa menghiraukan omelan Ririn, Beryl menghentikan begitu saja mobilnya di tepi jalan. Beryl dengan cekatan segera turun dari mobil.

 “Percuma selama ini aku menjalin hubungan sama kamu,” Ririn kembali melampiaskan kejengkelannya. “Kamu hanya mempermainkan aku!”

 Sementara Ririn ngomel sendiri, Beryl memeriksa ban mobilnya tanpa menoleh ke arah Ririn lagi. Beryl berjalan mondar- mandir mengitari mobilnya yang kini begitu manis terparkir di tepi jalan di sepanjang lintasan Suramadu.

 Tanpa menghirakan segalanya…, dengan santai Beryl bersiul. Kini dengan senyum plaboy-nya Beryl memandang Ririn yang begitu tampak kesal.

 “Cantik,  tapi suka sadis,” ucap Beryl dengan senyum simpulnya. 

 Ririn memang cantik. Bintang di kampus. Juga jenius. Tak heran jika Beryl yang bertampang playboy itu mampu menggaetnya. Karena di samping punya wajah yang oke banget, Beryl juga dikenal sebagai mahasiswa yang pintar, ketua senat di kampus. Sebenarnya begitu beruntung Beryl bisa mendapatkan Ririn, karena cowo lain akan sulit mendekatinya. Lagi pula siapa pun orangnya akan segan mendekati cewek di kampusnya Beryl, jika cewe itu terlihat memiliki hubungan spesial dengan sang ketua senat yang lumayan ganteng dan pinter. 

 Beryl memeriksa kondisi mobilnya. Ia masih berjalan mondar-mandir di sekitaran mobil yang diparkirnya. Ia memeriksa kondisi ban mobil. Entah apa yang terjadi. Sepertinya ada masalah dengan kondisi avanza  itu. 

 Beryl melihat ada yang tidak beres dengan ban mobil. Di balik sikapnya yang saat ini acuh pada Ririn, cowok itu menyembunyikan sebuah kekhawatiran dengan kondisi mobilnya. 

 Hati kecil Beryl sebenarnya menggerutu dengan keadaan ban mobilnya. Tapi ia tak ingin menunjukkan sikap bodohnya di  depan Ririn. 

 Beryl mengusap wajahnya yang tiba-tiba seperti merasa kusut. Rasa kesal menjalar ke seluruh jiwanya. 

 “Ban motor jadi bikin ribet, aja,” gumamnya.

 “Kenapa harus kempes segala? Aku paling benci berhubungan dengan kerusakan mobil,” teriak batinnya.

 Pikiran Beryl membayangkan bahwa mobil itu mesti dibawa ke bengkel. Dengan jelas ia membayangkan betapa bosannya harus menunggu ban mobil itu diganti. Beryl cowo yang tak suka menunggu sesuatu.

 Dalam ingatan Beryl bagaimana semua keinginan dan obsesi-obsesinya segera terwujud. Bukan untuk mengurusi mobil yang mesti ganti ban. Wajah playboy-nya sedikit memerah karena terpanggang wajah matahari siang itu. Wajah matahari yang juga memanggang seluruh jembatan Suramadu. Rambutnya yang lurus dan sedikit menutup dahi makin menambah ketampanan Beryl. Cewe mana yang tidak akan jatuh cinta jika sudah mengenalnya. Ketua senat di kampus yang memiliki prestasi yang cemerlang. Banyak penghargaan, tropi, piala, piagam, maupun sertifikat dari berbagai kegiatan yang telah dikantonginya.

 Beryl beringsut sedikit, agak menjauh dari mobilnya. Ia mengambil handphone-nya. Mau tidak mau ia harus menghubungi orang bengkel kalau ingin kondisi mobilnya bisa baik lagi seperti sebelumnya.

 Tapi Beryl merasa bersyukur juga dengan keadaan mobilnya saat ini. Ia ingin melihat Ririn tambah ngomel-ngomel marah. Cewe itu akan tambah cantik jika marah-marah. Sudah berulang kali, cewe itu marah-marah padanya. Sesudah selesai ngomel-ngomel tadi, kini Ririn hanya diam. Diam yang tampak kesal. Tanpa juga menanyakan ada apa dengan mobilnya. Beryl bisa memastikan jika Ririn tahu ban mobil kempes, pasti dia akan tambah marah.

