"Iyalah, Mas. Aku kan cengeng, bisa jadi anak kita nanti juga cengeng seperti ibunya. Bukankah biasanya kepribadian anak itu menurun dari ibunya?" Qiara menatap Zaydan lekat-lekat.
Zaydan terkekeh mendengar perkataan Qiara. Lelaki itu kembali meremas jari jemari istrinya dengan lembut, lalu mengecup telapak tangan Qiara penuh kasih.
"Sayang, karakter seorang bayi dibentuk oleh ibunya ketika masih di dalam kandungan. Bayi yang cengeng biasanya berasal dari seorang ibu yang sering menangis ketika sedang mengandung." Zaydan berujar tanpa berhenti mengecupi telapak tangan Qiara.
"Berarti ketika mengandung aku, ibuku sering menangis dong?" Qiara menatap Zaydan seakan meminta penjelasan.
Zaydan merasa terjebak oleh perkataannya sendiri. Dia sedikit mengerti melihat ekspresi Qiara yang tidak biasa.
"Bisa jadi, Sayang. Bisa jadi ibu selalu menangis karena khawatir kehilangan kamu sebagai bayi kesekian yang dikandungnya," sahut Zaydan.
"Beneran? Bukan karena Ayah yang menyakitinya?" Qiara mengintimidasi.
"Tentu aja nggak dong, Sayang. Kenapa Ayah harus menyakiti ibu? Kamu lihat sendiri 'kan? Ayah sangat mencintai ibu bahkan sampai setelah dia sudah tidak ada lagi dunia," sahut Zaydan.
"Kalau begitu, berarti anak kita tidak akan cengeng, dong? Soalnya aku tidak pernah menangis selama hamil." Qiara memainkan pupil matanya ke kanan dan ke kiri seakan mengingat bahwa dia tidak pernah menangis ketika sedang hamil.
"Mas minta maaf jika pernah membuatmu menangis di awal-awal kehamilan dulu. Mas minta maaf karena tidak bisa memperlakukanmu dengan baik." Zaydan tertunduk saat mengingat di awal-awal kehamilan Qiara, dia mengamuk dan memarahi istrinya karena telah salah sangka atas pertemuan Qiara dan Leon.
Denting air jatuh di pelupuk mata Zaydan. Lelaki itu sedikit terisak membuat Qiara duduk mendekat dan membingkai wajah suaminya itu.
"Mas, aku nggak masalah dengan perlakuan Mas saat itu. Aku bisa mengerti kenapa Mas sangat marah karena memang itu adalah kesalahanku." Qiara menatap manik mata Zaydan, lalu dikecupnya ujung hidung Lelaki itu dengan mesra.
"Aku sangat mencintai Mas. Aku ingin memberi kejutan pada Mas dengan sesuatu yang luar biasa, tapi aku tidak menyangka kejadian hari itu membuatmu sangat marah." Denting air ikut jatuh di pelupuk mata Zaydan.
"Sayang." Zaydan merengkuh Qiara ke dalam dekapannya. Lelaki itu memeluk erat tubuh langsing istrinya dengan perut sedikit membuncit.
Zaydan memposisikan Qiara bersandar di kepala ranjang. Dia kemudian sedikit berbaring di atas perut Qiara yang sedikit membuncit.
"Assalamualaikum, Sayang. Kamu dengar Abi, Nak?" Dielus oleh Zaydan perut Qiara dengan penuh kasih.
"Abi minta maaf jika pernah membuat umi-mu menangis. Tapi Abi mohon denganmu, Kamu harus menjadi anak yang kuat dan tidak boleh cengeng, ya." Zaydan berujar Seraya sesekali mengecup perut Qiara dengan bibirnya.
"Mas." Qiara membelai rambut panjang Zaydan yang sedang mengecupi perutnya penuh kasih.
"Mas sangat mencintai kalian, Sayang. Teramat sangat. Mas takut kehilangan kalian." Zaydan terus mencium perut Qiara bertubi-tubi sehingga perut itu seketika menegang.
