Share

BAB 6 ~ Penolakan

"Jadi kamu yang mau dijodohin sama saya?" tanya Erlan seraya menatap sinis Elfara yang duduk di hadapannya.

Kini, mereka berdua tampak menempati meja lain. Sengaja memisahkan diri dari kedua orang tua mereka, atas permintaan Erlan yang beralasan ingin mengenal Elfara lebih dekat tanpa campur tangan siapa pun. Bahkan, Erlan memilih meja yang cukup jauh dengan yang ditempati oleh orang tua mereka.

Elfara menghela napas berat, sebelum menanggapi pertanyaan Erlan. Pertemuan ini tentu membuatnya sedikit syok. Dia masih belum percaya jika yang dijodohkan dengannya adalah Erlan, pria menyebalkan yang bertemu secara tidak sengaja dengannya tempo hari.

"To the point saja. Saya nggak setuju dijodohin sama wanita sombong kayak kamu!" celetuk Erlan yang berhasil membuat Elfara membeliak kesal.

Bagaimana tidak? Sudah dicap sebagai wanita sombong, merasa direndahkan pula. Seolah-olah dirinya setuju dengan adanya perjodohan itu.

"Heh, tolong ya jaga omonganmu! Kamu pikir saya setuju dijodohin sama kamu?" Elfara menjeda ucapannya sejenak. "Nggak sama sekali!" imbuhnya penuh penekanan.

"Jangan kegeeran! Kamu nggak semenarik itu untuk dijadikan seorang suami!" cibir Elfara lagi lantaran sangat kesal dengan ucapan Erlan, padahal saling mengenal saja belum.

Erlan diam sejenak. Namun, tatapannya tidak berubah dan tidak berpaling sedikit pun.

'Sialan! Berani banget cewek ini nolak gue. Emang apa yang kurang dari gue? Tampan iya, mapan apa lagi, cerdas? Oh ya jelas, gue gitu!' gumam Erlan merasa tidak terima.

"Saya udah punya kekasih. So, jangan berharap perjodohan ini akan berlanjut!" tegas Elfara seraya memalingkan wajahnya ke sembarang arah, seolah-olah tidak sudi lagi menatap wajah Erlan yang menyebalkan menurutnya.

"Kekasih yang berkhianat itu maksudnya?"

Elfara terkejut dan langsung menatap Erlan kembali dengan mata yang membulat sempurna. Bagaimana bisa Erlan mengetahui bahwa kekasihnya telah berkhianat.

"Ada baiknya sih kamu balikan sama dia, jadi perjodohan ini nggak akan berlanjut, kan?" ucap Erlan memberi saran, tetapi nada bicaranya seolah-olah sedang meremehkan. Belum lagi senyum getir yang dia tunjukkan, membuat darah Elfara serasa mendidih dalam waktu sekejap.

"Tahu dari mana kamu?" Nada bicara Elfara naik satu oktaf, sementara tatapannya masih sama. Dia masih penasaran dari mana Erlan mengetahui hal itu?

"Menurutmu?"

Alih-alih menjawab, Erlan justru bertanya balik dan membuat emosi Elfara semakin memuncak.Bahkan, rasanya sudah berada di atas ubun-ubun.

"Gak usah ikut campur dengan hidup saya!"

"Baiklah, Nona Elfara yang sombong," balas Erlan lagi-lagi dengan nada meremehkan. "Saya sibuk, gak punya waktu untuk mencampuri urusan orang lain. Kamu mau balikan sama mantan kamu, itu bagus. Setidaknya perjodohan ini gak akan ada, bukan?" imbuhnya seraya mengedipkan sebelah mata.

Elfara hanya berdecak, lalu melengos kesal. Baru perkenalan saja sudah terasa memuakkan, bagaimana nanti jika dia menikah dengan Erlan. Tidak bisa dibayangkan bagaimana rumah tangganya dengan pria itu akan berjalan.

"Pa ... aku—"

"Papa tidak mau dengar apa pun, Elfa. Pokoknya perjodohan ini akan tetap berlanjut!" tegas Cakra seraya menghentikan langkah dan membalikkan badannya, menatap Elfara yang sedari tadi membuntuti dari belakang.

Sejak pulang dari restoran tadi, Elfara memang tidak berhenti merengek agar perjodohannya dengan Erlan dibatalkan. Namun, papanya sama sekali tidak mau mendengarkan, bahkan sang mama yang sedari tadi berjalan di sampingnya pun seperti lebih memihak pada papanya.

"Tapi aku nggak suka dengan pria pilihan Papa," balas Elfa seraya memasang wajah memelas, berharap Cakra akan merasa iba padanya.

