Share

Ririn Kesal

"Emang kita mau kemana setelah ini?" tanya Ririn dingin setelah ada di dalam mobil.

"Oh, aku tau sekarang. Kamu sudah berubah jadi orang bisu dan tuli?" Ucap Ririn lagi setelah Beryl tidak menanggapi pertanyaannya.

Setelah tiba di depan sebuah hotel mewah, Ririn segera keluar dari mobil. Pintu mobil dia banting dengan keras penuh kekesalan.

Beryl hanya tersenyum kecil penuh kemenangan melihat tingkah gadis yang ada di depannya. Gadis yang sudah ia renggut kesuciannya ketika keduanya mulai dekat dalam kegiatan senat. Beryl melangkah mendekati resepsionis hotel setelah memarkir mobilnya.

"Selamat siang, Mbak," sapa Beryl kepada resepsionis hotel.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis dengan penuh hormat.

Beryl tersenyum kecil pada resepsionis itu. Bagi Beryl diperlakukan dengan penuh hormat sudah hal biasa.

Beryl bertanya pada resepsionis hotel tentang kamar kosong. Namun tak segera dijawab oleh sang resepsionis.

"Ada masalah, Mbak?" tanya Beryl ingin memperoleh kepastian.

"Iya..., sebentar Mas. Saya cek dulu," jawab resepsionis itu masih dengan sikap sopan. 

"Bagaimana, Mbak?" tanya Beryl yang tak sabaran. 

"Ada, Mas. Tapi tunggu sekitar lima belas menit lagi, karena masih dibersihkan. Orang yang tadi menempatinya baru saja chek out." 

"Yups. Saya siap menunggu lima belas menit lagi mbak. Tapi mohon kamarnya dibersihkan sebersih mungkin ya? Soalnya kami pengantin baru mbak yang sengaja bulan madu dan selalu ingin memberikan surprise buat istriku. Agar dia betah jadi istriku mbak," Ucap Beryl panjang lebar di depan resepsionis. 

Sementara resepsionis yang ramah itu mendengarkan semua cerita Beryl yang terkesan sungguh-sungguh. 

Ririn terkejut mendengar semua cerita Beryl yang begitu penuh kebohongan di depan resepsionis. Ririn tidak menyangka, Beryl mampu menjadi pembohong besar seperti itu. Tapi Ririn sebisa mungkin berusaha menahan diri di depan resepsionis, karena tidak ingin wibawa mereka berdua jatuh begitu saja di depan resepsionis. 

"Apa maksudmu ngomong seperti itu?" tanya Ririn berbisik di telinga Beryl. 

"Aku sudah menduga kamu pasti akan protes ketika aku ngomong seperti itu," ledek Beryl. 

Wajah Ririn memerah karena menahan rasa marah dan kekesalan. Namun Beryl tak kalah cerdik. Untuk meredam amarah Ririn, segera digenggamnya jemari tangan Ririn. 

Ririn merasa heran dengan semua tingkah Beryl. Dan benar saja seketika mimik muka Ririn berubah tampak lebih tenang. Ternyata sebuah sentuhan hangat mampu menjadi senjata tajam untuk meluluhkan hati seorang perempuan. 

Bagi Ririn, Beryl ibarat menggunakan tenaga mistiknya hingga kekuatan tertinggi manusia. Dengan genggaman tangan Beryl yang begitu hangat menyentuh jemarinya. Ririn selalu merasa hangat sentuhan Beryl dengan santainya selalu mampu meluluhkan amarah dan kekesalannya. 

Setelah menunggu kamar hotel dibersihkan, Beryl melepaskan tangan Ririn yang sedari tadi digenggamnya. Kini dengan santainya Beryl membawa Ririn masuk ke dalam kamar hotel yang tadi dipesannya. 

"Bedebah kamu, Beryl! Punyalah sedikit moral!" bentak Ririn kasar. 

"Bukankah semua sudah kita lakukan dari dulu? Kenapa baru sekarang kamu protes?" jawab Beryl sambil menatap Ririn. 

Mendapatkan tatapan Beryl, lagi-lagi Ririn hanya bisa menunduk. Semua keangkuhannya selalu luluh. 

"Kalau saja aku tidak sedikit menghargai kamu, pasti kamu sudah aku penjarakan!" gertak Ririn. 

Dasar Beryl, hanya mengacuhkan begitu saja semua gertakan Ririn. Gertakan cewe itu seperti tak berpengaruh sama sekali buatnya. 

"Penjarakan saja sekarang! Yang ada kamu hanya memenjarakan aku di hatimu," ledek Beryl pada Ririn. 

"Silakan, Mas dan Mbak! Kamarnya sudah siap," kata cleaning service yang baru saja selesai membersihkan kamar yang dipesan Beryl. 

"Kenapa sih, kamu selalu nantang aku terus?" tanya Ririn yang menatap Beryl dengan penuh kesenduan. 

Tangan Ririn mencoba meraih baju Beryl, namun dengan cepat tangan kanan Beryl menangkap tangan Ririn. Kecepatan gerakan tangan Beryl selalu tak mampu terdeteksi oleh Ririn. Ririn sedikit melotot menatap mata Beryl. 

"Kenapa? Mau bilang aku selalu tak tahu diri? Mau bilang aku tak bisa menghargai wanita?" goda Beryl dengan senyum penuh kemenangan. 

"Setidaknya laki-laki yang menghormati perempuan tidak seperti cara yang kamu lakukan," 

"Memang ada peraturan tertuliskah yang bisa aku pelajari untuk mampu menghormati perempuan dengan baik?" 

