Share

2) Suami Lemah

Penulis: NDRA IRAWAN
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-30 18:00:36

Entah ilmu apa yang dimiliki Alex, hingga tak ada seorang pun yang berani menghentikan aksi tengil dan kesewenang-wenangannya itu. Para aparat maupun pihak berwajib setempat pun seolah tinduk pada kearoganan seorang Alex. Mungkin hanya Tuhan yang bisa menghentikannya kelak.

Sepertinya Alex mempunya rekam jekak yang sangat mengerikan hingga semua orang lebih memilih diam daripada berurusan dengannya yang besar kemungkinan menjadi korban berikutnya.

Menurut bisik-bisik tetangga, sebenarnya Alex sudah sering keluar masuk penjara karena berbagai tindak kriminalnya. Bahkan dia pernah terlibat dalam perampokan dan pembunuhan sadis satu keluarga. Namun anehnya dia bisa lolos dari jerat hukum. Jika masuk jeruji besi,, hitungannya hanya beberapa hari saja.

Sungguh sakti sekali manusia bernama Alex ini. Pantas saja dia semakin semean-mena. Jangan-jangan dia memang dibacking oleh oknum-ioknum aparat yang tidak bertanggung jawab? pikirku.

Sejak peristiwa itu, Alex semakin menjadi-jadi dan sering bersikap semena-mena terhadap Mas Bayu. Sudah tak terhitung berapa kali dia memalak suamiku yang tak punya kuasa untuk menolaknya.

Mas Bayu benar-benar telah lelaki lemah dan kerap menjadi bulan-bulannya. Terlebih lagi suamiku memang terkenal dengan sikapnya yang lemah lembut cenderung lembek untuk ukuran seroang laki-laki. Alex bahkan sering mengatainya sebagai banci atau bencong. Sungguh sangat menyakitkan.

Tubuh Alex memang begitu gagah dan kekar bukan tandingan bagi Mas Bayu, walau tampaknya dia jauh lebih kurus. Suamiku tidak akan menang jika pun harus berduel mati-matian melawannya.

Mas Bayu bukan tipe lelaki yang senang mencari keributan. Bahkan dalam sepanjang hidupnya belum pernah dia berkelahi dengan siapapun. Setidaknya itu yang aku tahu dari cerita-cerita dia dan keluarganya. Masa muda Mas Bayu benar-benar flat dan baik-baik saja.

Sementara itu Alex dikabarkan pernah bekerja di daerah Pedalaman Kalimantan dan di berbagai pelabuhan laut. Juga dia pernah menjadi kuli ilegal di Perkebunan Sawit, Malaysia sana untuk jangka waktu beberapa tahun. Mungkin itu yang membuat tubuhnya tampak kekar dan berisi serta wataknya tempremannya yang menjengkelkan sekaligus mengerikan.

Aku sudah berusaha melakukan berbagai cara agar Alex tidak lagi menganggu ketentraman hidup keluargaku. Bahkan aku sering mengirimkan makanan untuk neneknya yang sudah tua renta itu. Namun Alex sepertinya manusia yang sudah mati hati dan nurani kemanusiaannya.

Semakin didekati dan dibaiki justru dia semakin melunjak dan menjadi-jadi. Aku pernah mengajak Mas Bayu untuk pindah rumah dan tinggal dengan keluargaku. Namun dia menolak dengan alasan jauh dengan tempatnya bekerja. Mas Bayu justru selalu memintaku untuk bersabar dan tawakal menghadapi ujian yang datangnya dari manusia biadab bernama Alex itu.

“Tapi mau sampai kapan kita begini, Mas?” Aku sempat protes.

“Kita tunggu setengah tahun lagi. Insya Allah kita akan pindah dari sini dengan sangat terhormat. Doakan suamimu ini cepat naik jabatan sehingga kita bisa menempati rumah dinas yang jauh lebih layak dan nyaman,” hibur suamiku untuk menenangkan kegelisahan dan kegundahanku.

