Share

Chapter Six

Di dalam ruangan yang hanya di terangi lilin kecil. Sang penculik menyeringai lebar pada Cerry, matanya penuh kilatan yang menakutkan. Dimatanya Cerry nampak seperti kelinci yang siap dimakan.

Cerry bisa merasakan tatapan panas si penculik meskipun dirinya tidak bisa melihat secara jelas wajahnya. Ia percaya pada instingnya yang mengatakan jika penculik ini adalah orang memiliki tujuan yang rumit. Sekarang Cerry hanya harus bertahan untuk tetap hidup sambil mencari cara agar bisa melarikan diri darinya.

"Kau siap mendengar aturannya? " tanya si penculik.

Cerry agak ragu namun ia segera menjawab karena perutnya sudah bergemuruh keras karena lapar.

"Apa aturannya? "

Sebenarnya ia merasa jika pernah mendengar bariton ini, tapi betapapun kerasnya ia mengingat kenalan yang ia miliki Cerry tidak merasa memiliki kenalan seorang pria berotot kekar dan tinggi. Terutama kenalan yang memiliki pekerjaan tidak biasa, rata-rata mereka hanya pekerja kantor, guru atau karyawan biasa.

"Aku memberimu makan lalu kau juga harus memberiku sesuatu sebagai imbalan, " Scott mengatakan aturannya.

Cerry kebingungan dengan aturan si penculik. Bagaimana dia bisa memberinya sesuatu sedangkan dia dalam kondisi terikat dan setengah telanjang.

"Apa kau lupa jika sekarang aku sedang kau cilik? mana mungkin aku memiliki sesuatu yang bisa kuberikan pada mu. "

"Fu fu fu Aku tidak lupa, tapi aku tidak butuh barang atau harta mu, " jawab Scott.

Cerry terdiam, ia masih berusaha menangkap maksud dari sang penculik.

"Baiklah, aku memberimu contoh, " ujar Scott.

Cerry masih terdiam tak bergerak menunggu permainan konyol yang akan dilakukan penculik.

Tangan Scott mengambil sendok lalu menyendok makanan. Walau minim cahaya ia mampu mengambil makanan dan menyuapi Cerry.

Cerry membuka mulutnya dan mulai mengunyah. Rasanya sangat lezat, ini seperti masakan di restoran mewah.

Setelah menelan makanan di mulutnya, ia merasakan tangan besar menyentuh dadanya dan memberikan sedikit remasan. Mata Cerry membesar karena terkejut. Belum sempat ia protes dan memaki penculik, sebuah sendok berisi makanan berada di depan mulutnya.

"Sekarang kau tau aturan permainanku?"

"..." Cerry merasa dilema antara memakan makanan di depan mulutnya atau menolak dengan resiko ia kelaparan. Ternyata pria ini menginginkan untuk menjamah tubuhnya setelah memberinya makan.

'Baiklah, bukan waktunya untuk bersikap sok suci. Aku tidak boleh mati kelaparan. '

"Bolehkah aku yang menentukan imbalan dari makananmu ini? " tanya Cerry.

"Ya. Selama itu membuatku senang."

Cerry membuka mulutnya dan segera memakan makanan yang berada di depannya. Setelah selesai, Cerry memajukan wajah untuk menangkap bibir si penculik. Dia tidak ingin membiarkan sang penculik menjamah tubuhnya. Bagi Cerry tubuhnya masih tetap haknya dan tidak seorangpun boleh menjamahnya. Tidak seorangpun, Titik. 

Scott terpana dengan tindakan Cerry namun ia cepat memulihkan diri. Lidahnya kini ikut bermain agar mengimbangi ciuman Cerry.

'Hanya ciuman, tidak terlalu buruk. ' Cerry berusaha meyakinkan diri sendiri. Ia berusaha menahan diri untuk tidak membayangkan tampang wajah penculik agar tidak muntah karena jijik.

"Baiklah, aku menerima imbalan yang kau berikan. Tetapi aku yakin jika hari kedepannya imbalanku akan bertambah. "

"Kita lihat nanti, " ucap Cerry. Dia tidak bisa memperlihatkan kelemahannya saat ini pada penculik. Itu bisa saja menimbulkan jiwa predatornya yang sudah tenang. 

"Bisa aku mendapatkan makananku sekarang? "

"Tentu saja. "

Semua berlanjut dengan pola yang sama, Cerry menerima makanan dan kemudian menentukan imbalan dalam bentuk apa yang diterima oleh Scott. Setidaknya itu tidak melebihi batas wajar. Hal itu terus berlanjut seolah tanpa ada paksaan dari salah satu pihak.

Mereka terus memainkan permainan take and give. Cerry berpikir setidaknya pria ini tidak melakukan hal keji dengan menyiksanya. Terus terang ia takut disiksa oleh penculik seperti film yang ia tonton. Dia pasti tidak sanggup bertahan jika sebuah pisau mengiris kulitnya tipis-tipis. Membuatnya menjadi mayat menjijikkan yang mereka sebut karya seni.

