Share

Terungkap

Acara tasyakuran 4 bulan kehamilan Qiara berjalan dengan lancar. Para undangan hampir semuanya datang termasuk teman-teman Kiara dan Zaydan. Sahabat-sahabat Pak Bustomi pun berdatangan ikut mendoakan Qiara dan bayi yang berada di dalam kandungannya.

"Bagaimana keadaanmu?" Qiara bertanya kepada Emil, sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Emil baru saja mengalami sebuah peristiwa yang menyedihkan karena dia harus kehilangan bayi yang berada di dalam kandungannya akibat keguguran karena dia disekap oleh suaminya.

Emil pun menggunggat cerai suaminya itu karena dia sudah tidak ingin lagi disiksa oleh suaminya yang merupakan preman pasar. 

"Alhamdulillah keadaanku baik. Aku meminta bantuan pengacara untuk mengurus proses perceraianku dengan Mas Arman," sahut Emil malu.

Qiara benar-benar merasa bahagia karena dia memiliki seorang suami yang teramat sangat mencintainya meskipun pernikahan mereka dijodohkan oleh ayahnya dan Umi Zahra.

Sedangkan Emil sendiri, menikah atas dasar saling mencintai, bahkan pernikahan Emil dulu ditentang oleh Pak Cipto, ayahnya. Namun ujung-ujungnya Emil menjadi korban KDRT dan suaminya pun menolak untuk menceraikan Emil dengan alasan khilaf. Tentu saja hal itu akan memberatkan Emil di persidangan.

"Kenapa Amira senyum sendiri gitu?" Qiara mengerutkan kening melihat Amira yang datang dengan penampilan anggun.

 Saudara sepupu sekaligus sahabat Qiara itu terus-terusan menatap ke arah Ammar yang tengah melantunkan ayat suci Alquran bersama Ahmad dan Zaydan.

Suara Ammar yang begitu merdu membuat Amira merasakan ketenangan yang tak bisa diartikannya. Menyesal Amira karena selama ini menolak permintaan Ammar untuk menjadi calon istrinya.

"Sepertinya ada yang menyesal karena kemarin menolak permintaan Ammar untuk menjadi istrinya." Qiara sedikit penyenggol Amira yang tengah khusuk mendengar Ammar melantunkan ayat suci Alquran dengan merdu.

Amira hanya menggigit Bibir bawahnya karena memang harus dia akui bahwa pada akhirnya dia jatuh cinta pada Ammar setelah merasa patah hati telah kehilangan kesempatan untuk berjodoh dengan Zaydan. Cinta Amira kandas karena ternyata Zaydan telah dijodohkan dengan Qiara sebelum Amira mengungkapkan perasaannya pada Zaydan.

Qiara mengelus perutnya yang ke sedikit berdenyut dengan kedua tangan saat mendengar Zaydan membacakan surah Luqman yang merupakan doa untuk bayi yang berada di dalam kandungannya. 

Betapa Qiara merasa teramat sangat beruntung memiliki seorang suami yang menjadi imam terbaik untuknya karena Zaydan selalu mengingatkannya untuk selalu mengajarkan anaknya mengenal Tuhan sejak dalam kandungan.

"Semoga bayi di dalam kandunganmu selalu sehat dan lahir sebagai anak yang sholeh dan sholehah." Bu Jamilah menghampiri Qiara dan mengelus perut Qiara dengan lembut.

Perempuan paruh baya itu datang bersama Pak Budi dan keluarganya sambil membawa kue terlezat yang pernah dia buat untuk Zaydan. Dia ingin membantu menyumbang di moment bahagia Zaydan meskipun anaknya itu tidak tahu kalau Bu Jamilah adalah ibu kandungnya.

"Kamu Kok melamun aja sih?" Qiara mengusap bahu Sayyidah, yang melamun sambil menoleh ke arah Zaidan dan teman-temannya yang tengah membaca ayat suci Alquran.

"Eh nggak apa-apa, Qi." Sayyidah menyahut Seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal membuat Qiara sedikit menyimpan curiga pada sahabatnya itu.

Qiara menatap Sayyidah dan Emil yang sama-sama tengah memandang ke arah Ahmad dengan tatapan heran. Seakan-akan kedua sahabatnya itu menyimpan rasa pada sahabat suaminya yang merupakan ustad gaul di pondok pesantren Ar-Rahim.

"Apa jangan-jangan mereka jatuh cinta pada lelaki yang sama?" Qiara bergumam di dalam hati.

***

Kecurigaan Qiara kepada Bu Jamilah yang memiliki hubungan khusus dengan Zaydan akhirnya terkuak setelah Qiara mengajak Bu Jamilah tinggal bersama di rumahnya. Qiara yang mencurigai tasbih yang sama akhirnya mencari tahu kebenarannya melalui Rangga, putra bungsu Pak Budi yang sebenarnya tidak mengizinkan Bu Jamilah tinggal di Pemayung dan menganggap Bu Jamilah tidak sayang lagi padanya.

"Rangga benci sama lelaki yang menjadi anak kandung Bu Jamilah di Pemayung. Dia yang sudah mengambil kasih sayang Bu Jamilah yang dulu sepenuhnya untuk Rangga." Ucapan Rangga itu tentu saja membuat Qiara serasa disambar petir karena dia sangat yakin bahwa lelaki yang dimaksud oleh Rangga adalah Zaydan.

