Home / Rumah Tangga / Premanku Canduku / 10) Kisah Misteri

Share

10) Kisah Misteri

Author: NDRA IRAWAN
last update Huling Na-update: 2021-11-06 20:04:14

Hingga beberapa saat lamanya Hendy dan Firda hanya terdiam. Keduanya asik berkelana dengan pikirannya masing-masing. Firda merenungi banyaknya kejanggalan dalam kematian Arman. Sementara Hendy asik menikmati rokok dan segelas kopinya yang sudah dingin. Isi kepalanya sudah sangat lelah memikirkan yang sedang terjadi.

Sebagai seorang sahabat yang sudah menganggap Arman sebagi saudara kandungnya tentu saja Hendy memiliki beban moral yang lebih dibanding siapapun. Dia sangat mengenal karekater Arman dengan keluarganya, lebih dari siapapun. Kehilangan yang dirasakan oleh orang tua Arman, juga dirasakan olehnya.

“Hen, ibu boleh tanya sesuatu yang sedikit sensitif?” Firda kembali angkat bicara. Tiba-tiba saja dia teringat dengan obrolan emak-emak kemarin sore.

“Silakan Bu. Saya tidak akan menutup-nutupinya,” balas Hendy santun.

“Kamu kenal dengan Mas Andi, tukang gali kuburan?” tanya Firda dengan sangat hati-hati.

“Astagfirullah!” seru Hendy seraya menghentakan punggung pada sandaran kursinya dan mendongak menatap langit-langit. Lalu menarik ke belakang seluruh rambutnya dengan kedua tangannya. Tampaknya dia sangat gusar mendengar nama itu. Dan Firda hanya melongo menatap wajah Hendy yang mendadak berubah merah padam.

“Anjiing! Si Andi, manusia bhangsat! Tak tahu diri dan tak tahu berterima kasih!” geram Hendy seraya kembali mengubah posisi duduknya seperti semula.

“Kenapa dengan dia, Hen?” Firda mendekatkan wajahnya ke wajah Hendy yang sedang geram menahan emosi. Kedua tangan Hendy pun meremas gelas yang dipegangnya, seolah ingin menghancurkannya.

“Manusia laknat itu menyebarkan fitnah yang ngebuat saya ingin ngebunuhnya sekarang juga. Namun si pengecut itu sudah pergi entah kemana!” geram Hendy penuh dendam.

“Berarti bener dia pindah karena…..” Firda bertanya ragu.

“Maaf Bu, mohon jangan dipercaya fitnah si laknat itu.”

“Emang siapa sebenarnya Mas Andi itu? Kamu kenal dia?” Firda makin penasaran.

“Aslinya dia orang mana saya kurang tahu. Hanya, beberapa tahun yang lalu pernah jadi anak buahnya Pak Arnadi. Dikeluarkan karena tidak jujur dan sedikit kurang ajar karena suka godain Bu Arnadi. Dia akhirnya nganggur dan menjadi penggali kubur.”

“Sudah nikah?” Firda makin penasaran

“Sudah punya anak satu. Keliatan nikah muda. Tapi gak tahu dia nikah dimana dengan orang mana. Mereka tinggal di rumah bekas salah seorang warga yang udah meninggal dan gak ada yang ngisi lagi rumahnya. Saya bertetangga dengan dia, dan saya tahu betul kalau dia penipu dan pembohong berat!”

“Masa sih, Hen?”

“Subuh itu secara gak sengaja saya ngeliat dia bergandengan dengan Mbak Nengsih, salah seorang tetangga saya juga. Janda ditinggal mati suaminya. Mereka bergandengan mesra masuk ke rumah Mbak Nengsih. Bukan suudzon, tapi kan kita bisa menduga, mereka melakukan apa di rumah itu?”

“Kalau tahu dia akan nyebarin firnah, subuh itu sudah saya grebeg saat dia di rumah Mbak Nengsih.”

“Astagfirullah. Kenapa dia melakukan itu?”

“Saya sedang nyelidik, apa motif si Andi menyebar fitnah, terus kabur. Apa juga hubungannya dengan Mbak Nengsih.

“Mengapa orang-orang jadi sebegitu membenci keluarga Pak Arnadi, Hen?”

“Sebanrnya itu masih belum seberapa. Ada lagi yang lebih parah, peristiwa yang terjadi tadi malam,” lanjut Hendy.

“Ada apa lagi, Hen?” Firda kembali menatap wajah manis Hendy yang kian mendung.

