Polisi kemudian bertanya, "Apakah orang yang tertusuk itu temanmu?."
"Iya, dia teman kami!" jawab Amat.
"Dan berarti orang yang ada disampingmu juga temanmu?" tanya polisi itu sambil melirik orang yang disamping Amat.
"I-iya dia juga teman kami!" Sambil memandang orang yang ada disampingnya.
Orang itu terlihat sedikit tersenyum mendengar itu.
Polisi tadi juga tersenyum sinis mendengar itu dan berkata "Apakah kamu tahu bahwa orang disampingmu itu juga seorang preman?".
Dengan berani, Amat menjawab "Dia memang dulu preman, tetapi sekarang dia sudah berubah!".
Polisi itu hanya tersenyum sambil berkata, "Sangat sulit bagi seorang preman untuk berubah, karena pikiran dan hatinya telah tertempa oleh kekerasan!".
Kemudian, orang yang disamping Amat itu menjawab, "Hanya Tuhan yang mampu membolakbalikkan hati hambanya ... Bukankah dulu Sayyidina Umar bin Khatab juga begitu?". Polisi itu terdiam dan melanjutkan introgasinya.
Walaupun, mereka sudah memberikan keterangan yang baik dan terperinci. Namun, karena kurangnya bukti dan tidak ada saksi yang melihat secara langsung awal kejadian tersebut, akhirnya mereka dikurung di kantor polisi itu.
Mereka dibawa ke dalam sebuah sel. Nampak di dalamnya sudah ada beberapa orang yang terlihat sangar dan menakutkan. Namun, Amat tampak acuh tak acuh kepada mereka.
Di sana Amat bertanya kepada orang yang disampingnya, "Mengapa kamu berada di sana?". Orang itu menjawab, "Sebenarnya Aku tidak segaja mengikuti kalian sampai ke sana, karena aku hanya ingin tahu arah kampung kalian ... Namun, saat aku mengikuti kalian ke Terminal, dari kejauhan aku melihat beberapa orang yang telah mengintai kalian. Jadi, aku putuskan untuk mengikuti mereka dan sampailah aku di tempat kejadian itu." Mendengar penjelasan itu Amat sedikit tenang.
Di sini Amat juga untuk meminta maaf karena Jam Tangan pemberiannya telah rusak.
Dia hanya mengangguk dan mengatakan "Tidak apa-apa!".
Amat juga menanyakan namanya. Orang itu memberi tahu bahwa namanya adalah Irwan. Obrolan mereka terus berlanjut hingga malam semakin larut.
Sementara itu, orang-orang di sekelilingnya terus berbisik membicarakan mereka. Orang-orang itu membicarakan Amat yang berbicara sok kuat. Karena menurut mereka wajah Amat tidak menakutkan dan badannya juga tidak terlalu besar. Berbeda dengan Irwan yang ada disampingnya, mereka mengakui bahwa Irwan sangat cocok untuk menjadi jagoan. Badannya yang besar dan wajahnya yang garang, membuat orang yang pertama kali bertemu dengannya akan ketakutan. Namun, ocehan orang-orang itu tidak di hiraukan mereka.
Sedangkan, kejadian di Rumah Sakit Bhayangkara sangat berbeda. Kamal dan semua preman itu dirawat intensif. semua preman itu menderita patah tulang yang cukup serius, sehingga mereka belum bisa dimintai keterangan. Begitu juga dengan Kamal, dia saat ini belum sadarkan diri, karena kekurangan banyak darah. Namun, kabar baiknya adalah luka yang dia terima itu tidak terlalu fatal.
Pagi yang cerah telah tiba. Cahaya Matahari masuk ke dalam celah-celah sel kurungan mereka. Pada saat itu sudah pukul 09:30, Amat dan Irwan baru saja bangun dari tidurnya. Badan mereka masih terasa lelah karena pertarungan tadi malam. Orang-orang yang tadi malam bersama mereka di dalam kurungan sudah keluar. Mereka sudah ditebus keluarga mereka masing-masing.
Dalam kedaan yang lapar, Amat melihat Irwan yang sedang merokok.
Amat bertanya, "Apakah kamu tidak lapar, Wan?."
"Aku lapar sih, tetapi tak punya uang! Yang ku punya hanya Rokok!." jawab Irwan sambil menunjukkan bungkusan rokok yang tampak rusak.
Kemudian, Irwan menawarkan rokoknya kepada Amat. Amat hanya menghela nafas panjang, sambil mengambil sebatang rokok. Sebelum dia menyalakan rokoknya, dia melihat ada petugas yang melewati sel mereka.
Di situ Amat bertanya, "Apakah mereka akan mendapat jatah makan?".
Petugas itu menjawab dengan ketus, "Tidak!".