Sejatinya Mas Bayu mungkin tidak terlalu merasa terganggu dengan keberengsekan Alex. Dia lebih banyak menghabiskan harinya di kantor. Sementara aku lebih sering beraktivitas di rumah yang jaraknya tidak lebih dari dua puluh meter dengan Alex.

Dan sepandai-pandainya aku berusaha menghindar dari segala mala bahaya yang senantiasa mengintai. Namun akhirnya hari sial dan naas itu pun datang juga. Ajaibnya kesialan itu datang pada siang hari yang benar-benar sangat indah dan cerah…..

Entah mengapa hidupku jadi sangat mengerikan seperti ini.

“Hai Sis, baru pulang dari mana?” sapa seseorang saat aku baru saja tiba di depan rumahku setelah dari warung.

Aku refleks menolehkan wajah mencari asal suara yang sepertinya milik seseorang yang sudah sangat familiar di telingaku. 

Deg!

Jantungku seketika terasa berhenti berdetak. Bola mataku terbelalak dan napasku sedikit tertahan saat melihat sosok yang penyapaku itu ternyata lelaki yang paling kubenci sekaligus paling kutakuti.

Alex berdiri di dekat pohon jambu samping rumahku. Dia memakai celana jeans hitam yang robek sana-sini, dipadu dengan kaos hitam ketat tanpa lengan, seolah ingin memamerkan semua tato yang tergambar pada kedua lengan dan dadanya.

“I… i… iya Bang, sa…saya baru dari wa..warung,” jawabku gelagapan seraya menatap lelaki bengis yang tampaknya sangat suka melihat keterkejutanku.

Sebelah tangan Alex memutar-mutar sebatang rokok yang masih menyala. Sementara tangan yang lainnya mengelus-elus celana robek-robeknya tepat di bagian selangkangannya yang menyembul. Tatapan mata dan seringai bibirnya yang hitam benar-benar sangat mengintimidasiku.    

“Bayu belum pulang, Sis?” tanya dia sambil bersandar pada pohon jambu di belakangnya.

“Be…be..belum, Bang. Kan bi..bi..biasanya pulangnya sore atau malam. Sa… sa.. saya juga ini mau pergi ke pas… pas..ar, pu..pu..pulang dulu juga mau ngam..ngam..bil yang ketinggalan,” jawabku berbohong sambil tergesa-gesa memasukan anak kunci pada lobangnya.

Sekilas aku melihat lelaki bertampang kriminal itu bangkit dari bersandarnya, lalu melangkah pelan mendatangiku. Sekujur tubuhku terasa bagai dicerabut dari akarnya, lemas dan tak berdaya, ketakutan mulai menyergap segenap jiwa ragaku.

“Makin gede aja susu lu, Sis,” ucap Alex dengan tatapan liar yang tertuju pada bagian depan tubuhku. Wajahku mendadak terasa sangat panas, mungkin warnanya pun berubah merah padam, saking kesal, marah dan takutnya. Pikiranku benar-benar berkecamuk dalam kekacauan.

“Sudah dua kali gua ke sini, kebetulan si Bayu-nya selalu tidak ada. Kemarin juga gua ke sini, tapi hanya sampai samping rumah aja,” ucap dia tanpa beban, sambil terus mendekatiku. Dan aku sama sekali tidak tahu kalau dia kemarin datang ke sekitaran  rumahku.

Jantungku makin dag-dig-dug tak karuan. Ada niat untuk berlari meninggalkanya sambil berteriak-teriak minta tolong. Namun seluruh tenagaku seolah telah hilang dihisap bumi. Aku pun berpikir itu bukan ide yang baik, karena percuma saja tidak akan ada yang bisa menolongku.

Ingin rasanya aku pun mengusir dia dengan cara baik-baik namun aku yakin Alex bukanlah manusia yang bisa luluh dengan kelembutan dan kebaikan. 

