"Lo kenapa sih? Udah hampir satu minggu lo jadi pendiem banget Ki" Ucapan Aura itu diangguki oleh keempat temannya yang kini tengah berkumpul bersama di kantin sekolah.
"Iya, lo lagi ada masalah?" tanya Bima yang melihat Kiara hanya menggeleng pelan dengan senyum tipis di bibirnya.
"Gue gapapa, cuman ada sedikit masalah di rumah" ujar jujur Kiara, dia memang masih ada masalah mengenai perjodohannya dengan Keith Wilson namun dirinya masih bertahan agar tak memberitahu teman-temannya lebih dulu.
"Masalah apa? Dari kemaren kayaknya lo ditimpa masalah terus?" Gema menatap Kiara penuh selidik membuat Kiara menjadi gugup.
"Bukan apa-apa, hanya saja keluarga gue sedang mengalami masalah kecil. Besok mungkin akan segera reda permasalahannya, maaf ya karena gue kalian jadi risih liat gue murung kayak gini" lirih Kiara pelan.
"Kia, lo gak boleh ngomong gitu, kita mana pernah risih sama lo! Oke gapapa kalo lo gak mau cerita sama kita. Tapi jangan diam kalo emang lo lagi ada masalah, kita siap buat hibur lo!" Fia mengusap lengan Kiara dengan senyum yang terpatri di bibirnya memberikan semangat untuk Kiara.
"Oke demi Kiara gak sedih dan melupakan permasalahan keluarganya, gimana kalo pulang sekolah nanti kita main?" Aura nampak meminta persetujuan pada teman-temannya yang untunglah semua mengangguk setuju.
"Gue ikut!" Gema merangkulkan tangannya pada bahu Kiara dan mengacak rambut Kiara gemas. "Kita balikin keceriaan lo yang hilang itu ya!"
Kiara menjerit pelan dalam rangkulan Gema yang mengacak rambutnya menjadi berantakan.
"Gema!!" Semuanya tertawa saat Kiara memukuli Gema karena penyebab pria itu mengacak-acak penampilan Kiara, setidaknya tawa gadis itu keluar dan mencipta desah lega di bibir teman-temannya.
Mereka tau jika ada satu permasalahan ketika melihat gelagat satu temannya terlihat berbeda dari biasanya, dan kini nampak Kiara yang tak bersemangat beberapa hari ini.
***
"Pokoknya malam ini kita harus happy!! Terutama Kiara gak boleh kita biarkan dia sedih!" Aura mengangkat tangan Kiara tinggi. Teman-temannya bersemangat untuk mengembalikan senyum ceria Kiara kembali yang beberapa hari ini hilang.
"Terimakasih ya kalian" Kiara tersenyum tulus membaginya pada kelima teman-temannya yang hanya mengangguk dengan senyum bahagia di bibir.
"Oke jemputan abang Gema udah datang. Yuk jalan" Gema berlari pelan menuju mobil jemputannya dan mengajak teman-temannya untuk segera masuk ke dalam mobil karena tak mau membiarkan sedikit waktu terbuang untuk mengurangi waktu bersenang-senangnya.
Setelahnya keenam orang tersebut ditambah supir keluarga Gema pergi mengunjungi Mall di pusat kota.
Mereka menghabiskan waktu dengan bermain dan karauke, mencoba menghibur Kiara yang belakangan ini tengah dirundung satu permasalahan keluarga yang mereka juga tidak tau apa yang tengah Kiara alami karena gadis itu memilih menyembunyikan.
Meski begitu, mereka tak menuntut Kiara untuk berbicara dan cerita karena mereka tau, jika gadis itu mau, Kiara akan memberitahu mereka dengan sendirinya nanti.
Lelah bermain dan bernyanyi dengan kuat, Kiara beserta teman-temannya memilih makan malam terlebih dahulu sebelum lanjut bermain dan kemudian pulang.
Namun saat di perjalanan mencari makan, ponsel Kiara berbunyi menandakan telepon masuk ke ponselnya.
Gadis itu melihat pada nama si pemanggil dan meminta izin pada teman-temannya lebih dulu untuk menjauh dan menjawab panggilan telepon dari Mamahnya itu.
"Iya Mah?" Kiara menjawab panggilan tersebut dengan nada pelan.
"Kiara kenapa kamu belum pulang? Ini sudah malam, dimana kamu sekarang?"
"Kiara masih di Mall mah, 'kan Kiara udah izin sama Mamah saat pulang sekolah tadi" jawab Kiara pada Mamahnya.
