Share

BAB 3 TAWARAN MENIKAH

Penulis: Aleena Tan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-30 19:13:39

Bunyi hentakan sepatu heels di atas lantai marmer itu terdengar menggema memenuhi koridor hotel. Hari ini Adeline sudah memiliki janji dengan seorang client besar yang akan berinvestasi di perusahaan keluarganya. Pertemuan penting yang akan menjadi penentu keberhasilannya dalam mengembalikan kejayaan perusahaan yang sedang diambang kehancuran akibat sang mantan.

Pria itu ... pria yang sangat dia cintai. Dia sangat memercayai bahkan sampai rela memberikan harta yang paling berharga. 

Namun, sekarang Adeline harus berjuang dari bawah untuk mengambil semua haknya. Dan dia yakin bahwa dia pasti bisa membuat pria itu merasakan hal yang telah dia rasakan. Harus!

Adeline tidak akan pernah melupakan hari-hari yang kelam itu. Kematian sang ayah dan runtuhnya KRW Grup serta diceraikan oleh suami yang sudah berkhianat. Dia bertekad harus menjadi lebih kuat supaya tidak akan ada orang yang berani menipunya lagi.

Di depan pintu kamar hotel, sudah ada beberapa pria bertubuh besar yang seakan sedang menunggunya.

"Halo, saya Adeline Rothwell dari KRW Grup. Saya ada janji dengan Tuan Kane CEO Kane Global," ucap Adeline pada seorang pria yang datang mendekatinya.

Pria itu tersenyum samar dan mengangguk singkat. Kemudian mempersilakan Adeline masuk dan duduk di ruang tamu.

Ada yang berbeda dari meetingnya kali ini. Jika biasanya hanya akan dilaksanakan di ruang meeting atau ruang private di restaurant langganannya, untuk meeting kali ini dilaksanakan di sebuah kamar hotel yang bahkan bukan dalam naungan KRW Grup.

Awalnya Adeline tentu saja menolak. Dia takut jika client yang baru dikenal ini memiliki niat jahat. Namun, asisten mendiang sang ayah yang saat ini menjadi asisten pribadinya, memastikan bahwa orang ini memiliki latar belakang yang baik dan tidak akan membahayakan dirinya.

Dan di sinilah dia. Duduk di sebuah ruang tamu kamar hotel yang sama sekali belum pernah dia masuki. Beberapa pertemuan penting perusahaan memang diadakan di hotel ini. Namun, hanya sampai restaurant dan tidak sampai masuk ke dalam kamar. Itupun sebelum Adeline aktif bekerja di perusahaan.

Usianya masih sangat muda dan bahkan belum lulus kuliah. Namun, Adeline bertekad harus berjuang demi mengembalikan kejayaan perusahaan mendiang sang ayah.

Terdengar irama langkah kaki di telinga Adeline. Tak lama nampak sosok seorang pria berpakaian rapi dengan jas dan dasi. Sebagai bentuk hormat, Adeline bangkit dan tersenyum. Ini adalah kali pertama dia merasakan aura lain seiring dengan kedatangan pria itu. Adeline memang tidak pernah mengenalnya. Namun, dia merasa bahwa pria itu memiliki kekuasaan dan sudah pasti bisa menolongnya.

“Ekhem …,” Adeline berdeham untuk menyembunyikan kegugupan. “Se-selamat pagi, Tuan Kane. Saya Adeline Rothwell, CEO KRW Grup,” Adeline menyapa. Sebisa mungkin ia bersikap tenang, namun sepertinya pria itu menyadari bahwa Adeline gugup.

“Apa kamu yakin, kamu adalah CEO KRW Grup?” tanya pria itu dengan sinis.

“Iya, saya—”

“Kamu yakin, kamu adalah seorang CEO? Sikapmu sama sekali tidak menunjukkan sikap seorang CEO!”

Pria itu berjalan menuju sofa single dan duduk di sana. Kemudian mengangkat kepala angkuh dan menatap Adeline lekat. “Duduk!” perintahnya.

Meski ia sadar bahwa pria itu tidak memiliki hak untuk menyuruhnya. Status mereka adalah calon rekan kerja, bukan calon atasan dan bawahan. Namun, entah kenapa Adeline malah menuruti pria itu dan duduk sesuai yang diperintahkan.

“Apa dia benar-benar CEO KRW Grup?” tanya pria itu pada seorang pria lain yang berdiri di sampingnya. Adeline yakin bahwa pria yang berdiri itu adalah bawahannya.