 Samar-samar Beryl melirik Ririn yang tengah asyik memainkan handpone-nya. Begitu cuek, kali ini cewe itu tak memperhatikan Beryl sedikit pun. Dengan sikap cuek juga Beryl tak ingin memberitahukan keadaan mobilnya yang sebenarnya.

 “Kamu ada tujuan apa dari tadi berhenti?” suara Ririn yang bertanya dengan tiba-tiba begitu mengagetkan Beryl.

 Beryl tersenyum. “Eh, ini…., mumpung kita sampai di tempat sepi aku berniat memperkosa kamu,” ujar Beryl sekenanya tanpa berpikir panjang.

 “Enak aja. Ayo kita segera jalan,” kata Ririn dengan sedikit nyengir.

 Beryl masih tetap dengan bersikap santai tanpa menanggapi kata-kata Ririn. Perhatiannya masih terfokus pada mobilnya. Sedangkan Ririn merasa bertambah gusar melihat sikap Beryl. Sejujurnya dalam hati Ririn merasa khawatir, kalau ucapan Beryl tadi bukan hanya sekadar bergurau. Ririn paham banget siapa sesungguhnya Beryl si bajingan kampus. Berapa kali sudah Beryl menidurinya di kamar hotel. Belum lagi di tempat-tempat yang lain. 

 “Kok, kamu malah santai gitu sih? Ayo, cepat kita jalan. Panas, nih!” seru Ririn yang mulai tak sabar. 

 “Eh, tunggu…., tunggu…, barusan kamu bilang panas. Aku baru ingat, sudah waktunya aku mesti niduri kamu lagi,” ucap Beryl masih sambil mengelus-elus lengan Ririn. 

 Beryl memang selalu bisa mencari celah buat meluluhkan hati Ririn dan cewe-cewe lain di kampusnya. Bermodal wajah playboy-nya yang memang ganteng dan juga otaknya yang bisa dibilang encer.

 “Memangnya kenapa, Bajingan? Kalau ngomong dijaga!”

 “Apanya yang harus dijaga Ririn, santik? Berapa kali coba kita tidur bersama, mereguk kebahagiaan bersama. Entah itu di kamar hotel atau….di kasur hijau. Adakah selama ini kamu menolaknya? Enggak bukan? Yang ada kamu selalu ketagihan..!”

 “Oh, itu kemarin…., karena aku khilaf dan selalu tertipu oleh rayuan gombal kamu,” jawab Ririn dengan wajah cemberut.

 “Oh begitu…, tapi tampaknya siang ini kamu ketagihan lagi. Bolehkah aku memelukmu? Kebetulan aku juga lagi pengin, Rin….,”

 “Eh? Enak aja….,” jawab Ririn yang mencoba mengibaskan tangannya, namun justru tangannya yang mungil dan manis jatuh dalam genggaman Beryl.

 “Rin, jari-jemari kamu memang indah….,” puji Beryl sambil memegang tangan Ririn.

 “Cukup, playboy…,” bantah Ririn.

 “Sejak aku bertemu kamu di kampus dan kita sering bersama dengan kegiatan kemahasiswaan, aku memang telah jatuh cinta sama kamu…,”

 “Kamu mau membual lagi? Itu Cuma gurauan yang saat ini kuanggap sudah tidak mempan lagi,” kata Ririn sambil tersenyum sinis.

 “Dari awal aku memang suka sama kamu, Rin. Makanya aku selalu memberikan yang terbaik buat kamu.”

 “Apa kamu bilang?”

 “Kamu begitu indah, Rin. Sama indahnya dengan matahari yang tengah bersinar itu. Hangat…, ah begitu menyengat. Kamu benar-benar seperti aliran listrik yang setiap saat siap menyengatku. Panas yang kamu tawarkan begitu membakar jiwaku,”

 “Kamu ngomong gombal apaan lagi sih? Kayak orang gila aja,”

 “Sama indahnya dengan matahari, Rin.”

 “Ih, rupanya kamu tambah gila…” seru Ririn yang kian cuek.

 Beryl masih memegang lengan Ririn dan kembali mengelus-elusnya dengan lembut. Kali ini Beryl melakukannya dengan lebih mesra dan begitu romantic. Entah siapa yang mulai terbakar lebih dulu. Beryl ataukah Ririn?”

 Maunya Ririn tidak ingin memperhatikan apa yang tengah dilakukan oleh Beryl. Belaian lembutnya, rayuan gombalnya, atau apa pun ucapan yang berhubungan dengan meluluhkan hati seseorang. Namun entah kenapa dalam sekejap bahkan seluruh tubuh Ririn kini sudah seutuhnya jatuh di dekapan Beryl.