"Mas, kok tiba-tiba perutku keram?" Qiara terkejut saat merasakan perutnya yang sedikit kram.
"Masa sih, Sayang?" Zaydan mengangkat daster yang Qiara kenakan, menatap perut Qiara yang memang sedikit menegang.
Tiba-tiba Qiara dikejutkan dengan denyutan yang cukup kuat dari perutnya. Denyutan itu seperti detak jantung yang membuatnya kembali tersenyum.
"Sayang, sepertinya dia merespon ucapan Mas. Mas bisa dengar detak jantungnya?" Qiara meletakkan telinga Zaydan di atas perutnya.
Zaydan memejamkan mata, lalu mencoba mendengar dan merasakan sesuatu di dalam perut Qiara. Bahagia hati Zaydan karena dia merasa sedikit ada denyutan di perut istrinya.
"Sayang, apakah nanti anak kita akan menjadi seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya?" Qiara membelai rambut Zaydan Seraya menitikkan air mata.
Zaydan mengangkat kepalanya, lalu mengecup kembali perut istrinya yang tidak beralaskan daster. Lelaki itu membelai dengan lembut perut buncit Qiara dengan telapak tangannya.
"Kita Didik dia sedari di dalam kandungan. Setiap malam Mas akan mengajaknya berbicara dan membisikkan Tauhid Allah sebelum kamu tidur karena menurut ilmu yang Mas pelajari, saat sebelum tidur antara sadar atau tidak, otak bawah sadar bekerja dengan baik untuk menangkap apa saja pesan yang disampaikan kepadanya." Zaydan duduk di samping Qiara dan menatap istrinya itu dengan intens.
"Maksudnya apa?"
"Iya, Sayang. Saat yang paling tepat untuk memberikan nasihat kepada seseorang apalagi bayi adalah saat ia sedang berada di bawah alam sadar antara sedang berada di alam mimpi dan masih sadarkan diri." Zaydan mengusap perut istrinya dengan mesra.
"Setiap malam sebelum kamu memejamkan mata dan sampai ke alam mimpi, Mas akan terus mengajak bagi kita untuk ngobrol tentang betapa kita mencintainya dan berharap dia menjadi anak yang sholeh." Zaydan mendongak menatap teduh manik mata istrinya.
Qiara merasa tersentuh mendengar perkataan Zaydan. Perempuan itu membelai rambut tebal suaminya, lalu semakin menurunkan posisi tubuhnya sehingga saat ini ia berada di bawah kungkungan Zaydan.
Kedua mata yang dipenuhi cinta itu saling memandang. Mereka saling menyelami betapa besar cinta yang tertanam di dalam hati pasangannya. Tanpa sadar, Zaydan memangkas jarak semakin dekat sehingga bibir mereka bertemu.
Qiara memejamkan mata menunggu Zaydan mamangut bibirnya membuat dia merasa menjadi perempuan paling bahagia di dunia.
Cup
Zaydan tiba-tiba menarik ke atas wajahnya dan mencium kening Qiara dengan mesra. Hal itu membuat Qiara mendelik dengan tatapan penuh tanya.
"Mas nggak mau hasrat yang begitu menggelora di dalam dada membuat kita kembali melukainya." Zaydan mengusap bibir Qiara dengan ibu jarinya. Lelaki itu selalu teringat bagaimana Qiara pernah dilarikan ke rumah sakit karena percintaan mereka.
"Kamu tahu Mas kan, Sayang. Setiap kali memangut bibirmu dalam keadaan seperti ini, Mas pasti menginginkan hal yang lebih. Bukankah kita sudah mendapat peringatan dari dokter?" Zaydan mengusap perut Qiara Seraya menyelami manik mata istrinya.
Cup
Qiara tidak menggubris perkataan Zaydan. Dia memang sudah merasa jantungnya berdebar oleh cumbuan Zaydan di bibirnya. Perempuan itu memperdalam ciuman di bibir suaminya Seraya membingkai wajah Tampan itu dengan erat.