"Suka atau tidak, dia tetap calon suamimu!" Untuk yang ke sekian kalinya Cakra menegaskan, membuat Elfara semakin tidak bisa berkutik.

"Setidaknya, Papa nggak perlu ceritakan tentang David sama pria itu!" kesal Elfa seraya melangkahkan kaki kembali, meninggalkan kedua orang tuanya tanpa menunggu penjelasan.

"Kenapa? Kamu masih ingin membela pengkhianat itu?" teriak Papanya seraya menatap Elfara yang sudah berjalan membelakanginya.

Elfara bersikap tidak peduli. Dia tampak menaiki anak tangga satu per satu dan segera mengurung diri di dalam kamarnya.

"Anak itu selalu saja membantah orang tua," gerutu Cakra beberapa saat kemudian.

"Sudahlah, Pa ... jangan terlalu dipikirkan."

Usapan lembut di bahunya, membuat Cakra membalikkan badan. Ditatapnya wanita yang sudah 25 tahun hidup bersamanya.

"Perjodohan itu bukanlah hal yang mudah untuk diterima, jadi kita juga harus bisa memahami bagaimana perasaan Elfa," tutur Riyanti seraya menatap teduh suaminya. Seketika seulas senyum pun terbit di wajahnya.

"Maksudnya, Mama juga mendukung keinginannya agar perjodohan ini dibatalkan?" Cakra menatap curiga wanita paruh baya itu, tetapi Riyanti segera menanggapi dengan senyuman yang semakin mengembang.

"Bukan begitu, tetapi setidaknya beri dia waktu untuk berpikir dan mengenal Erlan lebih jauh lagi, Pa," jelas Riyanti dengan nada sangat lembut. "Nanti Mama akan bicara dengannya baik-baik," imbuhnya kemudian.

Cakra hanya diam beberapa saat, tampak sedang berpikir. Dia kemudian mengangguk pelan, seolah-olah percaya bahwa istrinya mampu untuk membujuk putri semata wayangnya.

Semetara itu, Elfara tampak sudah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menangis sambil memikirkan apa yang telah terjadi padanya belakangan ini. Entah apa yang sedang Tuhan rencakan untuknya. Rasanya ini terlalu berat untuk dijalani.

Suara derit pintu mengalihkan perhatiannya. Tampak Riyanti tersenyum simpul sambil berjalan menghampiri.

"Ma ...." Elfara merengek, begitu Riyanti duduk di tepi tempat tidur. Dia meletakkan kepalanya di atas pangkuan sang mama.

Lagi-lagi Riyanti menanggapi dengan senyuman, lalu membelai rambut Elfara dengan sangat lembut. Berusaha menenangkan.

Walau bagaimanapun Riyanti dapat merasakan apa yang dirasakan Elfara saat ini.

"Jangan biarkan air mata ini jatuh di depan Mama." Riyanti menyeka air mata Elfara dengan tangannya. "Kamu tahu 'kan, Mama akan sangat bersedih kalau melihatmu menangis," imbuhnya.

"Papa jahat, Ma. Kalau Mama kasihan sama aku, tolong bujuk Papa untuk membatalkan perjodohan ini," jawab Elfara sambil terisak.

Sekeras apa pun Riyanti menbujuknya untuk berhenti menangis, nyatanya bulir bening itu tetap tidak bisa ditahannya. Lukanya masih belum sembuh dan perjodohan itu membuat lukanya semakin basah. Bagaimana bisa dia terlihat baik-baik saja, saat semua kebahagiaannya seolah-olah terenggut begitu saja.

"Papa tidak jahat. Beliau tahu yang terbaik untukmu, Nak," balas Riyanti membela Cakra.

Elfara pikir, kali ini sang Mama akan menjadi peri penyelamat untuknya, tetapi ternyata sama saja. Entah apa yang ada di pikiran kedua orang tuanya. Jika hanya melihat harta yang dimiliki keluarga Erlan, dia rasa David juga sama. Memiliki harta yang cukup melimpah. Bahkan, David juga termasuk ke dalam daftar pengusaha sukses beberapa tahun belakangan. Namun, mengapa kedua orang tuanya tidak pernah setuju hubungannya dengan pria itu.

"Sepertinya Erlan itu pria yang baik, ibu bisa lihat dari tatapan matanya," ucap Riyanti lagi sambil menunduk menatap wajah Elfara. Senyumannya semakin mengembang, tetapi tidak dengan Elfara yang justru memberengut kesal.

"Dia menyebalkan, Ma."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status