"Jadi kamu yang mau dijodohin sama saya?" tanya Erlan seraya menatap sinis Elfara yang duduk di hadapannya. Kini, mereka berdua tampak menempati meja lain. Sengaja memisahkan diri dari kedua orang tua mereka, atas permintaan Erlan yang beralasan ingin mengenal Elfara lebih dekat tanpa campur tangan siapa pun. Bahkan, Erlan memilih meja yang cukup jauh dengan yang ditempati oleh orang tua mereka. Elfara menghela napas berat, sebelum menanggapi pertanyaan Erlan. Pertemuan ini tentu membuatnya sedikit syok. Dia masih belum percaya jika yang dijodohkan dengannya adalah Erlan, pria menyebalkan yang bertemu secara tidak sengaja dengannya tempo hari. "To the point saja. Saya nggak setuju dijodohin sama wanita sombong kayak kamu!" celetuk Erlan yang berhasil membuat Elfara membeliak kesal. Bagaimana tidak? Sudah dicap sebagai wanita sombong, merasa direndahkan pula. Seolah-olah dirinya setuju dengan adanya perjodohan itu. "Heh, tolong ya jaga omonganmu! Kamu pikir saya setuju dijodohin sa
“Bagaimana wanita pilihan papa? Cantik, kan?” Erlan langsung menghentikan kegiatannya, begitu mendengar pertanyaan dari sang papa yang jelas mengganggu konsentrasinya dalam hitungan detik. Dia tampak menggantung sendok berisi makanan di depan mulutnya, lalu memfokuskan pandangan ke arah pria paruh baya yang duduk berhadapan dengannya. Sebenarnya, dia masih enggan untuk berbicara dengan sang papa lantaran perdebatan tadi malam yang membuat mood-nya berantakan. Bagaimana tidak? Setelah berbagai alasan dia keluarkan, nyatanya keputusan sang papa sudah bulat dan perjodohannya dengan Elfara benar-benar tidak bisa dibatalkan.Kini, lagi-lagi dia harus mendengarkan pembahasan tentang wanita itu, padahal waktu masih sangat pagi. Tidak adakah waktu lain? Atau tidak adakah pembahasan yang lebih penting daripada membahas wanita itu? begitu pikirnya. “Semua wanita cantik, nggak ada yang tampan, Pa,” jawab Erlan seraya melahap sendok makan itu dengan kesal. “Papa sedang serius, Erlan!” bentak H
Erlan tampak melangkah dengan pasti, memasuki sebuah pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Di belakangnya tampak pria berkemeja maroon yang tak lain adalah Ryan, sekretarisnya. "Kamu bisa cepetan dikit nggak?" Pria yang mengenakkan setelan kerja berwarna abu-abu itu, tampak memutar sebagian badannya ke belakang. Melirik Ryan yang berjalan terlalu santai dibandingkan dirinya. Padahal dia sedang terburu-buru karena klien yang akan meeting dengannya kali ini sudah menunggunya di salah satu resto di tempat itu. "Baik, Bos!" tegas Ryan segera mendekati Erlan yang berjarak beberapa langkah dengannya. Tampaknya dia telah siap melakukan permintaan sang atasan. Tak ada komentar apa pun lagi dari Erlan. Pria itu segera melanjutkan kembali kegiatannya yang sempat tertunda. Namun, baru tiga langkah tiba-tiba dia berhenti kembali, tepat saat mendapati seorang wanita tidak asing di depannya tengah berjalan berlawanan arah. "Kamu lagi?" Erlan membulatkan mata menatap wanita ya
"Gila! Sumpah demi apa pun tuh cowok gila banget!" umpat Elfara seraya memasuki sebuah kafe mewah. "Ngapain coba harus jauh-jauh ketemu di tempat ini? Di sana 'kan juga bisa? Kayaknya tuh orang sengaja mau ngerjain gue!" imbuhnya tak berhenti menggerutu. Sejak mendapat notifikasi pesan dari Erlan beberapa menit lalu, darah Elfara langsung naik dalam sekejap. Tidak habis pikir dengan Erlan yang memintanya untuk menunggu di kafe yang jelas cukup jauh dari tempat mereka bertemu tadi. Padahal niat dia sangat baik, hanya ingin bertanggung jawab atas kesalahan yang sudah dia lakukan. Namun, Erlan justru bersikap sangat menyebalkan, seolah-olah tidak bisa mentolelir kesalahan yang tidak sengaja dia lakukan. Andai bisa memutar waktu kembali, dia ingin sekali pertemuan dengan pria itu ditiadakan. Dia tidak ingin melihat pengkhianatan mantan kekasih dengan sahabatnya, sehingga hidupnya tidak menjadi kacau seperti sekarang ini. "Huh!" Elfara mendaratkan tubuhnya di salah satu kursi dengan
