Share

BAB 3

Hari masih terlalu pagi untuk sebuah kabar berita yang tak terlalu penting mengganggu hari Jane. Wanita itu  menatap tak berminat pada barisan kata clickbait yang nampak panas dan menggoda untuk siapa saja yang haus akan gosip murahan. Disertai sebuah gambar blur wajah dua orang. Kabar itu berhembus hanya karena pakaian yang dikenakan mirip dengan miliknya yang bahkan dirinya sendiri tidak tahu di mana dan kapan memakai pakaian yang ditunjukkan ke dalam berita infotainment pagi. 

Ia dan pria yang digosipkan dengannya hari ini memang saling mengenal di masa lalu. Meskipun tidak sampai menjalin hubungan. Tapi Jane sendiri tak ingin banyak orang tahu jika mereka saling mengenal atau mengkonfirmasi pada media karena itu sama halnya dengan bunuh diri.

“Beberapa orang menelepon dan menanyakan tentang kebenaran berita,” ucap Lucas. 

Pemuda itu membawa dua buah gelas dengan aroma kopi yang pekat. Satu untuk Jane dan satu lagi untuknya. Sebuah rutinitas yang ia lakukan semenjak kerja dengan wanita yang lebih tua dengannya. 

Jane menyesap sedikit kopi buatan asistennya.

“Kenapa kau angkat, sudah ku katakan untuk beli dan ganti hp bar, perlu ku belikan?”

Lucas meringis ketika merasakan panas menyebar di ujung lidahnya. Ia menggeleng.

“Itu hasil kerjaku, uang pertamaku ya ponsel itu,” jawabnya. “Bukan soal harganya, tapi kenangan yang ada di ponsel itu, Kak.” 

Jane hanya berdecak mengatakan jika Lucas bisa tetap menyimpannya, namun pemuda itu memilih menolak, menurutnya memakai apapun yang didapat dari hasil keringatnya adalah sesuatu yang berharga ketimbang harga mahal namun pemberian orang lain. Jane mengatakan terserah dengan pandangannya yang menyebar ke ruang tamu rumahnya. Tak sengaja menatap sebuah foto dirinya di ujung ruangan. Foto pertama ketika ia mendapatkan pekerjaan yang bagus, sebuah kenang-kenangan lama yang membuatnya selalu sadar jika ia pernah merasakan kesulitan tak berkesudahan. Alih-alih berimbas baik, sebenarnya Jane sadar hal itu juga yang membuat ia kadang kala bersikap paling tahu dan sombong.

Sementara Lucas memilih sibuk dengan rentetan jadwal sang model, namun kemudian sebuah pesan masuk membuat ia terlonjak. Hampir saja menyemburkan kopi panas yang tersimpan di mulut.  Jane yang tengah mempelajari beberapa skrip acara tv yang akan ia hadiri memandang tak suka pada sang asisten.

“Seseorang mengirimiku pesan—”

Alis kanan Jane terangkat, menunggu kalimat apa yang akan diucapkan oleh Lucas.

“Dari Jake, kau tahu baru saja berita tentang kencanmu dan dia beredar dan asistennya langsung mengirimiku pesan.”

Lucas menunjukkan pesan tersebut pada Jane.

“Abaikan,” ucap Jane tak peduli.

Ia terlalu sering terseret ke perkara kencan dengan orang-orang berpengaruh dan paling parah adalah ketika ia dituduh menggoda Thomas yang tak lain adalah bosnya sendiri. Itu terjadi sekitar tiga tahun lalu, saat ia benar-benar dikenal publik. Untungnya saat itu kekasih Thomas, yang kini sudah menjadi mantan, tidak melabraknya padahal ia adalah artis yang cukup ternama. Sampai kini pun kabar tipis-tipis antara kedekatannya dengan si bos masih sering diperbincangkan. Namun ia sudah tak peduli. Oleh karena itu, ketika ia mendapatkan tuduhan yang sama sudah terlalu kebal dan malas menanggapi. 

“Dia ingin datang ke agensi langsung nanti sore, kau tahu jika Tuan ini memang tampak lebih muda ketimbang pangkat dan pekerjaan yang diemban. Aku yakin kau akan suka dengannya,” komentar Lucas dengan nada riang. 

Pemuda itu sebenarnya ingin sang model dekat dengan pria yang matang. Setiap hari, hanya dirinya  yang bisa berbicara dan dekat dengan Jane dan ia merasa jika sang model butuh seseorang sebagai sandaran. Sosok pria yang bisa menjaga dan membuat Jane merasa nyaman.  

“Sudahlah, Lu. Kau tak perlu mengikuti trend berita tak bermutu. Lagi pula aku tak ingin dekat dengan siapapun,” ucapnya. 

Jane beranjak dan meletakkan skrip. 

“Siapkan baju yang hari ini akan ku pakai, sebentar lagi pemotretannya dimulai aku harus segera sampai di agensi.”

Lucas hanya menghela nafas dan mengerjakan pekerjaan paginya. Ia juga tidak ingin diomeli staf di agensi jika sampai terlambat. Namun sepertinya pemuda itu lupa tak membalas pesan yang baru saja diterima.