“Me,,me..,mangnya ada perlu apa sama Mas Bayu, Bang?” Aku memberanikan diri bertanya walau tubuhku semakin terasa mengigil.

“Hehehe, keperluan dengan Bayu sih gak terlalu penting, justru gua ada keperluan yang sangat mendesak dengan lu, Siska,” balas Alex yang membuatku makin terperanjat dan ciut nyali.

“Dengan saya?” tanyaku sambil tak sadar menunjuk dadaku sendiri dan kedua mataku makin intens menatapnya, walau hatiku sebenarnya tak ingin beradu pandang dengan matanya yang sangat mengerikan itu.

“Betul, tapi hanya kita berdua yang bisa bicaranya, kecuali kalau lu menginginkan semua orang mengetahuinya.” Alex makin membuatku bingung sekaligus penasaran dengan pernyataanku itu.

“Ada masalah apa dengan saya, Bang?” Aku masih mencoba bicara kalem dan baik-baik agar bisa sedikit menenangkan diri dan mengasai keadaan.

“Ini menyangkut masa depan rumah tangga lu dengan si Bayu suami lu,” balas Alex sekenanya dan bibirnya kembali menyeringai menampilkan deretan giginya yang purih bersih dan rapi.

“Hah, ada apa dengan rumah tangga kami, Bang?” Aku semakin tak mengerti dengan ucanpan Alex.

“Sebaiknya kita bicara baik-baik di dalam, kecuali lu ingin dengan cara-cara lain!” tawar Alex dengan nada bicara yang masih sangat tegas dan mengintimidasi.

Aku tidak mungkin lagi menolaknya walau yakin itu hanya sebuah modus. Namun demi masa depan kehidupan dan rumah tangga kami, aku harus menurutinya. Aku tidak ingin terjadi keributan dengan mansuia seperti dia. Terlebih lagi tidak ingin membuatnya marah hingga preman super tengik ini kalap dan membunuhku, atau setidaknya menyakitiku.

Berhadapan dengan manusia seperti Alex, sebisa mungkin harus tetap tenang, sabar dan mengalah. Jika perlu harus bisa mengambil hatinya. Melawan pun percuma hanya akan membuat rugi dua kali. Setidaknya itu pesan dari Mas Bayu suamiku. Berteriak minta tolong pun percuma. Semua orang enggan melibatkan diri berurusan dengan Alex agar tidak menjadi korban berikutnya.

“Silakan masuk, Bang!” Dengan sangat berat hati, aku pun mempersilakan dia masuk ke rumahku yang sepi dan seluruh gordengnya pun tertutup, karena aku memang berniat akan pergi ke pasar.

“Saya buatkan kopi dulu ya, Bang,” ucapku setelah Alex duduk di ruang tamu. Lalu dengan jantung yang makin berdebar-debar serta sekujur tubuhku terasa lemas, aku bergegas menuju dapur.

“Gulanya sedikit aja, Sis. Gua lagi sedikit diet nih, hahahahaha.” Teriak Alex sambil tertawa lepas.

Entah apa maksud dari tertawa manusia iblis itu. Aku bahkan sama sekali tidak merasa ada yang harus dianggap lucu apalagi harus ditertawakan. Kalau pun dia mau diet atau apapun, itu bukanlah urusanku. Lagian ngapain juga lelaki harus diet, tubuh dia juga gak gendut-gendut amat, kok!

Dasar manusia aneh!