Kemudian, dia pergi meninggalkan Amat. Mendengar jawaban petugas itu, wajah Amat sedikit berubah. Irwan kemudian, menjelaskan kepada Amat bahwa kalau mereka mau makan, mereka harus membelinya.
Setelah mendengar itu, Amat mengeluarkan uang dari sakunya. Melihat itu, wajah Irwan tersenyum lebar. Dengan uang itu berarti hari ini mereka bisa makan. Lalu, Irwan memangil petugas yang ada di sana untuk meminta mereka membelikan makanan. Petugas itu menghampiri dan menyuruh OB mereka membelikan makanan untuk Amat dan Irwan. Tak lama kemudian, OB itu datang membawakan makan tersebut. Setelah memberikan makanan mereka, OB itu langsung pergi.
Amat yang menerima makanan itu terlihat cukup bingung. Dia ingat sekali, bahwa tadi dia memberikan uang seratus ribu. Irwan yang melihatnya berkata, "Kalau di sini memang begitu peraturannya!".
Kemudian, mereka membuka plastik itu, didalamnya terdapat dua bungkus nasi, dua botol air mineral, dan sekotak rokok. Tanpa pikir panjang lagi, mereka dengan lahap memakan makanan itu. Setelah kenyang, mereka berdua saling mengobrol sambil menikmati beberapa batang rokok. Karena tidak ada yang menjenguk dan kegiatan lain lagi yang mereka lakukan. Mereka terus mengobrol sambil bercerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Obrolan itu semakin terasa hangat dengan beberapa candaan dan tingkah lucu yang mereka buat.
Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu dan sekarang sudah pukul 17.00. Mereka yang sedang istirahat dipanggil petugas untuk keluar. Ternyata di sana sudah ada Ayahnya Amat. Kedatangan beliau ke sini untuk memastikan keadaan Amat. Amat merasa bingun dengan kedatangan ayahnya ke sini dan dari mana ayahnya tahu. Ayahnya menceritakan bahwa sopir taksi lah yang memberi tahunya. Dan sekarang sopir itu sedang menemani kakaknya Kamal ke rumah sakit.
Akhirnya mereka berdua dibebaskan karena terbukti tidak bersalah. Kemudian, Amat diajak ayahnya untuk pulang. Namun, karena keadaan Kamal yang masih dalam perawatan di rumah sakit, membuat Amat memutuskan untuk menemaninya sahabatnya itu. Dan pulang setelah Kamal benar-benar sembuh.
Ayahnya yang mendengar itu hanya bisa berpesan agar Amat dapat menjaga dirinya dengan baik. Tak lupa juga, beliau menyerahkan tas Amat dan Kamal yang masih berada di taksi itu. Setelah itu, beliau bersama kakak Kamal pergi untuk pulang ke kampung.
Waktu tidak terasa cepat berlalu. Sekarang sudah seminggu sejak hari itu. Mereka juga sudah mendapat izin untuk menggunakan ruko itu dari pemiliknya. Mereka juga sudah beberapa kali menggunakan tempat itu sebagai tempat latihan dan sekaligus sebagai markas. Terminal tempat mereka kerja juga semakin ramai. Sejak kejadian itu, banyak dari kelompok preman yang menaruh hormat kepada mereka. Dan dengan demikian tempat yang mereka kelola juga semakin aman. Keamanan yang mereka berikan ini membuat pedagang dan pembeli merasa terlidungi.Malam itu seperti biasa, mereka duduk santai di dalam markas. Beberapa dari mereka sedang ada di luar mengawasi hilir mudik orang-orang yang lewat."Mana Bang Amat?" tanya Irwan yang baru datang."Mungkin di balkon atas, Bang!" jawab Adit."Iya terima kasih," sahut Irwan yang langsung menuju ke dalam."Ada apa, Ya?" tanya Radit."Enggak tau!" Adit mengangkat kedua bahunya.Radit juga berhenti se
Tak lama kemudian, istri Irwan datang dengan membawa beberapa plastik di tangannya. Dan kelihatannya dia baru selesai belanja di pasar."Permisi!" ucapnya melewati mereka yang sedang duduk."Iya silahkan, Mba!" jawab mereka.Setelah meletakkan barang bawaannya di dapur, istri Irwan kembali keluar menemui Irwan."Ada apa?" tanya Irwan sambil memperhatikan istrinya yang mendekatinya."Di pasar seberang Ikan tidak ada dan hanya ada Ayam, itupun mahal." Istri memberitahu Irwan."Ya sudah nanti aku Radit buat beli," jawab Irwan."Tidak usah Wan, Ini ada ayam!" Amat berkata sambil menunjuk kantongan plastik di sampingnya."Abang beli ayam?" tanya Radit kaget."Iya!" jawab Amat singkat."Aku kira tadi itu pakaian, Bang!" sahut Radit sambil sedikit tertawa.Mendengar itu, Irwan langsung menatap Radit. Radit yang melihat tatapan Irwan langsung terdiam seketika.Irwan berbicara kepada Amat. "Bene