"Rangga dipaksa Papa untuk merahasiakan tentang anak kandung Bu Jamilah. Katanya takut Bu Jamilah bersedih jika sampai anaknya itu menjauhinya. Tapi papa nggak pernah memikirkan Bagaimana kesedihan Rangga. Setiap hari Rangga selalu ditinggal oleh Bu Jamilah demi anak kandungnya itu." Tangis Rangga pecah bersamaan dengan tubuhnya yang berguncang karena merasa sakit hati selama satu bulan terakhir Bu Jamilah terus-terusan meninggalkannya untuk pergi ke pemayung menemui anak kandungnya.

"Aku sangat yakin kalau anak kandung Bu Jamilah yang di pemayung itu adalah Mas Zaydan. Tapi kenapa Bu Jamilah merahasiakannya dari kami? Apa sebenarnya tujuan Bu Jamilah?" Qiara tak bisa lagi menahan diri untuk tidak mengungkap kebenaran itu. Dia ingin Zaydan tahu bahwa Bu Jamilah adalah ibu kandungnya. Mengingat Zaydan pernah menceritakan tentang kerinduannya pada sosok ibu ketika masih kecil.

Qiara segera pulang ke rumah dan hendak menyampaikan berita itu kepada Zaydan, tapi dia urungkan karena dia tidak ingin jika perkiraannya ternyata salah. Dia pun memutuskan untuk menanyakan hal itu terlebih dahulu kepada Bu Jamilah secara langsung.

***

"Sayang, ayah minta aku untuk jadi pemegang laporan bulanan di perkebunan." Zaydan memeluk Qiara yang sedang membuat teh hangat untuknya.

"Bagus, dong. Bukannya Mas bilang semester depan mau ambil kuliah lagi supaya jadi dosen tetap?" sahut Qiara sambil membelai rambut tebal suaminya. 

Qiara didudukkan Zaydan dipangkuannya. Lelaki itu mengusap perut buncit istrinya sambil tanpa henti menciumi perut dengan gemas.

"Udah, dong, Mas. Geli tahu." Qiara menahan kepala Zaydan yang kembali hendak mencium perutnya.

"Kalau nggak boleh cumbu dedek, cumbu ... Umi-nya aja deh." Kecupan demi kecupan Zaydan labuhkan di pipi Qiara membuat wajah Qiara merona.

Kemesraan itu terhenti saat tiba-tiba pintu rumah diketuk dan Zaydan yakin Bu Jamilah yang datang.

"Tuh Bu Jamilah udah datang. Mas berangkat dulu, ya." Zaydan mengecup bibir Qiara sekilas dan mencium punggung tangan Bu Jamilah dengan takzim.

Kedua perempuan beda generasi itu melambaikan tangan saat Zaydan menghilang di balik pintu pagar.

Qiara langsung mengajak Bu Jamilah melaksanakan ibadah salat duha karena nanti dia meminta diajarkan membuat puding cokelat.

"Bu, mengapa ibu merahasiakan semua ini dari kami?" Qiara menahan Bu Jamilah saat perempuan itu hendak memasukkan tasbihnya ke dalam tas.

"Apa maksudmu, Qiara?"

"Ibu adalah ibu kandung Mas Zaydan kan?" Air mata Qiara bercucuran.

"Ngaco kamu, Qiara."

"Ini apa, Bu?" Qiara mengambil tasbih milik Zaydan di saku baju kokonya. "Ini tasbih milik Mas Zaydan yang dimasukkan ibunya ketika menitipkan Mas Zaydan di panti asuhan." Qiara meletakkan tasbih tersebut ke telapak tangan Bu Jamilah yang tengah memegang tasbihnya sendiri.

Bu Jamilah terperangah saat melihat tasbih milik Zaydan yang berada di tangannya.

"Tasbih ini dibuat oleh Pak Zulfikar untuk istri dan anak yang masih berada di dalam kandungan. Dengan harapan anaknya kelak menjadi pemuka agama. Tasbih ini dia buat dengan sepenuh cinta. Sebesar cinta suamiku padamu, Bu. Lalu kenapa? Kenapa ibu tidak mau mengakui Mas Zaydan sebagai anak ibu?" Qiara memegang bahu Bu Jamilah dengan kuat.

"Apa karena aku? Iya, Bu? Ibu tidak Sudi bermenantukan aku?" 

"Qiara ... Ibu tidak bermaksud seperti itu." Bu Jamilah berusaha mendekati Qiara yang memegangi perutnya.

"Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tahu tentang dirinya, tapi tidak dengan ibu. Bahkan ibu rela berpura-pura menjadi asisten rumah tangga. Katakan kalau aku yang menjadi penyebab ini semua. Maka aku akan pergi dari Mas Zaydan." Qiara hendak bangkit dari tempat duduknya.

"Nak, ibu mohon dengar dulu. Ibu sayang sama kalian. Ibu melakukan ini semua karena dosa di masa lalu." Ucapan Bu Jamilah seketika membuat Qiara terbelalak.

Althafunnisa

Hallo pembaca semua. Terima kasih selalu setia mengikuti cerita ini. Untuk bab berikutnya Nisa kunci, ya. Bab baru bagaimana tanggapan Zaydan saat tahu Bu Jamilah adalah ibunya. Yuk, baca terus sampai tamat ya. Jangan lupa beri bintang 5, komentar, dan vote juga. Terima kasih. Salam sayang Althafunnisa

| Sukai
Komen (24)
goodnovel comment avatar
Aisyah Ameera
gimana caranya buka kucinya kak
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
ayooo bu jujur sampe kapan ibu mah sampe kapan menyembunyikan rahasia ibu...
goodnovel comment avatar
Armadi
sangat menginspirasi…
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status