"Aku tahu, tapi Mas pasti juga tahu, kecupan bibir ini memberi vitamin tersendiri bagiku." Qiara mengusap bibir Zaydan dengan jari jempolnya sehingga posisi mereka sama-sama sedang mengusap bibir pasangan dengan jari jempol.
Zaydan tidak kuasa menahan tatapan teduh Qiara dan sentuhan lembut jari jempol sang istri di bibirnya. Ia semakin mendekatkan wajah hingga akhirnya mereka menyatukan kedua bibir yang sama-sama terhalang jari jempol. Keduanya saling menyesap bibir tanpa melepaskan dekapannya.
"Sayang, dia gerak lagi." Qiara dan Zaydan sama-sama tersentak saat sama-sama merasakan gerakan itu sedikit kuat.
Dengan semangat Zaydan kembali menempelkan telinganya di perut buncit Qiara. Lelaki itu memberi respon pada perut Qiara yang berdenyut. Dikecupnya permukaan perut Qiara dengan kedua tangan yang membelai penuh cinta.
"Assalamualaikum, Sayangnya Abi. Tidur yang manis anakku sayang." Zaydan terus mengusap perut Qiara Seraya membacakan lantunan ayat kursi.
Denting air jatuh di pelupuk mata Qiara. Tak pernah disangkanya dia akan menjadi seorang istri dari lelaki yang begitu hebat yang mengajarkan bayinya untuk mengenal Tuhan sedari dalam kandungan.
Zaydan terus melantunkan bacaan ayat kursi sampai tiga kali sambil membelai perut Qiara yang tadi berdenyut seketika terdiam.
"Selamat malam, sayangnya Abi. Semoga mimpi indah, besok kita akan bertemu kembali. Abi akan membangunkanmu untuk salat subuh." Zaydan mengecup perut Qiara yang sudah tenang.
"Gerakannya sudah terhenti Mas. Apakah itu artinya dia sudah tidur?" Qiara bertanya kepada Zaydan yang disambut anggukan oleh Zaydan dan lelaki itu pun menarik istrinya ke dalam pelukan.
Acara tasyakuran 4 bulan kehamilan Qiara berjalan dengan lancar. Para undangan hampir semuanya datang termasuk teman-teman Kiara dan Zaydan. Sahabat-sahabat Pak Bustomi pun berdatangan ikut mendoakan Qiara dan bayi yang berada di dalam kandungannya. "Bagaimana keadaanmu?" Qiara bertanya kepada Emil, sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Emil baru saja mengalami sebuah peristiwa yang menyedihkan karena dia harus kehilangan bayi yang berada di dalam kandungannya akibat keguguran karena dia disekap oleh suaminya. Emil pun menggunggat cerai suaminya itu karena dia sudah tidak ingin lagi disiksa oleh suaminya yang merupakan preman pasar. "Alhamdulillah keadaanku baik. Aku meminta bantuan pengacara untuk mengurus proses perceraianku dengan Mas Arman," sahut Emil malu. Qiara benar-benar merasa bahagia karena dia memiliki seorang suami yang teramat sangat mencintainya meskipun pernikahan mereka dijodohkan oleh ayahnya dan Umi Zahra. Sedangkan Emil sendiri, menikah atas dasa
"Masa lalu apa yang membuat ibu takut sehingga tidak mau mengakui status ibu yang sebenarnya?" Qiara memegang bahu Bu Jamilah agar ibu mertuanya itu mengerti bagaimana besarnya cinta Zaydan padanya. Bu Jamilah pun menceritakan kepada Qiara tentang masa lalunya dan meminta Qiara untuk merahasiakan tentang jati dirinya pada Zaydan. "Nggak, Bu. Aku nggak bisa merahasiakan ini dari Mas Zaydan. Bagaimana pun juga Mas Zaydan harus tahu." Qiara menggeleng tidak setuju. "Ibu hanya tidak mau Zaydan nanti akan mencari tahu siapa sebenarnya yang telah menjebak ibu, dan membuat kami terpisah. Ibu tidak ingin Zaydan mengorbankan keluarga kalian demi menyelidiki masa lalu itu." Qiara terbelalak mendengar ucapan Bu Jamilah. "Bu, Mas Zaydan pasti tahu yang terbaik untuk Ibu. Pokoknya Qiara akan kasih tahu dia tentang jati diri ibu." "Baiklah kalau begitu, ibu akan pergi dari kehidupan kalian." Bu Jamilah hendak pergi. "Bu ...." "Ibu hanya memintamu membiarkan Ibu dekat dengan Zaydan tanpa haru