Sesampainya di rumah Irwan, Amat melihat teman-teman sedang duduk di dalam. Kemudian, Amat masuk dan langsung duduk diantara mereka."Ini ada beberapa kue buat mengganjal perut."Amat berkata sambil tersenyum dan menaruh sebuah kantongan plastik di depan mereka."Terima kasih Bang," jawab Agung dengan senyumnya.Kemudian, satu persatu dari mereka mengambil kue itu dan mulai memakannya."Beli di depan, Bang?" tanya Broto sambil memakan kuenya."Iya," jawab Amat singkat."Ditempat Pakde ya, Bang?" Radit bertanya."Aku tidak tahu." Amat menggelengkan kepalanya."Ya iya lah pasti! Siapa lagi yang jualan kue di depan selain Pakde?" Jamal menyahut pertanyaan Radit."Iya juga sih," jawab Radit sambil tersenyum.Tak lama kemudian, Adit datang dari dapur dengan membawa seteko kopi dan beberapa gelas."Pas banget nih!" Jamal berkata sambil tersenyum.Adit meletakkan teko kopi dan cangkir itu di hadapan
Malam yang semakin larut kini telah berganti dengan pagi. Cahaya matahari mulai bersinar dari upuk timur. Cahaya itu membawa kehangatan dan harapan bagi orang-orang untuk memulai pekerjaannya. Krek.... Amat terbangun saat istri Irwan membuka pintu kamarnya. Istri Irwan hanya tersenyum dan mengangguk saat melihat Amat yang sedang mengosok-gosok matanya. Setelah itu, Istri Irwan keluar setelah mengambil sesuatu dilemarinya. Amat yang terbangun segera duduk dan menyandarkan dirinya di tembok. Kemudian, Dia mengalihkan pandangannya kearah teman-temannya yang masih tertidur pulas. Dia hanya tersenyum tipis melihat teman-temannya yang masih tertidur pulas itu. Setelah itu, dia berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya.Setelah selesai mencuci muka, Amat berjalan keluar menuju pintu. Krek.... Dia membuka pintu dan menutupnya kembali. Dia menyusuri gang kecil itu untuk menuju terminal. Dia melihat keadaan terminal yang sudah bersih dan rapi. Walaupun
Tok, tok, tok! "Mba! Mba Yulita!" Jamal mengetuk rumah Irwan. "Iya sebentar," jawab istri Irwan. "Krek.... "Bang! Abang kenapa?" ucap Yulita saat melihat suaminya yang terkulai lemas. Tak sengaja air matanya berjatuhan melihat kondisi suaminya itu. "Aa.. aku tidak apa-apa!" jawab Irwan sambil tersenyum dan menahan sakitnya. "Lebih baik kita bawa masuk dulu, Mba!" ucap Amat. "Ayo, ayo masuk!" Yulita membuka lebar pintu rumahnya. "Langsung bawa masuk ke kamar saja!" pinta Yulita sambil menyapu air matanya. Mereka yang mendengar itu segera membawa Irwan ke kamarnya. Di kamar itu Anak Irwan yang bernama Andi sedang tidur. Kemudian, dia terbangun karena mendengar suara dari teman-teman ayahnya itu. "Ayah!" ucap anaknya terkejut. "Ayah kenapa?" Anaknya bertanya lagi sambil mengosok-gosok matanya. "Ayah tidak apa-apa!" Irwan menenangkan anaknya. "Ayah jangan bohong
"I-itu mereka, Bang!" ucap Adit sambil ketakutan."Halo, Bang Irwan! Masih Ingat dengan ku?" ledek Sahri.Ckckck! "Mana mungkin aku lupa dengan orang yang pernah bersujud minta ampun dihadapanku!" ejek Irwan.Wajah Sahril seketika memerah karena marah."Itu dulu! Sekarang kamulah yang akan sujud dihadapanku, Irwan!""Dulu atau sekarang, itu sama saja!" balas Irwan.Cuih! "Irwan, coba lihat sekelilingmu!" Sahril merentangkan kedua tangannya.Terlihat ada sekitar dua puluh lebih orang disekitarnya.Ckckck! Huuh.... "Buat apa kamu bawa gerombolan srigala untuk menyerang Singa? Kamu sudah tahu hasilnya, Kan?" balas Irwan sambil tertawa."Hah! Singa? Apakah aku tidak salah dengar? Kalian hanya segerombolan domba yang akan menjadi mangsa kami," ledek Sahril."Hahaha!" Anak buah Sahril tertawa.Amat yang melihat itu hanya mengeleng-gelengkan kepalanya."Singkat saja! Apa yang kalian mau?" tanya Irwan dengan