“Waktu saya ketemu ibu, kemarin. Ternyata Pak Arnadi kedatangan tamu istimewa. Seorang cewek yang ngaku pacarnya Arman, parahnya lagi cewek itu ngaku-ngaku hamil dan minta pertanggung jawaban dari keluarganya Arman.” Hendy kembali menjeda ucpannya, dia mengalihkan pandangan ke sisi lain, tak kuasa melihat mata Firda yang seketika terbelalak.

“Astagfirullah, terus bagaimana, Hen?” Firda makin penasaran.

“Cewek itu tetep minta biaya dari keluarga Arman. Alasannya Arman waktu itu sudah janji mau menikahinya atau setidaknya ngebiayai hidup cewek itu dengan anak yang dikandungnya. Dia ngotor minta uang dua ratus juta.” Hendy kembali menatap wajah Firda.

“Astagfirullah!” Firda yang terperanjat menutup mulutnya yang menganga, “terus dikasih begitu aja sama Pak Arnadi?” sambungnya.

“Belum. Rencananya Pak Arnadi mau jual mobilnya dulu.” Hendy kembali menunduk.

“Kamu percaya kalau Arman punya pacar dan ngehamilinya?” tanya Firda dengan intonasi yang mendaadak tinggi. 

“Sama sekali tidak percaya. Setahu saya Arman hanya punya satu kekasih. Wanita itu sekarang ada di depan saya, Ibu Firda!” balas Hendy tegas.

“Husst, sembarang aja kalau ngomong!” sergah Firda dengan wajah yang mendaadak seperti udang rebus.

“Serius Bu. Arman selalu ngomong begitu. Dan dia tidak pernah merahasiakan apapun pada saya.” Hendy bicara sangat serius.

“Terus, kalau kamu tidak percaya cewek itu pacarnya Arman, kenapa kamu diam aja? Setidaknya kamu kan bisa memberikan kesaksian kalau Arman tidak pacaran dengan dia!” Suara Firda kembali naik oktafnya.

“Awalanya saya sangat tidak percaya, tapi ketika tahu namanya, saya tidak bisa bicara apa-apa lagi.” Suara Hendy mendadak lemah setengah berbisik.

“Jadi kamu kenal dengan cewek itu? beneran dia pacarnya Arman?” susul Firda tak sabar.

“Sama sekali tidak kenal. Tapi, dua minggu sebelum meninggal, Arman menceritakan pengalamannya yang sangat tidak masuk akal dengan seorang cewek yang namanya sama persis dengan cewek yang datang ke rumah Pak Arnadi itu.” Suara Hendy kini mulai sedikit bergetar.

“Arman mengalami apa dengan wanita itu?”

“Saya gak tahu cewek yang kemarin datang ke rumah Pak Arnadi itu cewek yang sama atau bukan. Hanya yang pasti namanya memang sama. Bisa aja kan kebetulan. Arman mengalami beberapa kejadian yang sampai ini saya sendiri masih belum percaya.”

“Arman menceritakannya sama kamu apa yang dialaminya itu?” Firda makin tidak sabar.

“Kami bahkan menuliskannya jadi sebuah cerita pendek,” jawab Hendy kalem sambil mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya.

“Kalian menuliskannya dalam bentuk cerita?” Firda mengulangi ucapan Hendy dalam bentuk pertanyaan.

“Iya. Arman ingin menuliskannya karena dia merasa kisah itu sangat ganjil dan masih tidak yakin jika dia mengalaminya. Ibu mau baca ceritanya?” tanya Hendy seraya menyodorkan hapenya.

“Astaga, jadi beneran kalian menuliskan cerita itu?” tanya Firda seraya menatap ponsel Hendy yang tersodor depan daadanya.

“Saya yang menulis, Arman yang bercerita. Tapi jangan diketawain karena saya bukan penulis femes. Ini benar-benar sekedar untuk mengenang. Saya tidak menduga proses menulis cerita itu benar-benar menjadi kenangan terakhir buat kami berdua.” Hendy berusaha tenang namun sama sekali tidak terlihat nyaman.

“Gak papa kalau ibu ba..baca cerita ini, Hen?” Firda bertanya untuk memastikan lagi.

“Kemarin saya udah bilang, hanya Ibu yang diizinkan membacanya. Tapi maaf kalau tulisannya masih acak-acakan dan bahasanya rada sedikit vulgar, harap maklum. Tapi apa yang tertulis di situ, itulah yang Arman alami dan ceritakan sama saya. Dia bahkan berani disumpah pocong!” Hendy makin menegasakan.

Firda menatap wajah Hendy yang mendaadak sedikit memerah, seperti menahan malu. Lalu pandangan Firda kembali pada layar ponsel yang memuat sebuah cerita berjudul ‘Aku Dan Cewek Misterius.’

