Share

Bab 5

Author: Sarisha
Setelah Bimo mengatakan itu, aku langsung mematikan panggilan dan memblokir nomornya tanpa ragu-ragu.

Riani, lebih baik kamu diam dan jangan mengotori jalan reinkarnasi anakku.

Berbaring di meja operasi yang dingin, aku menatap cahaya putih yang menyilaukan, membuat mataku perih.

Riani masih terus mengirimkan status, sebuah foto yang hangat menarik perhatianku.

Ketika bayi dalam perutku sudah dikeluarkan, Riani menyombongkan diri bahwa Bimo telah melelang berlian dengan harga tertinggi. Mereka berdua berciuman dengan penuh gairah di pelelangan. Tepuk tangan di tempat kejadian dan ucapan selamat pun terlihat memenuhi status yang dia kirimkan, meninggalkan catatan yang romantis.

Aku terbaring di ranjang rumah sakit. Rasanya seperti ada bagian tubuhku yang dicabut dengan kejam, membuat darah mengalir deras.

Selama waktu yang aku habiskan di rumah sakit untuk memulihkan kondisiku, Bimo terus meneleponku berulang kali. Namun, aku mengabaikannya dan langsung memblokir nomor yang dia gunakan.

Akhirnya dia mendatangi keluargaku.

Mereka datang ke bangsal untuk menengokku, tanpa bertanya mengapa aku di rumah sakit. Datang-datang, mereka hanya memberi nasihat.

"Erika, kamu sudah menikah dan punya anak. Apa yang bisa kamu lakukan setelah bercerai dengannya?"

Aku mencibir balik, "Aku bisa hidup tanpanya. Kalian lah yang nggak ingin kehilangan sumber uang kalian, bukan?"

"Kamu bicara apa? Aku bisa menggunakan uang milik menantuku semauku! Sudah jadi kewajibannya untuk menghidupi kami!" Ayah menyilangkan tangannya, merasa paling benar.

"Benarkah? Jadi, kalian juga menggunakan semua uangku tanpa menyisakan satu sen pun? Aku nggak punya uang buat naik taksi saat hujan lebat! Apa aku anak kandung kalian?" Aku marah sampai tubuhku gemetar, menangis dan berteriak pada mereka.

Ayah langsung ciut, sementara adikku membantah, "Kamu harusnya kasih uang buat Ayah sama Ibu. Mereka sudah membesarkanmu, apa kamu nggak mau membalas budi mereka?"

Ibu juga duduk di tanah dan berkata, "Aduh, lihatlah anak perempuan yang sudah aku besarkan ini. Dia sudah menikah dan nggak mau peduli lagi sama orang tuanya."

Melihat pasien dari bangsal lain melihat ke arah sini, staf medis dengan serius memperingatkan kami untuk tidak terlalu ribut saat berada di rumah sakit.

Mereka diusir keluar. Sebelum itu, mereka sempat memperingatkanku bahwa jika aku menceraikan Bimo, mereka tidak akan mengembalikan uang mas kawin, ingin aku cari cara buat melunasi utang itu.

Ada satu pesan masuk di ponselku. Bimo mengirim pesan kepadaku menggunakan ponsel Riani.

"Kamu tahu, keluargamu nggak menyayangimu. Nggak ada seorang pun di dunia ini yang menyayangimu kecuali aku."

Karena kondisi keluargaku yang bisa dikatakan kurang, aku sering merasa rendah diri dan tidak berani memberi tahu siapa pun.

Setelah bertemu dengan Bimo, aku berani membuka diri dan menceritakan keadaan keluargaku. Sorot matanya yang saat itu penuh dengan kepiluan. Dia membisikkan kalimat yang tak terhitung jumlahnya di telingaku dan dia pun mulai mencintaiku.

Namun, kemudian kata-katanya berubah menjadi dia bisa mencintaiku.

Mungkin sebelumnya dalam perasaan mencari-cari perjuangan, aku yang haus akan cinta, hanya karena kalimat ini aku takut untuk tidur. Ketika tidur pun aku mimpi ditinggalkan.

Namun, sekarang aku diam-diam berkata pada diriku sendiri, "Erika, nggak apa-apa, aku mencintaimu."

Langkah pertama untuk mencintai diri sendiri adalah dengan menjauhi orang-orang yang menyakitiku.