^*^

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Castiellaa
duh ndraa pagi-pagi baca adegan panas bikin hmmm....
goodnovel comment avatar
Aisy Me
wkwk ritual sehabis berantem memang seri......
goodnovel comment avatar
Fadita Adinata
Ini bisa ditiru nih, walaupun ada perdebatan dan pertengkaran suami istri, setelahnya harus ada yang mengalah dan minta maaf duluan, dan masalahnya habis sampai disitu, apalagi sampai berakhir diranjang, ehakkkk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Premanku Canduku   35) Premanku

    Saat tiba di rumah mertua, entah mengapa suasananya terlihat sangat sepi. Tidak banyak tamu padahal menurut ibu mertua sejak bapak resmi menjadi calon anggota legislatif, rumah mereka nyaris tak pernah sepi hampir 24 jam. Setelah diberi uang tips untuk sekedar beli rokok karena ongkos udah dibayarin Mas Bayu, Leo pun kembali pulang dan aku tidak meminta untuk menjemput karena kemungkinannya menginap. Raut wajah Leo tampak sedikit kecewa karena sepertinya dia berharap kembali memboncengku. Selama dalam perjalanan tadi kami tidak banyak ngobrol karena sama-sama memakai helm full face. Namun aku merasakan jika gestur Leo ada yang sedikit berbeda. Lebih perhatian dan bawa motornya pun lebih santai melewati banyak jalan tikus untuk menghindari kemacetan. Dia bahkan memintaku untuk memeluknya. Entah mengapa dia jadi ganjen. Untungnya aku sudah janji mau melupakan hal-hal demikian. Mas Bayu juga sudah mulai berubah, jadinya godaan-godaan kecil seperti yang dilakukan Leo dengan mudah bisa

  • Premanku Canduku   34) Pesona Firda

    Hanya Bah Akin yang tahu persis bagaimana kronologis pertemuan Bunda Eni dengan Ipang. Hal itu memang sangat mereka rahasiakan.Bah Akin tukang pijat kawakan usianya sebaya dengan Pak Kades. Mereka lahir pada tahun yang sama, di kampung yang sama dan bersahabat karib sejak balita. Nasib baik membuat Pak Kades menjadi orang terkaya di kampungnya bahkan diangkat menjadi kepala desa setelahnya. Sementara Bah Akin tetap dengan profesinya sebagai tukang pijat.Pak Kades bukan kacang lupa kulitnya. Untuk membantu perekonomian Bah Akin, dia mengangkatnya menjadi terapis juga buat istrinya yang dinyatkan menderita penyakit menahun diabet. Sementara anak-anak Pak Kades tidak ada yang berminat dipijat.Bah Akin sempat ditawari jadi hansip desa namun menolak karena takut dituduh KKN. Pak Kades selalu memberi imbalan besar, hingga sang kakek sembilan cucu dan lima anak itu merasa sudah sangat cukup menjadi terapis sahabatnya itu. Bah Akin rela membatalkan janji dengan pasien lain jika berbenturan

  • Premanku Canduku   33) Boncengan Gaib

    “Sayang, coba lihat sini bentar!” seru Ipang pada Bunda Eni yang sedang menyeduh kopi di meja makan rumah megahnya.“Ada apa, Sayang?” tanya Bunda Eni seraya bergegas mendatangi Ipang yang berdiri depan kaca jendela balkon rantai dua seraya menatap ke luar, lebih tepatnya jauh ke jalan.“Hmmm liat tuh Bu Firda. Dia sepertinya udah main brondong lagi. Kenal gak sama yang diboncengnya?” Ipang menunjuk Firda yang melintas di depan rumah sang kepala desa itu. “Yang dibonceng Firda? Siapa yang ngebonceng, Sayang? Firda bawa motor sendiri kok!” sangkal Bunda Eni seraya menajamkan pandangan matanya menatap sekaligus mengawasi Firda yang dia lihat hanya punggungnya yang semakin kecil dan menjauh.“Hai, itu liat di belakangnya. Masa Bunda gak bisa ngeliat orang yang dibonceng Bu Firda? Keliatannya masih brondong, tuh dia ngeliat ke belakang ke arah kita, orangnya putih, pake jaket ala si Dilan gitu. Coba deh perhatikan baik-baik.” Ipang berusaha meyakinkan Bunda Eni.“Eh Sayang, kamu kok ja

  • Premanku Canduku   32) Siapakah Bunda Eni?