"Zay, kamu ada niat poligami?" Ammar bertanya kepada Zaydan membuat Zaydan yang tengah meneguk teh hangat tersedak."Poligami? Apaan sih? Ya nggaklah." Zaydan menepuk bahu Ammar."Habisnya perhatian Bu Jamilah berlebihan banget ke kamu. Masa dia sampai rapiin rambut kamu kayak gitu?" Ammar menatap Zaydan intens.Zaydan menghela napas berat. Dia pun sebenarnya agak keberatan dengan sikap Bu Jamilah yang terlalu perhatian padanya, tapi Qiara terus memaksa agar Zaydan tidak memarahi Bu Jamilah yang perhatian padanya dengan alasan kasihan pada Bu Jamilah yang merindukan anaknya.Zaydan mengalihkan pandangannya pada kupu-kupu yang berterbangan di antara bunga berwarna-warni warni sejenak, lalu membalas intens tatapan Ammar. "Aku nggak tahu, Qiara memintaku untuk tidak menolak perhatian dari Bu Jamilah," ujar Zaydan."Qiara yang meminta? Aneh banget." Ammar memandang ke arah halaman rumah di mana Qiara dan Bu Jamilah sedang asik berjalan di atas rumput Jepang yang sengaja disiapkan Zaydan u
"Mas kok ngomong gitu sih? Aku nggak ada niat gitu kok, Mas." Qiara terbelalak mendengar perkataan Zaydan dan menatap tajam ada suaminya yang terlihat cemburu."Emang kenyataannya kayak gitu, kan? Kamu tuh sekarang udah beda banget. Dulu kamu selalu pengen dipeluk sama Mas. Kamu selalu pengen melewati waktu untuk bermesraan di rumah. Bahkan kamu menunggu waktu Mas libur di kampus karena nggak mau kalau sampai kita berjauhan. Sekarang? Kayaknya posisi Mas udah digantikan Bu Jamilah." Zaydan hendak masuk ke dalam kamar karena dia merasa tidak ada yang perlu mereka bicarakan di luar.Qiara hendak masuk ke dalam kamar. "Mas, dengerin aku dulu, dong." Namun pintu kamar tertutup rapat dan Zaydan menguncinya dari dalam.Qiara hanya mampu menghela napas panjang melihat sikap Zaydan yang tiba-tiba marah kepadanya. Bisa perempuan itu rasakan Bagaimana marahnya Zaydan melihat sikap Qiara yang memang akhir-akhir ini jauh lebih mengedepankan Bu Jamilah daripada mengedepankan kemesraan mereka berdu
Lagi-lagi Zaydan dan Qiara akhirnya saling diam karena mereka masih disibukkan dengan keegoisan masing-masing. Zaydan tetap pada pendiriannya bahwa dia tidak ingin rumah tangganya terus-terusan dihadiri oleh Bu Jamilah karena dia memang sudah terbiasa terus bermesraan dengan Qiara. Lelaki itu merasa keberatan melihat sikap Qiara yang dulu selalu ingin bersamanya, tapi akhir-akhir ini sedikit menghindar hanya karena tidak enak dengan Bu Jamilah.Sedangkan Qiara sendiri juga tetap pada pendiriannya. Dia tidak ingin menyakiti hati Bu Jamilah Dengan mengatakan kepada perempuan yang ingin selalu berada di samping anaknya, bahwa Qiara dan Zaydan keberatan dengan kehadirannya."Mas hanya kecewa melihat sikapmu akhir-akhir ini. Mas merasa memiliki istri yang kepribadiannya jauh lebih berbeda dari dahulu. Mas sangat merindukan istri Mas yang setiap saat selalu merindukan pelukan suaminya." Zaydan kemudian keluar dari kamar untuk menenangkan hatinya dan lelaki itu pun akhirnya mengambil remote
