Saat sedang menuruni anak tangga, Devan tidak sengaja berpapasan dengan Bu Ranti yang merupakannya itu. "Devan..! panggil lirih wanita paruh baya itu.Namun Devan terus saja berjalan tanpa menghiraukannya.."Devan tunggu..!" teriaknya sambil berjalan ke arah Devan. "Kamu mau sampai kapan sih bersikap seperti ini sama mama?" tanya nya. "Mama tahu benar kalau mama ini memang bukan ibu kandung kamu, bukan ibu yang sudah melahirkan kamu! tapi mama sudah menganggap kamu sebagai anak kandung mama sendiri!" ungkap Bu Ranti dengan sebuah kenyataan. "Aku tidak butuh pengakuan itu dari kamu! tetap saja kamu bukan siapa-siapa bagi aku!" ujarnya."Devan, ibu kamu meninggal bukan karena kesalahan mama!" "Cukup..." teriak Devan menahan emosinya. "Tolong jangan berani membahas soal ibuku lagi. Anda tidak pantas menyebut namanya sekalipun, bukankah anda sudah berhasil mengambil semua miliknya! suaminya, rumahnya, keluarganya, apalagi yang akan anda ambil? tanyanya sinis. "Apa aku juga!" "Bukan b
Hari pun sudah malam dan seperti biasa sebelum tidur Devan masih sibuk dengan laptop miliknya."Mas...!" panggil lirih Melati."Iyah ada apa? apa kamu butuh sesuatu?" tanya pria dingin itu. "Apa kamu bisa pindah ke tempat tidur? biar aku bisa pindah ke tempatku juga?" sahut Melati."Tidak..! jawab Devan "Kamu malam ini tidur di tempat tidur saja, biar aku yang tidur di sofa!" ungkapnya. "Tapi mas... kamu kan tidak terbiasa tidur di sofa seperti itu?" "Sudahlah jangan membantah, ini demi kebaikan kamu juga. Aku tidak bisa membiarkan kamu tidur di sofa seperti ini dengan kondisi kakimu yang sedang sakit! lagi pula kamu itukan istriku tidak ada salahnya aku mengalah." "Terima kasih mas,,, maaf kalau aku selalu membuatmu repot!" sahut gadis itu sambil tersenyum kecil. "Jujur aku senang banget mas, saat kamu secara langsung mengakui kalau aku itu adalah istri kamu! Meskipun pernikahan kita ini terjadi karena paksaan tapi kamu sudah melakukan tugas kamu sebagai suami yang bertanggung j
Setelah asik melihat indahnya bintang di malam hari, mereka berdua pun langsung pergi ke kamar untuk beristirahat."Mas...! Panggil Melati. "Sebaiknya kita kembali ke kamar saja, ini juga sudah larut malam dan angin malam tidak baik untuk kesehatan kita!" ujar gadis itu. "Ya sudah ayoh kita masuk!" sahut pria itu. "Iyah ayoh mas, aku juga sekarang sudah mulai mengantuk." Setelah sampai kamar, Melati hendak tidur di sofa seperti biasanya namun entah kenapa Devan langsung menghalanginya."Aku kan sudah bilang kalau aku yang akan tidur di sofa ini!" ujar pria dingin itu. "Tapi mas... aku tidak mungkin membiarkan kamu tidur di sofa seperti ini. Biarkan aku tidur disini, lagi pula aku sudah terbiasa!" ungkap Melati."Tidak...aku juga tidak akan membiarkan kamu tidur di sofa malam ini. Kakimu sedang terluka jadi tolong jangan berdebat denganku lagi! Sekarang ayoh tidur di tempat tidur!" pinta pria itu. "Baiklah mas..!" sahut gadis itu yang masih merasa tidak enak.Melati pun mulai memb
"Melati....apa masih sakit?" tanya Devan kembali membuyarkan lamunan gadis itu. "Hhhmm iyah mas maaf, tidak mas aku tidak apa-apa!" sahut Melati."Ini kancing bajunya sudah Ketemu mas, hhhmmm biar aku bantu jahitkan yah mas!" "Memangnya kamu bisa?" tanya Devan."Tentu saja mas, ini merupakan persoalan yang sangat mudah! kamu tunggu dulu sebentar yah mas aku akan mengambilkan jarum dan benangnya dulu." ujar Melati.Setelah mengambil jarum dan benang Melati pun mulai melakukan keahliannya dalam menjahit. "Kamu tidak perlu membuka kemejanya mas, aku akan menjahitnya sambil berdiri dan kamu masih bisa memakai kemejamu ini!""Baiklah, tapi tolong lakukan dengan cepat karena ini sudah mulai siang."Melati pun mulai melakukan keahliannya dalam menjahit. Mereka berdua terlihat sangat romantis sekali, walaupun sebenarnya tidak ada rasa cinta diantara mereka berdua."Sudah ku bilang ini sangatlah mudah, sekarang sudah selesai!" ujar Melati."Hmm terima kasih!" sahut Devan."Sama-sama mas, ya