Kiara mendengar desah lelah keluar dari bibir Mamahnya sebelum wanita itu berbicara di telepon. "Keith bertanya tadi, Mamah memberikan lokasimu padanya, sepertinya sebentar lagi dia akan menjemputmu kesana"
Kedua mata Kiara membulat lebar mendengar apa yang Mamahnya katakan, dia menoleh memastikan teman-temannya jauh di belakangnya dan tak mendengar pembicaraannya ini.
"Buat apa Mah?! Kiara sedang bersama teman-teman! Jangan sampai mereka melihat Pak Keith jemput aku!" Kiara mengulun tali tasnya, hal tersebut dia lakukan karena gugup dan takut.
"Keith hanya khawatir padamu sayang, coba kamu hubungi nomornya, kamu punya kan?"
Kiara mengangguk pelan tanpa bersuara pada Mamahnya. "Yaudah Mah, Kiara tutup ya"
"Iya sayang. Kiara ..." Kiara menunggu Mamahnya berucap yang terdengar lirih membuatnya penasaran, namun menunggu lama suara Mamahnya tak kunjung keluar.
"Mah kenapa-"
"Maafkan Mamah Kiara"
Baru Kiara mau bertanya apa maksud ucapan maaf Mamahnya itu, namun panggilan sudah diputus dan Kiara tak mendengar lagi suara Mamahnya. Ia berkerut kening karena ragu jika ia dengar Mamahnya berucap maaf padanya, suara Mamahnya begitu cepat saat mengucap itu dan lansung dimatikan hingga Kiara tak terlalu mendengar jelas pembicaraan Mamahnya.
Setelah mendapat telepon dari Mamahnya, Kiara berusaha mengatur napasnya dan mencoba mencari alasan agar bisa pergi dari teman-temannya, dia tak mungkin bertahan sementara ada Keith yang mau menghampirinya.
Kiara menarik napas dan menghembuskannya perlahan, setelah ia siap barulah ia kembali kepada teman-temannya yang sedang asik bercanda gurau tersebut.
"Selesai? Yuk lanjut cari makan" Fia mengandeng lengan Kiara, namun Kiara melepasnya pelan hingga mencipta pandangan bertanya Fia dan beberapa temannya juga.
"Kenapa Kia?"
"Sorry, tapi kayaknya gue gak bisa ikut kalian makan, gue udah harus pulang"
Kiara tak tega melihat wajah kecewa para sahabatnya, namun hanya ini cara agar mereka tidak bertemu dengan Keith dan mengajukan tanya padanya yang belum siap Kiara jawab.
"Yahh Kia, baru kita mau makan. Kenapa mendadak banget?" ujar Aura yang terlihat sekali keberatan jika Kiara pergi sekarang.
"Maaf tapi Papah udah jemput gue di parkiran" bohongnya begitu lancar.
"Yah, mau bagaimana lagi. Tumben banget Om Dewa jemput lo Ki? Lo benar lagi ada masalah keluarga ya?" Tanya Gema dengan nada takut, takut salah berucap. Namun Kiara hanya tersenyum tipis menanggapinya, tak mau berkomentar apapun.
"Nanti gue chat kalo udah sampe rumah, bye semua" Kiara baru mau beranjak pergi dan segera menelepon Keith andai saja panggilan Bima tak menghentikan langkahnya.
"Sebentar Ki" Bima mendekat pada Kiara membuat Kiara menatap bingung pada Bima.
"Gue anter lo ke depan" Kedua mata Kiara terbuka lebar, dan ia segera saja menggeleng kuat, menolak tawaran Bima padanya.
"Gak perlu Bim, gue bisa sendiri. Lo sama yang lain lanjut aja. Gue pergi ya" Kiara segera meninggalkan tempatnya agar tak ada lagi yang berniat mengantarnya dan berujung mereka bertemu dengan Keith Wilson.
Saat sudah berada jauh dari teman-temannya Kiara bisa bernapas sedikit lega karenanya, dia menoleh ke belakang berharap teman-temannya tak mengikutinya. Merasa aman barulah Kiara mengambil ponselnya dan mencari nomor Keith yang selama ini hanya menghiasi ponselnya tanpa pernah ia hubungi ataupun sekedar memandangnya.
Sederet angka dengan nama 'Pak Keith' itu sudah menghiasi layar ponsel Kiara. Namun Kiara masih bertahan untuk tak menghubunginya.