Aku menghapus semua kontak mereka, membersihkan noda air mata dari wajahku dengan air hangat dan memejamkan mata untuk tidur nyenyak.

Saat aku pulang dari rumah sakit untuk mengemasi barang-barangku, Bimo datang bersama Riani.

Aku sedikit terkejut, mengira dia setidaknya akan tinggal bersama Riani selama masa bulan madu. Namun, aku tidak menyangka dia akan kembali keesokan harinya.

Dia melihat kotak di tanganku dengan ekspresi masam. "Erika, saat aku dengar kamu sakit, aku langsung pesan penerbangan kembali. Aku sudah begini, apa masih belum menunjukkan kalau aku mencintaimu? Sebenarnya apa yang kamu inginkan?"

Aku tidak menatapnya, tanganku terus menata barang-barang, hanya menjawab lirih. "Cerai."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
bagus ceraiiiiiiiiiiiii
goodnovel comment avatar
Embun Pagi
kok tdk bisa di buka selanjutnya?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Prahara Orang Ketiga   Bab 17

    Setahun kemudian, aku kembali ke rumah. Dengan dorongan dari teman pengacaraku, aku melaporkan ibu, ayah dan adikku ke pengadilan untuk mendapatkan kembali uang yang pernah mereka ambil dari rekeningku.Mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain mengumpat.Kata-kata buruk itu bagaikan angin sepoi-sepoi di telingaku, berlalu, kemudian menghilang.Mereka tidak punya rumah dan uang di kota, jadi mereka terpaksa harus kembali ke kampung halaman mereka di pedesaan. Dengan begini, mereka akan makin jauh dengan duniaku.Aku tidak perlu membuang-buang waktu dengan mereka.Ketika aku mengajukan diri untuk bekerja di luar negeri, rekan kerjaku mengajakku bergosip."Mantan suamimu sekarang nggak bisa lagi."Melihat ekspresi menggodanya, aku memutuskan untuk mendengarkan.Karena sadar aku tidak akan luluh, Bimo memutuskan untuk kembali. Dia kembali dalam jeratan Riani dan mereka pun hidup bersama.Riani ingin memanfaatkan kehamilannya untuk menaikkan statusnya. Namun, Bimo teringat saat aku menggugu

  • Prahara Orang Ketiga   Bab 16

    Semuanya berjalan lancar di luar negeri. Pimpinan perusahaanku berjanji akan membuatku bertanggung jawab pada ulasan utama untuk kuartal berikutnya.Bimo mengejarku hingga keluar negeri. Dia mengirimkan bunga mawar segar setiap hari. Saat aku melewati toko dan tanpa sengaja melirik perhiasan, dia akan membeli perhiasan itu dan memberikannya kepadaku.Beberapa rekan kerjaku di luar negeri menggodaku, mengatakan bahwa daya tarikku sangat luar biasa. Mereka sampai menebak-nebak apa yang akan dia berikan untukku besok.Namun, aku mengembalikan barang-barang tersebut tanpa dibuka, lengkap dengan pesan tambahan. "Barang-barang ini sama seperti perasaanmu, murah dan nggak berarti."Mungkin karena perkataan ini, dia mulai melakukan hal-hal yang menurutnya bermakna.Pada suatu malam Natal yang bersalju, dia berlutut di depan pintu apartemenku dan mengatakan, "Aku akan menanggung semua kesedihan yang pernah kamu tanggung selama ini."Dia terlihat jauh lebih kuyu dari sebelumnya. Penampilannya ba

  • Prahara Orang Ketiga   Bab 15

    Setelah bercerai, aku mendaftar ke program perusahaan untuk belajar di luar negeri.Sejak dulu, aku selalu melepaskan begitu banyak kesempatan demi Bimo. Para pimpinan selalu menyayangkan hal ini karena aku berasal dari sekolah yang bergengsi.Aku menyewa apartemen di dekat perusahaan dan tinggal di sana. Panggilan telepon yang mengganggu dari orang tuaku terus terdengar. Mereka bahkan mengancam akan datang ke perusahaan untuk mengungkapkan sikapku yang mengabaikan orang tua kandung sendiri.Aku sudah bersiap untuk menuntut mereka, tetapi aku tidak menyangka bahwa Bimo sudah menuntut mereka terlebih dahulu.Ketika Bimo datang ke rumah untuk memberitahuku, aku sedang terburu-buru karena sedang mengemasi barang bawaan dan bersiap-siap untuk naik pesawat ke luar negeri malamnya.Aku sangat sibuk dengan pekerjaan, jadi berat badanku turun. Apalagi, ditambah beban penyesalan dan sakit hati yang saling menjerat."Erika, aku tahu kita sudah cerai, tapi aku tetap merindukanmu.""Aku sudah baca