"Sintia, buka pintunya!" teriak Rifaldi semakin kencang. "Ada apa lagi mas, sudahlah untuk apa kamu kemari? sebaiknya kamu cepat saja pergi ke kantor!" ujar gadis itu dari dalam sambil menangis. "Maafin aku, aku tahu aku sudah bersikap tidak baik sama kamu! tolong jangan marah seperti ini!" pinta Rifaldi. "Ayoh kita pergi untuk memeriksa kondisi anak kita!" ajak pria itu merayu.Sintia pun membukakan pintu kamarnya dengan ekspresi wajah yang masih marah."Sudah aku katakan kalau aku akan pergi sendiri, aku juga tahu kalau kamu terpaksa bukan mengantarkan aku!" ujar gadis itu emosi. "Coba saja kalau aku ini Melati, pasti kamu akan langsung menyetujuinya kan?" "Kenapa kamu bawa-bawa Melati seperti itu?" tanya Rifaldi.Gadis itu nampak sangat kesal sekali dan berkata "Karena kamu masih sangat mencintainya!" ungkapnya penuh emosi."Tolong kasih aku waktu, kasih aku waktu untuk belajar mencintai kamu! aku juga sedang berusaha untuk melupakan Melati, aku juga tidak ingin terus-terusan hi
"Assalamualaikum..! Ibu, Ayah." teriak Melati."Waalaikumsalam...." sahut ayah dan ibu Melati yang ternyata baru saja datang dari luar. "Loh, ayah sama ibu habis dari mana? pantas saja rumah terasa sepi?" tanya Melati sambil memeluk kedua orang tuanya untuk melepas rindu. "Ibu sama Ayah habis dari rumah sakit, habis kontrol kondisi kesehatan ayah kamu dan Alhamdulillah sekarang sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu di khawatirkan!" sahut Bu Sukma. "Syukurlah kalau kondisi ayah sekarang sudah baik-baik saja!" "Kamu kok kesini gak bilang-bilang dulu sama ibu dan ayah! apa suami kamu tahu nak?" tanya pak Rian. "Mas Devan tahu kok Bu, nanti sore juga dia yang akan menjemput aku pulang. Melati juga sengaja tidak kasih tahu ibu dan ayah karena ingin memberikan kejutan buat ibu sama Ayah!" "Ya sudah kalau begitu ayoh kita masuk!" ajak Bu Sukma. Mereka bertiga pun langsung masuk ke dalam rumah.Sementara itu setelah selesai mengantarkan Sintia ke rumah sakit, Rifaldi langsung berg
Sambil menahan emosinya Devan pun mencoba untuk tenang menghadapi adik tirinya itu. "Jika tidak ada yang ingin kamu katakan lagi, sebaiknya kamu keluar dari ruanganku!" ujar Devan dengan ketus. Tanpa menunggu lama lagi Rifaldi pun langsung keluar dari ruangan kakaknya itu. "Berani sekali dia berbicara seperti itu! ujar devan sambil memukul meja kerjanya. "Kenapa dia harus membawa-bawa wanita itu, dia secara tidak langsung sudah mengingatkan aku akan masa lalu yang pahit!" "Aagghhhh......" teriak Rifaldi sangat kencang. "Jadi itu alasannya kenapa kak Devan mau menerima hadiah bulan madu dari papa, karena dia sudah mulai mencintai Melati!" "Kenapa harus seperti ini, kenapa harus kak Devan yang menikahi Melati. Jika saja orang lain yang menikahi Melati pasti hati aku tidak akan sehancur ini!" Sore harinya sesuai dengan janji, Devan pun menjemput istrinya itu di rumah mertuanya. Tok tok tok..."Assalamualaikum..! assalamualaikum..!" ujar pria itu beberapa kali sambil mengetuk pin
Melati pun nampak berpamitan dengan kedua orang tuanya. Walaupun terlihat jelas di wajah gadis itu dia masih sangat ingin berlama-lama berada disana."Bu, sebenarnya Melati masih sangat ingin berada disini. Tapi Melati harus pergi sekarang!" ungkap gadis itu. "Iyah sayang, ibu juga paham kalau kamu pasti masih ingin tetap disini bersama kami tapi kamu juga harus pulang! bukan kah kalian besok akan pergi ke Bali!" sahut Bu Sukma dengan lembut. "Kalau kamu dan nak Devan sudah pulang dari Bali, ayah harap kalian berdua mau menginap disini untuk beberapa hari saja!" ungkap pria paruh baya itu. "Bagaimana nak Devan? apa nak Devan mau untuk menginap disini?" "Tentu saja, kapan-kapan kami akan sempatkan waktu untuk menginap disini!" sahut Devan dengan santun. "Ya sudah kalau begitu kami pamit dulu, ayah dan ibu harus jaga kesehatan dan diri kalian baik-baik!" "Iyah Melati, kalian hati-hati yah di jalannya. Terima kasih juga untuk waktunya hari ini!" "Sama-sama Bu, justru saya yang bert