*****

Jane ingin mengumpat, namun untuk mengatakan hal kotor dirasa kurang etis untuknya yang sudah memakai pakaian elegan dari brand ternama. Beberapa pose ia lakukan sesuatu perintah sang photographer dan bergonta-ganti pakaian yang  entah keberapa kali hari ini. Hal yang membuatnya kesal adalah ternyata pria yang menghubungi Lucas pagi tadi benar-benar datang ke agensi. Salah satu staf memberitahunya oleh karena itu pemotretan hari ini dipersingkat.

Orang-orang berdecak kagum tentang hasil yang memang tak pernah mengecewakan. Beberapa junior yang sebenarnya harus mengikuti latihan juga diberi kesempatan untuk melihat bagaimana seorang Jane berpose dalam bidikan kamera. 

“Dia memang secantik dewi, pantas saja agak sombong,” ujar seorang junior berbaju merah. 

“Husst, kau tidak boleh mengatakan hal seperti itu. Bisa-bisa kau dikick tanpa pikir panjang.”

“Jangan heran, bukankah ini juga yang membuat nona Jane di anak emaskan.”

Bukan cuma junior, bahkan staf pun menggunjing tentang Jane. Namun wanita itu benar-benar tak peduli. Ia hanya melakukan apa yang menjadi pekerjaannya secara profesional. 

Sampai kemudian di foto ke sembilan terdengar kericuhan dari luar studio sampai kemudian dua orang dengan beberapa orang yang mengikuti nampak memasuki ruangan. 

Jane yang tengah memeriksa hasil pemotretan mendongak dan mendapati Thomas dengan seorang pria yang sudah jelas ia tahu siapa. 

“Jane, ini Jake, jelas kau tahu orang hebat ini bukan?” 

Pria yang ada di sebelah Thomas mengulurkan tangannya disertai senyuman. Wajah tampan pria itu begitu terlihat membuat beberapa staf nampak terpesona. Mereka tak pernah mengira jika sosok pengusaha terkenal itu lebih muda  melebihi ekspektasi mereka. Sementara Jane, ia tak menunjukkan ekspresi tertarik meskipun pria di depannya tetap menunjukkan senyum menawan.

“Jake ingin berbicara empat mata denganmu,” ucap Thomas. 

Jane tak menjawab dan tidak juga mengalihkan pandangan dari pria di depannya.

***** 

“Ini sungguh tidak menyenangkan, bukan? pertemuan pertama kita sejak terakhir kali, diawali dengan skandal kencan buruk dari berita lokal murahan,” keluh pria itu ketika mereka berada di salah satu private room yang ada di gedung agensi.

“Aku sudah terbiasa dengan hal semacam ini,” saut Jane cuek.

Dahinya mengernyit ketika ia baru menyadari gaun terakhir pemotretannya masih melekat di tubuh. Menggerutu kecil, kain gaun cukup membuat kulitnya merasa tak nyaman. 

Jake yang melihat itu terkekeh, ujung matanya menatap Jane dengan gaun pendek hitam, menampilkan setengah paha dan kaki cantik yang sering kali terpampang di majalah ternama. 

“Karena kau jelas belum terbiasa. Kau bisa membayar seseorang untuk menghalau berita sampah itu.”

Suara Jane membuat ia mengalihkan perhatian. Ketika mendongak yang ia dapati tatapan mata Jane yang tajam. Seakan menuduhnya tak sopan lantaran menatap kaki telanjangnya.

Jake berdehem, meraih gelas berkaki panjang yang berisi minuman dengan berwarna merah pekat. Menegak sedikit. 

“Aku tak keberatan dengan berita itu,” ucapnya. 

Alis kiri Jane terangkat, mencoba menggali alasan masuk akal yang membuat Jake tak ingin mengambil tindakan.

“Bukankah kau juga sudah memiliki calon istri?” 

 Jelaskan berita tentang rencana pernikahan Jake sudah berhembus sejak bulan lalu lantaran kekasihnya adalah salah satu artis muda, Jasmine suka sekali merecokinya dengan kabar kehidupan para artis . Hal itu pula yang membuat Jane semakin tersudut. Meskipun ia sendiri tak mau ambil pusing sebenarnya. 

“Ku kira kau adalah wanita yang cukup sibuk dengan segala pekerjaanmu. Ternyata juga tahu tentang apa yang terjadi di luar.”

Kekehan terdengar.

“Ada beberapa hal yang mungkin tak menarik namun perlu diperhatikan. Aku hanya tak ingin calon istrimu meminta pertanggung jawaban padaku.”

Tawa Jake tidak bisa dihindari. Namun tawa itu lenyap bersamaan dengan sebuah tatapan serius yang pria itu layangkan padanya.

“Jika kau bersedia menjadi kekasihku yang lain, aku bisa memberikan apapun yang kau mau,” ucap Jake tanpa pikir panjang.

Dahi Jane mengernyit. Tatapannya lebih sinis pada pria di depannya.

“Apa kau pikir aku wanita murahan? Menjadi kekasihmu yang lain?”

Jane beranjak dan tanpa pikir panjang, ia keluar dari ruangan tersebut. Harga dirinya benar-benar tergores mendengarkan tawaran tersebut. Sungguh, Jake tidak pernah berubah sejak dulu.     

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status