  • Prahara Orang Ketiga   Bab 14

    Bimo pun ditangkap untuk diselidiki dan harga saham perusahaan turun untuk sementara waktu.Ketika aku diselamatkan dari vila oleh polisi, aku berdiri di halaman dan menghirup udara segar yang telah lama hilang.Polisi menghubungi keluargaku. Mereka datang, tetapi bukan untuk peduli padaku, melainkan menyalahkanku."Kamu mau mati, bikin suamimu masuk penjara!""Kak, kenapa kamu kejam sekali. Kak Bimo sudah sebaik itu sama kamu, tapi kamu malah membalas kebaikannya dengan permusuhan."Aku mencoba untuk tersenyum. "Ya, aku memang kejam, apa kalian baru sadar?""Oh ya, mulai hari ini dan seterusnya, aku memutuskan hubunganku dengan kalian."Ayah menghela napas dan hendak memukulku. Aku menghindar ke belakang polisi. "Eh, jangan kesal dulu. Beberapa tahun ini pasti kalian sudah dapat banyak uang Bimo. Ini harta bersama dan aku berhak untuk mendapatkannya kembali.""Selain itu, kalian juga mengambil uang di rekeningku tanpa izin. Kalian melakukan kejahatan penyelewengan. Kalau kalian nggak

  • Prahara Orang Ketiga   Bab 13

    Bimo mengusap pundakku. "Aku akan carikan wartawan. Lakukan saja apa yang aku katakan."Aku mengangguk setuju, tidak bergerak untuk menghindari pelukannya.Benar saja, wartawan yang dimaksud Bimo datang keesokan harinya.Dia benar-benar tidak sabar, tidak bisa membiarkan wanita kesayangannya menjadi bulan-bulanan gosip.Berdasarkan kalimat-kalimat yang telah dituliskan Bimo untukku sebelumnya, yang harus aku lakukan adalah mengatakan semua yang ada di sana dan menanggung semua kesalahan Riani.Wawancara itu disiarkan secara langsung. Ini adalah sesuatu yang sudah sering aku alami di tempat kerja, jadi aku tidak merasa terintimidasi sedikit pun.Dua lampu sorot menerpa wajahku dan siaran langsung pun dimulai.Dalam sekejap, siaran langsung itu dipenuhi dengan berbagai umpatan, yang sangat tidak mengenakkan untuk didengar.Aku menutup mata. Saat wartawan bersiap untuk melakukan wawancara, aku mengeluarkan beberapa tangkapan layar yang sudah dicetak dari bawah tumpukan tulisan yang disiap

  • Prahara Orang Ketiga   Bab 12

    Keesokan harinya, Bimo kembali. Bagian bawah matanya berwarna hitam, sekilas terlihat seperti dia kurang tidur.Dia mengusap alisnya dan langsung mengatakan, "Erika, aku sudah paham mengenai apa yang terjadi kemarin. Begini saja, aku ingin kamu menerima status selingkuhan dulu untuk sementara."Aku menatapnya dengan tenang. Dia menghindari tatapanku dan menambahkan, "Riani belum nikah, jadi jangan sampai reputasinya tercoreng."Meskipun aku tahu dia akan membela Riani tanpa syarat, aku masih merasa konyol dengan bertanya kepadanya, "Reputasiku nggak penting? Aku pantas buat dihujat dan dimaki di dunia maya?"Bimo hanya tertawa, seolah-olah dia tidak menganggap hal itu sebagai masalah."Kamu 'kan sudah menikah denganku, reputasi dan segala macamnya bukan masalah.""Lagi pula, bukankah itu yang biasa kamu hadapi dalam pekerjaanmu? Kalau hal itu benar-benar mempengaruhi pekerjaanmu dan kamu dipecat, aku masih bisa menghidupimu."Memang benar bahwa aku bekerja di perusahaan media, seorang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status