 Rupanya dari kejauhan seorang mekanik bengkel yang tadi di telepon Beryl untuk mengganti ban mobilnya menyaksikan apa yang sedang dilakukan oleh dua remaja ini. Mekanik bengkel itu mencoba berpikir untuk mengalihkan fokus perhatian Beryl dan Ririn. Mekanik bengkel itu khawatir kalau keduanya bisa kebablasan melakukan yang tidak manusiawi di tepi jalan.

 Beryl berhenti memeluk Ririn ketika tiba-tiba handphone-nya bordering. Beryl menerima panggilan telepon dari mekanik bengkel. Bersamaan dengan itu Beryl menoleh, mencari-cari keberadaan mekanik bengkel. Untuk kemudian Beryl menunjukkan keberadaannya kepada mekanik bengkel.

 Mekanik bengkel melangkah mendekati Beryl dan Ririn.

 “Oh, jadi di sini mas Beryl berada. Tadi saya agak bingung mencari-cari tempatnya.” Ucap mekanik bengkel itu basa-basi. Wajah dan kulitnya yang sawo matang sangat tepat menunjukkan profesinya sebagai mekanik. Namun demikian sorot matanya tajam seperti ingin menguliti segala hal yang tadi sudah dilakukan Beryl dan Ririn.

 “Betul, mas. Lakukan yang terbaik buat mobilku…,” kata Beryl dengan santai.

 “Baik, Mas. Saat ini juga ban mobil saya ganti. Tidak membutuhkan waktu terlalu lama.”

 “Terima kasih. Aku tunggu,” kata Beryl.

 “Bangsat! Kenapa dari tadi kamu gak ngomong kalau ban mobil minta ganti,”

 Dengan tatapan tajam Beryl memandang Ririn yang mencoba protes karena dari awal oleh Beryl tidak dikasih tahu tentang keadaan mobil.

 “Tidak usah marah kenapa sih? Dikit-dikit marah, dikit-dikit minta dirayu. Dasar ratu hatiku!” Beryl berbisik pelan ke telinga Ririn.

 Mata Ririn tampak mulai luluh, sedikit terpejam karena aura bisikan Beryl yang senantiasa membuatnya tersanjung.

 Mekanik bengkel menyaksikan segala hal yang dilakukan Beryl dan Ririn. Ia merasa ada kejanggalan. Begitu beraninya Beryl pada Ririn. Pada hal mereka berdua sepertinya bukan suami istri.

 Ririn terlihat makin tampak tak berdaya. Namun situasi yang ada siang itu harus mampu menahan dirinya untuk menyerahkan seluruh tubuhnya pada Beryl. Ia hanya mampu mendesah dan sedikit menggerutu dalam hati, karena belakangan ia ingin lepas dari cengkeraman Beryl, namun selalu gagal.

 Ririn beringsut menjauhi Beryl. Ia memalingkan mukanya dari Beryl. Beryl dengan santai menyaksikan ulah Ririn yang selama ini cukup dipahaminya. Keberadaan mekanik bengkel itu membuat Ririn merasa tidak nyaman. Dari tempat yang kini berjarak Ririn memandangi Beryl.

 Dalam hati Ririn tak habis pikir, kenapa selama ini dirinya begitu pasrah dengan apa yang dilakukan Beryl. Dia sebenarnya menyadari apa yang dilkukannya kurang baik. Namun , tak punya kuasa buat menolak apa yang dilakukan Beryl.

 Samar-samar juga Beryl masih memperhatikan Ririn yang terlihat sangat tidak nyaman. Beryl mendekati Ririn mencoba untuk menenangkannya.

 “Jadi, siang ini kamu pengin kita meeting di hotel mana?” Tanya Beryl sambil berbisik di telinga Ririn. Hembusan nafas Beryl menyisakan hangat yang menyusup ke jiwa Ririn.

 “Gak perlu. Aku mau pulang,” timpal Ririn.

 Beryl hanya tersenyum mendengarkan jawaban itu. Beryl hanya berucap,”Memangnya cowok mana yang mampu menenangkan jiwa dan nafsumu, Ratuku?”

 Mekanik bengkel sepertinya sudah selesai mengganti ban mobil Beryl. Mekanik tadi sekilas sempat menangkap percakapan keduanya, Beryl dan Ririn. 

 “Aku gak mau lagi sama kamu,”

 “What, betulkah?

Pembaca, selamat menikmati, semoga suka. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status