    “Jadi beneran Arman datang dalam mimpi Ibu?” Asrul kembali memastikan.Firda segera menjawabnya dengan menganggukkan kepala. Dan Asrul hanya bisa menganga, tak menduga jika Arman benar-benar mendatangi Firda. Tidak mungkin Arman datang hanya dalam mimpi pasti datang juga di alam nyata. Tidak mugkin Firda tahu segalanya kalau hanya sebatas mimpi. Demikian asumsi Asrul.Berbeda dengan Asrul, Firda justru sedang memikirkan siapa sesungguhnya Bunda Eni. Firda coba menyusun berbagai mozaik potongan kisah wanita tajir melintir itu dengan apa yang baru saja disaksikan. Bukan sesuatu yang mustahil jika wanita pemburu brondong ini ada di balik kematian Arman.Bunda Eni banyak tahu tentang Arman. Dia pernah ditolak keingiannya oleh Arman. Sebagai istri seorang kades yang tajir melintir, tentu bukan hal yang susah baginya untuk membalas sakit hatinya, bahkan jika perlu melenyapkan siapapun yang dianggap telah melukainya. “Sekarang saya mau tanya. Dari mana Pak Asrul tahu kalau Bunda Eni seb

  • Premanku Canduku   31) Sabar Menanti Respon

    Tok tok tok…Pintu dapur kantor tiga kali diketuk dengan tidak terlalu keras, namun sudah sangat keras untuk bisa menyadarkan Firda dari semua lamunan dan bayangan percintaan Bunda Eni dengan Ipang.“Bu Firda, are you, oke?” tanya Asrul dari balik pintu dengan suara yang terdengar sangat khawatir, karena Firda tidak langsung menjawab ketukan pintunya.“Oke banget, masuk aja, Pak!” balas Firda seraya merapikan pakaian dan duduknya. Dia berharap Asrul tidak terlalu bisa melihat sisa-sisa ketegangan dalam dirinya. Asrul masuk kembali ke ruangan dan langsung duduk berhadapan dengan Firda. Wajah sang lelaki berwatak agamis itu tampak cerah. Hatinya sudah sedikit lega dan tenang karena melihat wajah Firda yang sudah kembali normal. Berdarah dan sedikit berseri-seri walau masih ada sisa-sisa keringat di beberapa titik.“Gimana Bu sudah enteng dan lebih enakan?” Asrul langsung bertanya dengan senyum khasnya.“Alhamdulillah.” Firda menjawab seraya mengulaskan senyum manisnya juga.“Hmmm, gima

  • Premanku Canduku   Pemburu Brondong

    Setelah bersimpuh, Bunda Eni langsung mejilati tepian celana dalam Ipang. Bulu-bulu yang mengawali wilayah yang paling menggairhkankanya itu tampak terserak di batas tepian celana tipis nan seksi itu. Firda baru kali melihat celana dalam lelaki dengan bentuk yang sangat aneh juga menarik. Dia hanya tahu semua sempak lelaki sama saja bentuknya hanya beda warna.Dan pada detik berikutnya, Bunda Eni menampakkan sosok dirinya yang sangat rakus dan nakal. Dengan sangat liarnya wanita yang dalam kesehariannya selalu menutup rapat-rapat auratnya itu membetot celana dalam lelaki yang bukan suaminya itu. Dan dengan gigitannya dia pun menarik lepas celana dalam Ipang dari selangkangannya.Bunda Eni terus menggigit, sementara Ipang mengikuti tarikan gigi Bunda Eni dengan mengangkat kakinya bergantian hingga celan itu benar-benar lepas dan kini berada dalam genggaman sang wanita.Bunda Eni menciumi kain berbentuk segitiga itu sebelum melemparnya ke lantai. Dia tampak begitu bergairah saat menyesa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status