“Sekali lagi mohon maaf kalau bahasanya kurang berkenan di hati Ibu. Saya mohon izin ke belakang. Silakan Ibu baca aja dulu, gak banyak kok, cuma lima bab.” Hendy bicara seraya undur diri dari hadapan Firda, tanpa menunggu jawaban dari sang mantan pembimbing PKLnya.

“Kenapa harus ke belakang, Hen?” tanya Firda dengan suara pelan, hingga Hendy yang sudah berjalan jauh tak mendengarnya.

‘Mengapa harus ngumpet? Adakah sesuatu yang sangat memalukan atau sangat dirahasiakan dalam cerita ini?’ tanya Firda dalam hati.

Entah mengapa baru saja membaca judulnya, jantung Firda terasa langsung berdebar-debar tak menentu. Judul yang teramat biasa, dia bahkan sering membaca cerita yang benar-benar horor, namun baru kali ini tangannya yang memegang hape mendadak sedikit bergetar seperti terkena tremore.

‘Semisterius dan sehoror apakah wanita itu?’ Firda kembali bertanya-tanya dalam hatinya sambil melanjutkan membaca cerita misterius itu.   

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Jefri Herlb Alam
saya juga tertarik seperti nya ....hahahhahahaaa
goodnovel comment avatar
Fadita Adinata
atau jangan2 pak kadesnya juga ikutan tertarik sama Firda...
goodnovel comment avatar
Fadita Adinata
issss, modus banget si Sandy, ingat bini dirumah Pakkkk
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Premanku Canduku   35) Premanku

    Saat tiba di rumah mertua, entah mengapa suasananya terlihat sangat sepi. Tidak banyak tamu padahal menurut ibu mertua sejak bapak resmi menjadi calon anggota legislatif, rumah mereka nyaris tak pernah sepi hampir 24 jam. Setelah diberi uang tips untuk sekedar beli rokok karena ongkos udah dibayarin Mas Bayu, Leo pun kembali pulang dan aku tidak meminta untuk menjemput karena kemungkinannya menginap. Raut wajah Leo tampak sedikit kecewa karena sepertinya dia berharap kembali memboncengku. Selama dalam perjalanan tadi kami tidak banyak ngobrol karena sama-sama memakai helm full face. Namun aku merasakan jika gestur Leo ada yang sedikit berbeda. Lebih perhatian dan bawa motornya pun lebih santai melewati banyak jalan tikus untuk menghindari kemacetan. Dia bahkan memintaku untuk memeluknya. Entah mengapa dia jadi ganjen. Untungnya aku sudah janji mau melupakan hal-hal demikian. Mas Bayu juga sudah mulai berubah, jadinya godaan-godaan kecil seperti yang dilakukan Leo dengan mudah bisa

  • Premanku Canduku   34) Pesona Firda

    Hanya Bah Akin yang tahu persis bagaimana kronologis pertemuan Bunda Eni dengan Ipang. Hal itu memang sangat mereka rahasiakan.Bah Akin tukang pijat kawakan usianya sebaya dengan Pak Kades. Mereka lahir pada tahun yang sama, di kampung yang sama dan bersahabat karib sejak balita. Nasib baik membuat Pak Kades menjadi orang terkaya di kampungnya bahkan diangkat menjadi kepala desa setelahnya. Sementara Bah Akin tetap dengan profesinya sebagai tukang pijat.Pak Kades bukan kacang lupa kulitnya. Untuk membantu perekonomian Bah Akin, dia mengangkatnya menjadi terapis juga buat istrinya yang dinyatkan menderita penyakit menahun diabet. Sementara anak-anak Pak Kades tidak ada yang berminat dipijat.Bah Akin sempat ditawari jadi hansip desa namun menolak karena takut dituduh KKN. Pak Kades selalu memberi imbalan besar, hingga sang kakek sembilan cucu dan lima anak itu merasa sudah sangat cukup menjadi terapis sahabatnya itu. Bah Akin rela membatalkan janji dengan pasien lain jika berbenturan