Sampai akhirnya Kiara memutuskan menekan gambar panggilan dan menunggu seseorang di sebrang sana menjawabnya.
"Aku menunggu lama sampai kapan kamu akan menghubungiku duluan, namun ternyata aku tak perlu menunggu selama itu" Baru di dering pertama, panggilannya itu sudah dijawab oleh Keith dan pria itu tak berbasa-basi segera berkata-kata yang justru membuat Kiara berkerut bingung.
"Pak Keith, Bapak dimana? Bapak benar jemput saya ke Mall kah?" tanya Kiara pelan, mencoba mengabaikan ucapan Keith barusan di telepon.
"Ya, aku sudah di sini sejak tadi. Aku bahkan mengamati drama bohong yang kamu lakukan dengan teman-temanmu itu"
Mendengar itu, kepala Kiara berputar mencari sosok Keith yang ia dapati tepat berada beberapa langah di belakangnya dan tengah melangkah pelan ke arahnya dengan tangan yang menempelkan ponsel ke telinganya.
Kiara terpaku menunggu kedatangan Keith kepadanya, dengan senyum mempesonanya Keith berjalan mendekat pada Kiara bahkan pria itu sudah tak memegang ponselnya sementara Kiara masih saja terpaku akan sosok Keith dengan satu tangan memegang ponsel yang ia tempelkan di telinga.
"Apa yang kamu lihat?" Keith sudah tiba di hadapannya dengan senyum lebarnya yang tak henti membuat jantung Kiara berdebar kuat melihatnya.
"Hei, kenapa melamun?" Keith menggoyangkan satu tangannya di hadapan wajah Kiara hingga membuat kesadaran gadis itu kembali.
"Bapak ..." Kiara melirih pelan, dan ia segera meliarkan pandang ke segala arah berharap tak ada satu dari teman-temannya yang melihat ia di sini dengan Pak Keith.
"Kamu tau Kiara, panggilan Bapak yang kamu berikan padaku membuatku sangat ingin menghukummu. Bukankah aku sudah pernah mengatakan padamu bahwa aku tidak mau kamu memanggilku dengan panggilan itu saat kita hanya berdua dan berada di luar lingkungan sekolah?"
Keith melangkah mendekat pada Kiara, dan saat tubuhnya sudah begitu dekat dengan gadis itu barulah Keith mengusap ujung rambut ikal Kiara.
"Maaf Pak ..." Kiara memundurkan langkahnya karena merasa tertekan dengan tatapan Keith yang menyorot padanya itu.
Namun Keith justru tersenyum melihat tingkah Kiara. "Baiklah, kita bahas hal ini di tempat lain. Ayo aku antar kamu pulang" Keith memberikan tangannya meminta untuk Kiara genggam.
Pada awalnya Kiara sangat ragu mengambil uluran tangan Keith, namun karena tak enak membuat pria itu menunggu lama akhirnya Kiara mengambil uluran tangan Keith hingga kini kedua tangan mereka saling bertaut.
Keith tak bisa menyembunyikan senyum lebarnya dan ia membawa Kiara pergi dari dalam Mall.
***
"Bapak kenapa bisa jemput saya ke sini?"
Saat Kiara sudah duduk di dalam mobil Keith yang berada di parkiran, ia baru berani menanyakan alasan Keith datang menjemputnya.
"Karena aku ingin. Aku khawatir kamu pergi dengan teman-temanmu bahkan sampai malam belum pulang"
Kening Kiara berkerut dalam, dia bingung apakah Keith memang mengetahui rencana ia dan teman-temannya yang mau pergi? Karena dari apa yang Keith katakan pria itu seolah tau dia dan teman-temannya memang berencana untuk pergi bersenang-senang.
"Bapak sudah tau berarti jika saya mau pergi dengan teman-teman?"
Keith menolehkan kepalanya pada Kiara dan memberikan senyumnya yang biasanya jika gadis atau wanita lain mendapat senyum ini akan meleleh karena terpesona pada sosok Keith namun sayang tidak untuk Kiara.
"Aku tau semua tentangmu Kiara, dan karena kini kita hanya berdua aku mau kamu berhenti berbicara formal padaku, dan hilangkan kata Bapak padaku!" perintah Keith yang mau Kiara menurutinya.
"Apa yang Bapak tau tentang saya? Lalu saya harus memanggil Bapak apa?" tanya Kiara yang masih sangat bingung akan maksud ucapan Keith barusan.