Pria itu mengambil sebuah map yang diberikan bawahannya kemudian membaca isinya. Tersenyum sinis kemudian kembali melihat Adeline yang sudah berkeringat dingin.

“Kamu adalah Adeline Rothwell berusia 22 tahun. CEO yang baru saja menjabat selama setengah tahun. Kuliah di jurusan perhotelan dan bahkan belum lulus.” Pria itu menutup kembali map tersebut dan menaruhnya dengan kasar di atas meja. Menatap Valerie dengan serius dan seakan mengejeknya. “Bagaimana bisa KRW Grup memiliki CEO sepertimu?”

Adeline menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Dia harus bisa sabar menghadapi pria itu. Dia harus bisa membuktikan bahwa ia layak menduduki posisi CEO meski usianya masih muda dan minim pengalaman.

“Maaf jika mengecewakan Anda, Tuan Kane. Tapi saya memang Adeline Rotwell. Meski baru menjabat posisi CEO selama setengah tahun, tapi saya menjamin bahwa hal itu sama sekali tidak akan memengaruhi pekerjaan saya. Saya bisa membuktikan pada Anda bahwa KRW Grup tidak akan mengecewakan Anda. Saya menjamin dana yang akan Anda investasikan ke perusahaan kami akan mencapai profit yang diinginkan dan akan lebih dari yang kita targetkan.”

Terdengar sangat meyakinkan meski dalam hati, Adeline sudah sangat ketakutan. Dia khawatir jika pria itu tidak jadi menginvestasikan dana di perusahaannya karena latar belakangnya.

Adeline ingat saat dia berusaha meyakin para pemegang saham saat awal dia menjabat, itu merupakan hal tersulit namun akhirnya dia berhasil meyakinkan mereka. Tentu saja dengan batas waktu yang ditentukan. Sekarang Tuan Kane juga merasakan hal yang sama, dia yakin pasti dia juga bisa meyakinkannya.

“Hahaha ….”

Suara tawa pria itu terdengar sangat kencang dan memenuhi isi ruangan membuat Adeline tersinggung. Namun, ia tidak boleh marah yang berakibat gagalnya rencana kerja sama mereka.

Setelah tawa pria itu mereda, dengan tenang dan tetap tersenyum, Adeline memberikan sebuah map yang sudah disiapkan. Ia sudah menyiapkan berkas-berkas untuk membuat Tuan Kane yakin dengan perusahaannya. 

Adeline mulai berbicara dan mempresentasikan isi di dalamnya. Ia menerangkan dengan jelas supaya pria di depannya paham dan yakin dengan perusahaannya. 

“Ada yang ingin Anda tanyakan, Tuan Kane?” tanya Adeline.

Pria itu tersenyum samar. Ia menutup berkas tersebut dan menaruh di atas meja. Duduk bersandar tanpa melepaskan tatapan dari wajah Adeline. 

“Sudah berapa banyak investor yang berhasil kamu dapatkan?”

Lidah Adeline mendadak kelu. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan mudah yang pria itu lontarkan. 

Sejak dia menjabat sebagai CEO menggantikan mendiang sang ayah, belum ada satupun investor yang berhasil Valerie yakinkan untuk menyuntikkan dananya di perusahaan KRW Grup. Rata-rata menolak karena usia Adeline yang masih muda ditambah dengan minimnya pengalaman bekerja. Selebihnya menganggap bahwa KRW Grup sama sekali tidak memiliki harapan untuk kembali bersinar.

“Melihat kamu hanya diam saja, aku yakin tidak ada satupun orang yang berhasil kamu yakinkan untuk berinvestasi di perusahaanmu,” ucap pria itu seakan tahu. Ia tersenyum ketika mengetahui tebakannya benar. “Jika perusahaan-perusahaan itu tidak berani berinvestasi di KRW Grup, apalagi dengan Kane Global?” ucapnya menyombong.

“Tuan Kane, saya yakin tidak akan mengecewakan Anda. Perusahaan kami akan bekerja dengan keras supaya kedua perusahaan tidak akan merugi,” ucap Valerie dengan penuh keyakinan.

“Apa jaminannya?” tanya pria itu membuat Adeline kembali terdiam. “Jaminan apa yang bisa kamu berikan jika aku mau memberikan uangku?”