Anggap saja paranoid, tapi di dunia yang dipenuhi oleh manusia yang sudah menggila hal itu tidak lagi asing didengar. Terutama di negeri kapitalis ini.

Usai dengan permainan yang memakan waktu kira-kira setengah jam, sebuah pertanyaan langsung keluar dari bibir Cerry.

"Siapa kau, kenapa aku yang kau culik? "

Pertanyaan umum yang seharusnya diucapkan oleh korban kejahatan akhirnya terucap. Ingin sekali Cerry mengetahui alasan penculikan ini. Dan diantara jutaan manusia diluar sana, mengapa ia memilihnya.

Pria itu tidak menjawab, ia hanya berdiri dari ranjang dan meninggalkan Cerry sendirian. Sebelum menutup pintu jeruji ia menyalahkan lampu ruangan.

"Tunggu... kau belum menjawab pertanyaanku!" teriak Cerry. "Kau tidak boleh melakukan ini padaku! "

Cerry menjerit karena ingin meluapkan perasaan marah yang selama ini terpendam. Dia merasa tidak berhak diperlakukan seperti ini. Apa kesalahannya hingga jatuh ke dalam sebuah drama penculikan yang keji seperti ini.

"Kembalilah, lepaskan aku dari sini! "

Tak terasa air matanya mengalir. Meratapi penculikan yang terkutuk ini. Seharusnya ia sekarang bekerja di perusahaan Anderson dengan bos yang pendiam. Sudah lama sekali ia ingin mendapatkan bos yang tidak berpotensi melecehkan dirinya. Semuanya sempurna jika saja penculik kurang ajar itu tidak menculiknya.

"Tolong lepaskan aku dari sini hik hik... "

Malam itu, Cerry menghabiskan waktu dengan menangis. Hanya suara isak tangisnya yang terdengar mengiringi malam yang semakin larut. Dia tidak lagi mampu bertahan untuk tetap tegar. Sikap tenangnya runtuh malam ini. Ia menjerit, berteriak dan memaki. Entah berapa lama ia menangis, yang pasti dirinya tanpa sadar telah tertidur.

Di balik ruangan tempat penyekapan Cerry, Scott menatap datar ke arah monitor yang menampilkan wanita yang terlelap. Meskipun rambut pirang yang sedikit berwarna merah jambu berantakan dan tersebar di ranjang, hal itu masih terlihat indah. Rambutnya bagai sebuah bingkai dari lukisan indah. Tentu saja Cerry adalah lukisan indahnya.

"Kau yakin tetap mengurungnya seperti ini? " John melirik ke arah monitor. Dalam hati ia merasa tidak tega karena memperlakukan makhluk secantik itu secara kejam.

"Jika aku tidak melakukannya maka dia tidak akan terinfeksi sindrom stockholm, hanya itu cara agar dia tetap patuh padaku, " jawab Scott.

"Tapi aku yakin, meskipun kau tidak menggunakan metode itu. Wanita itu akan tergila-gila padamu."

"Semuanya akan berubah, begitu pula sifat seseorang. Tidak akan ada yang tau kedepannya seperti apa. Aku hanya mengantisipasi dan mencegah pengkhianatan. "

"Huh lakukan sesukamu. "

John meninggalkan Scott yang terpaku di layar sendirian. Dia tidak ingin menemani Scott beserta ribuan metode gila untuk mencuci otak Cerry. Pengkhianatan memang sesuatu yang mengerikan, korban dari pengkhianatan akan sulit untuk mempercayai lagi. Dan itu terjadi pada Scott. Dia adalah bentuk nyata dari pengkhianatan keluarganya.

Scott mengabaikan John yang meninggalkan dirinya. Baginya pemandangan Cerry di monitor lebih menarik dari pada kritikan menyebalkan dari temannya itu. 

"Kau harus menderita terlebih dahulu, Sayang. "

Disisi lain, John menggelengkan kepalanya melihat kekerasa kepalaan Scott. Dia padahal seratus persen yakin jika Cerry rela menyembah Scott demi cintanya. Bukannya dia memandang rendah Cerry tetapi setiap orang yang berpikir logis pasti akan berpikiran sama dengan dirinya. Scott memiliki ketampanan yang luar biasa. Mata hitamnya seperti pusaran magnet yang menghanyutkan hati setiap wanita. Sahabatnya itu juga memiliki postur tubuh proporsional dengan otot kekar yang menghiasinya. Dan semua itu dilengkapi dengan kekayaan berlimpah dari keluarga Anderson. 

Seandainya saja Scott bisa berpikir jernih dia pasti bisa menangkap poin menguntungkan dirinya. 

"Ku harap kau sukses dengan metode menyebalkan yang kau terapkan Scott, atau aku seharusnya berdoa agar gadis itu tidak gila karena ulahmu. Bagaimanapun dia hanya seorang gadis. "

tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status