Keith memiringkan duduknya menjadi menghadap Kiara. "Kiara, aku tau semua tentangmu. Dan aku mau kamu memanggil namaku saja tanpa embel Bapak, atau jika kamu mau memanggilku dengan panggilan sayang aku sama sekali tak keberatan" goda Keith yang justru membuat wajah Kiara memerah malu.
"Masa- Masa aku harus panggil kamu nama aja, bukankah itu tidak sopan?" kakunya ketika mencoba berbicara santai pada Keith.
"Lalu kamu mau panggil aku apa?"
Kiara berpikir sejenak.
"Kakak?"
"Aku bukan Kakakmu"
"Mas?"
Keith meringis pelan, mendengar panggilan itu yang disematkan untuk namanya.
"Tidak cocok ya? Lalu, abang?"
Keith mengulum bibirnya menahan tawa karena tak berpikir bahwa ia akan dipanggil Abang oleh Kiara.
"Cukup panggil namaku Kiara, atau sayang. Hanya itu yang akan aku terima lalu ..." Ucapan Keith terhenti saat pria itu memajukan wajahnya mendekat pada wajah Kiara.
Ia terhenti sejenak saat jaraknya berada dua senti dari wajah Kiara yang memerah sebelum ia tempelkan bibirnya pada pipi Kiara yang memerah malu.
"Hukuman kecil untukmu, jangan panggil aku Bapak jika tak mau aku cium!"
Keith merasa puas melihat wajah merah Kiara. Sudah sejak tadi ia menahan agar tak kelepasan dan berujung mencium bibir merah alami Kiara yang menggodanya, namun ia justru kalah ketika melihat wajah polos gadis itu.
Keith merasa gemas terhadap Kiara yang terlihat salah tingkah dan tak mau menatapnya itu.
Special Kiara Pov *** Gelap ... Sunyi ... Dan terasa sangat hampa. Aku tidak pernah menyangka jika aku terjebak dalam kegelapan yang tidak ada ujungnya. Semuanya terasa aneh dan menyeramkan untukku. Berlari kemanapun kakiku melangkah aku tidak bisa menemukan cahaya atau seseorang. "Kiara ... Kapan kamu akan bangun? Aku membutuhkanmu Kleo dan putri kita juga begitu ..." Keith! Itu suara Keith! Aku bisa mendengarnya namun aku tak bisa melihatnya dan merasakan kehadirannya! "Keith! Kamu di mana?!" Aku berteriak memanggilnya namun tidak ada jawaban, aku hanya bisa mendengar suara Keith yang terus bercerita seolah aku mendengarnya namun dia tak bisa mendengar suaraku. "Cepatlah sadar Kiara, jangan pernah pergi tinggalkan kami!" Sadar? Kenapa Keith berharap aku sadar? Memang aku sedang dimana? Jantungku berdebar dengaan kuat, hari berganti hari tak lagi aku rasa. Aku terus ketakutan berada di ruang gelap ini. Sampai entah aku menunggu berapa lama, aku mulai merasakan
Special Keith's Pov***Aku tidak pernah merasakan kehancuran di dalam hidupku sebelumnnya.Hanya saja, saat melihat Kiara terbaring koma di ranjang pesakitan sudah benar-benar merengut sebagian kewarasanku. Aku sungguh takut kehilangan dia, aku takut tidak bisa lagi melihat wajahnya ketika bangun tidur, aku takut tidak ada yang menyambutku pulang bekerja dengan pelukan hangat lagi setiap harinya. Sungguh ketakutanku membuatku terus bermimpi buruk setelah melihat sendiri bagaimana detik-detik istri tercintaku ingin pergi. Mimpi itu selalu menggangguku sehingga aku selalu mengalami panik berlebih.Contohnya seperti malam ini, aku kembali bangun di tengah malam ketika mimpi mengerikan itu datang lagi, Kiara yang bersimbah darah dan meninggal tepat di depan mataku."Tidak!! Kiara sayang jangan pergi!!" aku mengigau dengan keringat yang membanjiri wajahku. Rasanya sangat berat saat akan membuka kedua mata. Saat merasakan usapan di kening dan tepukan ringan di pipi barulah aku berhasi