Jauh di dalam hatinya Ririn memang merasakan bahwa makhluk yang bernama perempuan selama ini sering dideskriminasikan. Ririn memang merasa sering diperlakukan seperti itu oleh Beryl. Namun Ririn selalu tak mampu menolaknya dengan tegas. 

" Kalau ditanya itu coba dengar!" bentak Beryl sambil mempererat genggaman tangannya. 

Ririn seperti merasakan aliran listrik menyengat tubuhnya begitu merasakan cengkeraman tangan Beryl yang kian erat. 

Ririn diam tak menjawab pertanyaan Beryl. Beryl pun menatap tajam mata Ririn. Dan seketika itu pula tubuh Ririn merasa kena sengatan aliran listrik tegangan super tinggi. Hatinya kembali tak berdaya, perasaannya runtuh ketika menerima tatapan mata Beryl yang selalu punya magnet tersendiri. Wajah muramnya Ririn kembali hilang. 

Merasa cleaning service sudah selesai membersihkan kamar yang dipesannya, Beryl segera membawa Ririn masuk ke dalam kamar. Ririn mencoba menenangkan diri. 

"Menurutmu bagaimana dengan kamar yang sudah aku pesan, Rin?" tanya Beryl ingin tahu tanggapan Ririn. 

"Lebih baik aku tak pernah di kamar sejenis ini lagi. Neraka!" seru Ririn. 

"Husss! Jangan ngomong seperti itu. Memang kamu mau tidur di penjara?" tanya Beryl yang kembali menggoda Ririn. 

"Begini aja, kamu tidur sendiri di kamar ini. Sementara biarkan aku pulang biar dijemput sopir pribadi papa," pinta Ririn. 

Beryl hanya menggeleng mendengar semua kalimat Ririn yang dirasa begitu konyol. 

Handphone Ririn berdering ketika dia masih duduk sambil bertopang dagu di Tepi ranjang dari kamar yang dipesan Beryl. Rupanya sang mama kirim pesan menanyakan tentang keberadaannya. 

*****

"Ada apa, Rin?" tanya Beryl merasa ingin tahu siapa orang yang sudah menghubungi Ririn. 

"Aku baru saja mendapat chat dari mama. Mama memintaku segera pulang," jawab Ririn. 

"Lah.... Kenapa memang?" 

"Entahlah! Nggak biasanya juga segera nyuruh aku pulang. Kali aja mama merasa anak gadisnya mau kamu perkosa." 

"Hemmm...., aku mau memperkosa atau kamu yang sebenarnya ingin diperkosa," 

"What? Kamu jangan suka bersilat lidah!" 

"Udahlah! Nggak perlu pusing dengan segalanya kayak gini, Rin!" 

"Siapa juga yang pusing. Aku mah, tenang," 

"Rin, aku tahu kalau bermain di atas ranjang hotel kamu benar - benar-benar bisa diandalkan," kata Beryl sambil menggenggam jemari tangan Ririn. 

"No! Aku gak mau lagi, Beryl!" jawab Ririn berusaha mengibaskan tangan Beryl. 

Sesaat Beryl sedikit bingung dengan sikap Ririn. Seperti ada kejanggalan pada sikap Ririn. Beryl tidak menyangka Ririn yang biasanya pasrah dan penurut, kali ini sanggup bilang tidak tanpa memberikan sebuah alasan. 

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga belas. Apa pun alasan Ririn, Beryl bertekad untuk menyelesaikan misinya siang itu. Mereguk kenikmatan ranjang hotel bersama Ririn Widyastuti sang sekretaris senat di kampus. 

Bagaimana pun bukan Beryl sang bajingan Kampus kalau tidak bisa meluluhkan hati wanita. Dan Beryl akan selalu tak memberi kesempatan kepada Ririn buat menolak semua keinginannya. 

Dalam hati Beryl bertekad semua rencananya siang itu dapat berjalan dengan lancar. Apalah yang terbaik yang mesti dia lakukan kala materi kuliah di kampus kosong, selain bergulat di atas ranjang. Dan ini akan menjadi surga yang begitu penting bagi Beryl. Semuanya tidak boleh gagal. Harus meluluhkan hati Ririn, bukan dengan cara memaksa. 

Di kamar hotel itu, Beryl tengah duduk berhadapan dengan Ririn. Beryl berusaha menatap dengan tajam mata Ririn, mata indah yang jujur selama ini telah mampu membius hati Beryl. 

Kenyataan di kampus hanya Beryl yang telah berhasil menggaet hati Ririn, bahkan Beryl juga laki-laki pertama yang sudah berhasil merenggut dan menodai kesucian Ririn. 

Tangan kekar Beryl kini berusaha meraih kembali jari-jemari Ririn. Matanya menatap dengan lembut cewe yang ada di depannya. 

Sedang Ririn, meski bibirnya bilang tidak, namun setiap kali mendapat tatapan lembut Beryl, ia selalu tak kuasa menolaknya. 

Pikirannya selalu bilang tidak peduli dengan Beryl, namun hatinya berkata beda. Ririn selalu butuh sentuhan hangat dari Beryl. 

"Rin, kamu sudah siap bukan? Kita melakukannya seperti kemarin - kemarin," suara Beryl terdengar begitu lembut di telinga Beryl. 

"Kenapa kita tidak mengakhiri perbuatan dosa ini?" tanya Ririn berusaha menatap Beryl. 

Mampukah Ririn mempertahankan pendiriannya dengan teguh? Ataukah justru harus tunduk pada Playboy Kampus? Apakah yang akan terjadi di kamar hotel itu selanjutnya? Kita tunggu tunggu kisah seru selanjutnya.... 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status