Adeline menundukkan kepala. Dia tidak tahu akan sesulit ini meyakinkan Tuan Kane untuk berinvestasi di perusahaannya. Tapi dia tidak boleh menyerah. Kane Global adalah satu-satunya harapan yang dia miliki. Jika di sini ia tidak memiliki peluang, maka Adeline sudah tidak tahu harus pergi kemana. Dia tidak boleh membuat kerja keras mendiang sang ayah terbuang percuma.

Valerie mengangkat kepala dengan yakin. Ia memaksa senyum walau dalam hati sudah ingin menangis. “Apa saja yang Anda inginkan. Saya pasti tidak akan mengecewakan Anda,” ucapnya dengan penuh keyakinan.

“Apa saja?” Pria itu mengulangi ucapan Adeline.

“Iya, Tuan.” Adeline mengangguk yakin.

“Menikahlah denganku.”

Deg!

Adeline terbelalak mendengar perkataan pria itu. Sekelilingnya bagai redup seakan tanpa penerangan lampu. Rasanya hampir sama seperti ketika ia mendengar kabar sang ayah sudah tiada. Dalam kegugupan dan kebingungan, Adeline tetap bersikap tenang dan tidak gegabah.

“Sepertinya Anda salah bicara Tuan—”

“Saya sama sekali tidak salah bicara. Saya sadar dengan ucapan saya.” Leonard bangkit dan hendak pergi dari sana tanpa kejelasan mengenai kerja sama kedua perusahaan. Ketika tubuhnya hendak menghilang dari balik pintu kamar hotel, ia berbalik dan melihat Adeline yang menunduk kepala. “Tidak perlu terburu-buru Nona Rothwell. Saya akan memberikan waktu 24 jam supaya Anda bisa memutuskan.”

Bersambung~~ 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 181 MEMERIKSAKAN KANDUNGAN

    "Tuan Leo? Kenapa Anda pergi? Bukankah istri Anda belum saya periksa? Kasihan nanti jika istri Anda tidak melakukan pemeriksaan kandungan hanya karena keegoisan Anda," ucap Alexi memanas-manasi Leo.Adeline tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Tapi melihat ekspresi wajah Leo yang sangat kesal dan penuh dengan amarah membuat dia yakin bahwa mungkin ada sesuatu yang terjadi antara Leo dan dokter itu yang bernama Alexi.Leo menolehkan kepala ke arah Adeline. Dia tersenyum pada istrinya itu dan memberikan usapan lembut di pipinya."Apakah tidak apa-apa jika kita melewatkan pemeriksaan kandungan hari ini?" tanya Leo dengan lembut.Adeline tersenyum pada Leo. Dia lalu menganggukkan kepala dan berkata, "Kita bisa mencari rumah sakit lain yang memiliki seorang dokter wanita seperti yang kamu inginkan. Aku akan selalu mengikuti keinginanmu."Senyuman Leo semakin lebar ketika melihat Adeline yang mengerti dengan perasaannya. Padahal ist

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 180 DOKTER PRIA

    Adeline terkekeh melihat gurauan sang suami. Lalu dia menganggukkan kepala dan menunggu Leo melanjutkan ucapannya."Jadi, tadi ketika aku sedang duduk di meja kerjaku, laptopku sedang menyala. Aku sedang bekerja dengan serius saat itu. Hingga tiba-tiba sebuah gambar wajah seorang wanita cantik hadir dalam benakku."Terlihat Adeline yang kesal dengan perkataan pilihan padanya. Dia sangat kesal dengan Leo yang membicarakan wanita lain di saat sedang bersamanya."Jika kamu ingin membicarakan tentang wanita itu, maka jangan dilanjutkan! Aku tidak ingin mendengarkan apapun mengenai wanita itu!"Adeline bangkit dari tidur namun ditahan oleh suaminya itu. Leo langsung berpindah posisi hinggap yaitu berada di atasnya."Aku belum selesai berbicaranya, Sayang," ucap Leo dengan lembut seraya mengusap puncak kepala Adeline."Baiklah! Silakan lanjutkan ucapan," ucap Adeline mempersilakan sang suami."Aku mencoba menahan diriku tapi ternyata aku tetap merindukannya meski aku sudah berada di depanny