Kiara membuka perlahan kedua matanya dan mengerang pelan. Merasakan rasa sakit di perut, tangan Kiara mengusap perutnya dan merasakan keanehan di sana. Ia merasakan perutnya lebih keras dari biasanya, jantungnya berdebar kuat menduga apa yang terjadi pada dirinya. "Kiara sayang, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan?" Kiara menoleh pada pintu dan melihat Keith yang datang membawakan nampan berisikan makanan dan air untuknya. Keith masih dengan pakaian kantornya namun dasinya sudah tak dipakai juga tiga kancing atas kemejanya yang sudah terbuka, penampilan Keith pun sedikit berantakan namun Kiara bisa melihat ada sebuah sinar bahagia di kedua mata Keith. "Aku kenapa" tak menjawab tanya Keith padanya, Kiara justru menanyakan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Keith berjalan makin dekat dan meletakan nampan tersebut di atas nakas di samping ranjang sebelum duduk di sisi tubuh Kiara. Tangan Keith menjangkau satu tangan Kiara dan digenggamnya erat. "Kamu berhasil ... Kita berd
"Jadi sebelumnya kamu sama Jane memang pernah berkirim pesan?" tanya Kiara dengan tatapan menyelidiknya pada Keith. Pria yang ditanya hanya memberi cengirannya dan mengangguk tanpa rasa bersalah. "Saat itu aku pikir kamu masih memendam benci pada Jane. Aku mau menjagamu sayang, jangan salah paham ya?"Kiara mendengus pelan dan bersidekap jemarinya menarik pelan pipi Keith dengan penuh rasa gemas."Alasan!" ujarnya yang justru mendapat tawa geli Keith."Sudah yuk, ikut aku, kita kencan" ajak Keith pada istrinya."Kleo bagaimana? Dia di rumah sendiri!""Jangan khawatir, sebelum aku kesini Mamah dan Papah mu datang dan mereka mengajak Kleo keluar. Jadi kita punya waktu berdua sampai malam nanti"Kedua mata Kiara berbinar mendengar kalimat akhir Keith."Benarkah?!""Ya, kita akan berkencan satu hari ini! Kita habiskan waktu ini berdua saja"Kiara memeluk lengan Keith dengan senyum yang mengambang lebar di bibir."Iya aku mau!!"Keduanya pun meninggalkan area restoran dan mencari tempat l
Jane terkekeh geli dan menepuk pelan punggung tangan Kiara yang raut wajahnya berubah sendu setelah mendengar kalimatnya barusan. "Jangan dipikirkan, meski aku mencintai Keith kita tidak akan pernah bisa bersama. Aku tau bagaimana besarnya cinta Keith padamu!" Kiara mendesahkan pelan napasnya, "bukan itu yang aku khawatirkan! Apa selama ini kamu tersiksa karena perasaan cinta itu melekat di hatimu?" Senyum di bibir Jane perlahan menghilang dan jujur saja Jane mengiyakan pertanyaan Kiara di hatinya. "Tersiksa sih tidak, namun karena perasaan itu aku justru susah menerima kehadiran pria lain di hidupku. Hanya suamiku pria paling sabar yang mau menunggu aku siap menerimanya sampai akhirnya aku menikah dengannya" "Apa kamu mencintai suamimu?" "Aku sayang padanya, jika dikatakan cinta mungkin belum pasti. Aku masih ragu dengan perasaanku sendiri" Kegiatan keduanya terinterupsi saat dering ponsel Jane berbunyi. Wanita itu nampak sangat serius menjawab telepon yang masuk ke dalam pons
"Jadi ada apa memanggilku kemari?" tanya Kiara lansung pada intinya, tak menanyakan kabar serta pertanyaan basa-basi lainnya pada Jane yang terlihat sibuk menenangkan balita di gendongannya karena terlihat mulai tak nyaman. "Seperti yang sudah ku tulis di pesan itu, aku mau meminta maaf padamu. Sungguh bertahun-tahun lamanya setelah apa yang menimpamu membuat hidupku terasa tak tenang" Kening Kiara berkerut dalam, "mengapa kamu sampai memikirkannya? Bukankah seharusnya kamu kesal padaku karena membuatmu terusir dari perusahaan Keith?" Bibir Jane menyunggingkan senyum kecut dan kepala wanita itu mengangguk "iya. Jika persoalan itu tentu aku masih kesal padamu, namun tentu aku sudah melupakannya dan mengikhlaskannya. tapi bukan itu yang menggangguku"Kiara mengangguk mengerti, bibirnya tersungging senyum tipis. "Apa kamu mau pesan minum dulu?" Kiara mengangguk pelan "boleh" Jane memanggil seorang pelayan untuk memesankan minuman untuk dirinya dan Kiara. Selagi menunggu pesanannya