"Sa-saya—" "Kenapa? Kamu nggak bisa, kan?" pungkas Erlan memotong ucapan Elfara yang sedikit terputus-putus. Alih-alih menjawab, Elfara justru memejamkan mata sambil mengeraskan rahangnya. Sungguh hari ini sangat menjengkelkan. Entah apa yang salah dengan dirinya, seingga dipertemukan dengan pria modelan Erlan. "Aku—""Kalau mau minta maaf nggak usah sambil marah-marah." Lagi-lagi Erlan memotong pembicaraan Elfara. Tentu Elfara semakin murka. Hal itu terbukti dari tatapannya yang tajam dan membulat sempurna. Belum lagi bibirnya yang terlihat mengerucut dan sedikit bergetar seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi terpaksa ditahan. Wanita itu hanya bisa mendengkus, berusaha menetralkan perasaannya. Dalam hati ingin sekali mencaci maki pria di depannya, tetapi itu hanya akan membuat masalahnya semakin panjang. Percuma saja. Sementara itu, Erlan kembali tersenyum penuh kemenangan. Sepertinya tidak sulit untuk menaklukkan hati wanita seperti Elfara. Buktinya hari ini dia bisa me
"Jadi ini kelakuanmu di belakangku selama ini?" Sepasang anak muda tampak terkejut, ketika suara sopran tiba-tiba memecah di kamar apartemen tempat mereka berada. Keduanya tampak saling beradu pandang dengan sedikit terperangah, setelah mendapati seorang wanita bersurai panjang berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang menghunus tajam. Entah sejak kapan wanita tidak asing itu berdiri di sana. "El-Elfa?" ucap pria berkaus putih dengan mata yang membeliak sempurna. Pria yang tengah duduk bersama wanita lain di atas tempat tidur, segera bangkit dan menghampiri Elfa yang masih berdiri di tempat yang sama. Terlihat jelas tremor yang tengah menguasai tubuhnya saat ini. Tentu saja karena dia khawatir melihat amarah yang tampak jelas di wajah sang kekasih.Ya, wanita bernama lengkap Elfara Adhinata itu adalah kekasih yang sudah menemani hari-harinya selama dua tahun belakangan. Bahkan, pasalnya mereka akan segera melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat, sebagai tanda keseriusan keduan
"Arrgh! Kenapa jadi kacau begini, sih?" erang David seraya mengacak rambutnya sendiri, beberapa saat setelah kepergian Elfara dari apartemennya. Dia tidak menyangka jika sang kekasih akan datang di waktu yang tidak tepat, ketika dirinya meminta Aleena untuk mencoba memakai kalung berlian yang akan dia berikan untuk Elfara di hari ulang tahun wanita itu. Entah kesialan apa ini. Baru kali ini dia bertengkar dengan Elfara hanya karena kesalahpahaman tentang orang ketiga. Sialnya, dugaan sang kekasih tidaklah benar. Sedikit pun dia tidak memiliki niat untuk menduakan Elfara, terlebih berselingkuh dengan Aleena, sahabat yang selama ini sangat dekat dengannya dan juga sang kekasih. Ya, tentu saja. Elfara adalah satu-satunya wanita yang sangat dia cintai selama ini. Meskipun hubungan mereka masih belum mendapatkan restu dari orang tua Elfara, tetap saja dia tidak menyerah. Merasa yakin bahwa suatu saat hubungannya akan mendapatkan restu dari kedua orang tua Elfara. Bahkan, setelah dia b
"Sudah bangun kamu?" Elfara sedikit terlonjak mendengar suara bariton, saat dirinya baru saja siuman setelah tidak sadarkan diri selama satu jam. Insiden yang terjadi saat dia mencoba melarikan diri, nyaris membuatnya kehilangan nyawa. Elfara tertabrak mobil, ketika hendak menyeberang jalan. Itulah yang membuatnya pingsan dan terluka di bagian kaki, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. "Kenapa saya ada di sini?" Elfara mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. "Apa kejadian tadi membuatmu amnesia, Nona?" celetuk pria asing yang berdiri di sampingnya dengan tatapan serius, lalu tersenyum getir seolah-olah tidak merasa iba. Elfara bergeming sambil menundukkan kepala. Mengingat kembali kejadian yang terjadi sebelumnya. Sesaat kemudian, dia menatap kembali pria yang tengah mengamati wajahnya, seolah-olah sedang menunggu jawaban. Ya, wajar saja. Kecelakaan yang menimpa Elfara memang berhasil membuat pria itu ketar-ketir. Walau bagaimanapun dia memiliki andil atas kejadian ters