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 179 BERMALAM BERSAMAMU

    Membuat wanita itu merasa malu karena perutnya tidak bisa diajak kompromi.Sedangkan Leo tentu saja merasa lucu dengan tingkah apa adanya yang ditunjukkan oleh istrinya."Kamu lapar? Mau pasta?" tanya Leo.Adeline menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Leo.Pria itu menggulung lengan kemejanya dan mulai membuat makan malam untuk mereka. Melihat sang suami yang baru saja pulang dan langsung membuatkan makan malam untuknya, ditambah suaminya itu belum sempat mengganti pakaian, membuat Adeline semakin merasa tidak enak."Apakah tidak apa-apa?" tanya Adeline pada Leo yang masih sibuk dengan urusan perdapuran."Tidak apa-apa, apanya?" tanya Leo tidak mengerti."Itu ... kamu baru saja pulang yang dan belum beristirahat. Tapi, kamu malah menyiapkan makan malam untukku. Padahal harusnya aku juga menyiapkan makanan untukmu," ucap Adeline sedikit merasa malu."Memang kenapa jika aku yang menyiapkannya? Aku senang memasakkan makanan untukmu. Aku senang ketika kamu mau makan apapun

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 178 SUDAH BERBAIKAN

    Entah apa yang membuat Adeline ragu untuk mengatakan bahwa dirinya sedang marah pada Leo. Padahal sebelumnya Adeline sangat yakin dengan saran yang dikatakan oleh Anna.Adeline berdiri bersandar di balik pintu kamar. Seketika dia merasa takut jika bertemu dengan suaminya."Aku ini kenapa, sih? Kenapa malah jadi tidak ingin bertemu dengannya? Padahal sebelumnya aku ingin melihat terus di sini bersama aku. Sekarang aku malah ingin pria itu pergi."Adeline menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Seketika itu juga Adeline langsung naik ke atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Ceklek!Pintu kamar terbuka. Adeline bisa merasakan langkah kaki mendekat ke arah ranjang. Beberapa saat kemudian, dia juga merasakan sisi sebelahnya yang seakan sedang diduduki. Tentu saja Adeline mengira bahwa itu adalah Leo. Karena hanya ada dirinya dan pria itu di dalam apartem

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 177 AKHIR DARI ARASY

    "Kamu pikir aku takut dengan ancamanmu? Aku tidak pernah takut dengan siapapun! Bahkan aku tidak pernah takut jika harus berhadapan dengan Kane Global! Aku tidak peduli dengan perusahaan yang menjadi top 3 perusahaan paling besar di Eropa. Aku tidak pernah takut pada—"KRINGGG! KRINGGG!Telepon kantor yang ada di meja Adrian tiba-tiba berbunyi. Membuat pria itu menghentikan ucapan yang akan dia katakan pada Leo.Smirk tipis muncul di bibir Leo, pandangannya tajam mengarah tepat ke iris hitam pria paruh baya itu.Awalnya Adrian ragu untuk menjawab. Namun, karena telepon itu terus berdering akhirnya dia menjawab panggilan itu.Adrian mengangkat telepon dengan kedua mata yang masih menatap Leo. Nampak senyuman pria itu yang begitu menakutkan untuknya. Seketika dia memiliki perasaan yang tidak enak tentang panggilan yang akan diterima."Ya," ucap Adrian sembari terus memperhatikan Leo. Seketika kedua mata Adrian terbelalak ke

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 176 KEHANCURAN QUEENRYSA GROUP

    "Sebenarnya, aku meminum semua obat itu. Tapi, setelah meminumnya aku akan masuk ke dalam kamar mandi dan mulai memuntahkan semua isi perut ku. Aku tidak tahu kenapa aku lakukan itu. Seperti yang aku katakan sebelumnya bahwa aku hanya ingin anak ini tidak lahir ke dunia."Alice menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia harus banyak-banyak bersabar ketika mendengarkan cerita dari Adeline.Berulang kali dia berkata pada diri sendiri bahwa yang dilakukan oleh Adeline adalah hal yang wajar. Setiap wanita yang sedang depresi pasti akan melakukan hal yang di luar nalar manusia normal pada umumnya."Sekarang kamu sudah tahu bahwa yang kamu lakukan itu adalah percuma. Apakah kamu masih mau untuk tidak meminum obatmu?" tanya Alice dengan lembut.Adeline menggelengkan kepalanya. Dia sadar bahwa sebenarnya yang membutuhkan obat-obatan itu adalah dirinya sendiri. Karena itu dia akan mulai membiasakan diri untuk meminum kembali obat-obatan itu.Alice tersenyum menyadari bahwa Adelin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status