Qiara yang mendengar ucapan Zaydan langsung mengerucutkan bibir. Perempuan itu sedikit menjauhkan kepala Zaydan dengan cara menarik kepala itu dengan lengannya.Namun ternyata Apa yang dia lakukan malah membuat Zaydan menempel di dadanya sehingga Zaydan langsung melakukan kecupan di dadanya, sehingga Qiara tidak bisa menghindari sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya dikarenakan Zaydan mencumbunya dengan penuh cinta."Mas, ini udah sore loh. Sebentar lagi juga matahari mau tenggelam." Qiara berkata dengan lembut kepada Zaydan karena dia tahu arah ke mana Zaydan akan membawanya sesaat lagi."Baru jam 05.00 sore, Sayang. Mau ya." Zaydan terus membujuk Qiara agar istrinya itu bersedia menerima permohonannya kali ini dengan alasan bayinya Rindu Untuk dibesuk oleh Abi nya."Kasihan lho, Sayang. Bayi kita kayaknya kangen banget sama Abi nya. Emangnya kamu nggak bisa ngerasain perasaan dia ketika kamu kangen sama Mas? Bukannya kalau kamu kangen sama Mas, kamu selalu minta dibesuk sama Mas?
Binar bahagia terbit di wajah Rangga saat dia melihat Bu Jamilah yang pagi ini tidak bersiap-siap berangkat ke pemayung. Anak kecil itu langsung berhambur memeluk baby sitter yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri karena memang hanya Bu Jamilah lah yang bisa mengerti Rangga dan menurut Rangga Bu Jamilah adalah orang yang paling paham dengan semua keinginannya."Mbok nggak pergi ke rumah anak Mbok kan?" Rangga berkata dengan wajah penuh harap agar keinginannya untuk bisa bersama Bu Jamilah hari ini terlaksana.Perempuan paruh baya itu mengangguk dan segera menyisir rambut Rangga dengan rapi. Sebenarnya Bu Jamilah sangat sedih ketika menerima panggilan telepon dari Qiara ketika dia baru saja selesai melaksanakan ibadah salat subuh.Qiara mengatakan kalau hari ini Bu Jamilah tidak perlu datang ke rumahnya dikarenakan dia dan Zaydan ingin pergi ke suatu tempat untuk menenangkan pikiran Qiara dan merilekskan kandungan Qiara.Betapa Bu Jamilah ingin mempertanyakan ke mana kiranya Qiara
Qiara tergelak mendengar perkataan Zaydan. Perempuan yang tengah memakai hijab instan berwarna navy itu akhirnya mendekatkan tubuhnya ke arah Zaydan sehingga mereka saling berhadapan. Qiara menggigit ujung bagian roti dan menahannya dengan tangan, lalu dia meminta Zaydan untuk menggigit ujung roti yang lainnya sehingga dia bisa melepaskan bagian tengah roti itu dari tangannya.Zaydan tersenyum ketika dia tahu apa maksud Qiara yang ingin saling menyuapi roti tersebut.Zaydan mulai menggigit roti sedikit demi sedikit hingga akhirnya sampai ke bagian tengah bersamaan dengan Qiara. Sedangkan di bagian pinggir lainnya mereka pegang dengan tangan masing-masing."Cerdas." Zaydan langsung membersihkan sisa selai di bibir istrinya dengan memakai bibirnya. Begitupun dengan Qiara sehingga akhirnya keduanya saling membersihkan selai yang menempel di bibir pasangan dengan bibir mereka masing-masing.Zaydan kemudian menyuapi Qiara dan Qiara pun menyuapi Zaydan dengan roti yang berada di tangan mere