  • Premanku Canduku   33) Boncengan Gaib

    “Sayang, coba lihat sini bentar!” seru Ipang pada Bunda Eni yang sedang menyeduh kopi di meja makan rumah megahnya.“Ada apa, Sayang?” tanya Bunda Eni seraya bergegas mendatangi Ipang yang berdiri depan kaca jendela balkon rantai dua seraya menatap ke luar, lebih tepatnya jauh ke jalan.“Hmmm liat tuh Bu Firda. Dia sepertinya udah main brondong lagi. Kenal gak sama yang diboncengnya?” Ipang menunjuk Firda yang melintas di depan rumah sang kepala desa itu. “Yang dibonceng Firda? Siapa yang ngebonceng, Sayang? Firda bawa motor sendiri kok!” sangkal Bunda Eni seraya menajamkan pandangan matanya menatap sekaligus mengawasi Firda yang dia lihat hanya punggungnya yang semakin kecil dan menjauh.“Hai, itu liat di belakangnya. Masa Bunda gak bisa ngeliat orang yang dibonceng Bu Firda? Keliatannya masih brondong, tuh dia ngeliat ke belakang ke arah kita, orangnya putih, pake jaket ala si Dilan gitu. Coba deh perhatikan baik-baik.” Ipang berusaha meyakinkan Bunda Eni.“Eh Sayang, kamu kok ja

  • Premanku Canduku   32) Siapakah Bunda Eni?

    “Jadi beneran Arman datang dalam mimpi Ibu?” Asrul kembali memastikan.Firda segera menjawabnya dengan menganggukkan kepala. Dan Asrul hanya bisa menganga, tak menduga jika Arman benar-benar mendatangi Firda. Tidak mungkin Arman datang hanya dalam mimpi pasti datang juga di alam nyata. Tidak mugkin Firda tahu segalanya kalau hanya sebatas mimpi. Demikian asumsi Asrul.Berbeda dengan Asrul, Firda justru sedang memikirkan siapa sesungguhnya Bunda Eni. Firda coba menyusun berbagai mozaik potongan kisah wanita tajir melintir itu dengan apa yang baru saja disaksikan. Bukan sesuatu yang mustahil jika wanita pemburu brondong ini ada di balik kematian Arman.Bunda Eni banyak tahu tentang Arman. Dia pernah ditolak keingiannya oleh Arman. Sebagai istri seorang kades yang tajir melintir, tentu bukan hal yang susah baginya untuk membalas sakit hatinya, bahkan jika perlu melenyapkan siapapun yang dianggap telah melukainya. “Sekarang saya mau tanya. Dari mana Pak Asrul tahu kalau Bunda Eni seb

  • Premanku Canduku   31) Sabar Menanti Respon

    Tok tok tok…Pintu dapur kantor tiga kali diketuk dengan tidak terlalu keras, namun sudah sangat keras untuk bisa menyadarkan Firda dari semua lamunan dan bayangan percintaan Bunda Eni dengan Ipang.“Bu Firda, are you, oke?” tanya Asrul dari balik pintu dengan suara yang terdengar sangat khawatir, karena Firda tidak langsung menjawab ketukan pintunya.“Oke banget, masuk aja, Pak!” balas Firda seraya merapikan pakaian dan duduknya. Dia berharap Asrul tidak terlalu bisa melihat sisa-sisa ketegangan dalam dirinya. Asrul masuk kembali ke ruangan dan langsung duduk berhadapan dengan Firda. Wajah sang lelaki berwatak agamis itu tampak cerah. Hatinya sudah sedikit lega dan tenang karena melihat wajah Firda yang sudah kembali normal. Berdarah dan sedikit berseri-seri walau masih ada sisa-sisa keringat di beberapa titik.“Gimana Bu sudah enteng dan lebih enakan?” Asrul langsung bertanya dengan senyum khasnya.“Alhamdulillah.” Firda menjawab seraya mengulaskan senyum manisnya juga.“Hmmm, gima

  • Premanku Canduku   Pemburu Brondong

    Setelah bersimpuh, Bunda Eni langsung mejilati tepian celana dalam Ipang. Bulu-bulu yang mengawali wilayah yang paling menggairhkankanya itu tampak terserak di batas tepian celana tipis nan seksi itu. Firda baru kali melihat celana dalam lelaki dengan bentuk yang sangat aneh juga menarik. Dia hanya tahu semua sempak lelaki sama saja bentuknya hanya beda warna.Dan pada detik berikutnya, Bunda Eni menampakkan sosok dirinya yang sangat rakus dan nakal. Dengan sangat liarnya wanita yang dalam kesehariannya selalu menutup rapat-rapat auratnya itu membetot celana dalam lelaki yang bukan suaminya itu. Dan dengan gigitannya dia pun menarik lepas celana dalam Ipang dari selangkangannya.Bunda Eni terus menggigit, sementara Ipang mengikuti tarikan gigi Bunda Eni dengan mengangkat kakinya bergantian hingga celan itu benar-benar lepas dan kini berada dalam genggaman sang wanita.Bunda Eni menciumi kain berbentuk segitiga itu sebelum melemparnya ke lantai. Dia tampak begitu bergairah saat menyesa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status