"Ekhem …." Deheman Haidar sukses membuat Alexander tak menatap Camila lagi.
Sedangkan Camila memberikan ratatouille yang diinginkan Adeline. "Makanlah, Nak," ucapnya dengan lembut.
Awalnya Adeline agak ragu untuk memakan makanan itu, namun ketika melihat wajah teduh sang kakek, akhirnya dia mulai menyantap hidangan makan malam tersebut.
"Jika ingin menambah, bilang saja, ya. Sayang," ujar Camila.
Meski sempat bersitegang untuk beberapa saat, akhirnya makan malam itu berjalan lancar. Ketika Haidar sudah sampai pada beberapa suapan terakhir, barulah Leo datang dan bergabung bersama.
"Ajarkan istri kamu untuk lebih menghormati orang yang lebih tua," ucap Alexander ketika Leo baru saja duduk.
"Memang Adeline kenapa, Yah?" tanya Leo heran.
"Dia sudah bersikap—"
"Alexander!" panggil Haidar pada putranya.
Hanya dengan tatapan saja, sudah bisa membuat Alexander diam dan tidak melanjutkan perkataannya.<
Adeline tentu saja terkejut dengan kejadian itu. Namun, hatinya merasa hangat di saat yang bersamaan. Adeline tersenyum sambil menggigit bibir bawah. Kemudian dia berbaring di samping Leo dengan kedua tangan yang memeluk tubuh pria itu dengan erat.Namun, hal yang dia lakukan malah semakin membuat Leo mempererat pelukan mereka. Bahkan pria itu berulang kali melayangkan kecupan di bibir serta dahi Adeline. Membuat wanita itu tersipu dan menenggelamkan wajah di dada sang suami.Setelah beberapa saat, barulah mereka kembali tertidur dengan damai.Adeline memegang wajah dengan kedua tangan. Mengingat hal itu saja sudah membuat wajahnya terasa panas. Dia yakin saat ini wajahnya pasti memerah. Adeline mengatur nafasnya supaya dia tidur tertawa saking senang dengan perlakuan Leo saat itu.Bertepatan dengan itu, tiba-tiba Leo keluar dengan handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya. Menampilkan dada bidangnya dan perut bermotif kotak-kotak kesukaan p
Leo mendudukkan Adeline di tepi ranjang. Dia lalu menidurkan istrinya itu dan menarik selimut sampai batas dada."Kamu tidak tidur?" tanya Adeline ketika melihat Leo tidak berbaring di sampingnya."Ada pekerjaan yang harus dikerjakan," ucap Leo sambil mengusap lembut puncak kepala sang istri."Oh? Ya, sudah. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu," ucap Adeline merasa tidak enak Jika karena dia. Leo sampai mengabaikan tanggung jawabnya."Tidak apa-apa. Aku akan bersamamu sebentar sampai kamu tertidur." Leo tidak benar-benar memiliki pekerjaan. Dia sengaja hanya duduk di tepi ranjang karena khawatir dirinya akan lepas kendali."Aku benar-benar tidak apa-apa, Leo. Kamu bisa lanjutkan pekerjaanmu," timpal Adeline. Dia benar-benar akan merasa tidak enak."Sudah, kamu tidak usah khawatir. Sekarang kamu pejamkan saja kedua matamu. Nanti setelah kamu tertidur, aku akan bekerja," ujar Leo.Adeline tak lagi berdebat dengan Leo. Dia berpikir jika terus berdebat hanya akan memperlambat dirinya terlelap
"Ekhem …." Deheman Haidar sukses membuat Alexander tak menatap Camila lagi.Sedangkan Camila memberikan ratatouille yang diinginkan Adeline. "Makanlah, Nak," ucapnya dengan lembut.Awalnya Adeline agak ragu untuk memakan makanan itu, namun ketika melihat wajah teduh sang kakek, akhirnya dia mulai menyantap hidangan makan malam tersebut."Jika ingin menambah, bilang saja, ya. Sayang," ujar Camila.Meski sempat bersitegang untuk beberapa saat, akhirnya makan malam itu berjalan lancar. Ketika Haidar sudah sampai pada beberapa suapan terakhir, barulah Leo datang dan bergabung bersama."Ajarkan istri kamu untuk lebih menghormati orang yang lebih tua," ucap Alexander ketika Leo baru saja duduk."Memang Adeline kenapa, Yah?" tanya Leo heran."Dia sudah bersikap—""Alexander!" panggil Haidar pada putranya.Hanya dengan tatapan saja, sudah bisa membuat Alexander diam dan tidak melanjutkan perkataannya.
"Ekhem …."Leo berdehem untuk menghalau pikirannya yang mulai kotor. Dia tidak boleh terburu-buru melakukan hal itu. Dia tidak ingin Adeline mencapnya sebagai laki-laki berpikiran kotor walau sejak tadi dia sudah berpikir ke arah sana."Ini, pakailah!" Leo menyodorkan handuk itu pada Adeline.Adeline menerima handuk itu dan mulai membalut tubuhnya. Ketika akan membuka kain bagian bawah, dia melirik Leo dengan tajam."Berbaliklah!" perintahnya."Sudah terlihat dengan jelas," ujar Leo yang lebih mirip dengan sebuah gumaman hingga Adeline tidak bisa mendengar dengan jelas. Dia berbalik mengikuti keinginan sang Istri."Kamu bilang apa?" tanya Adeline."Bukan apa-apa. Cepatlah!" desak Leo."Kamu keluar saja. Aku sudah bisa sendiri " ucap Adeline setelah selesai melepas pakaian dalamnya."Sudah selesai?" tanya Leo seraya berbalik."Kan, aku sudah bilang untuk kamu keluar duluan saja," ucap Adeline."Tidak apa-apa," balas Leo.Dia berjalan mendekati Adeline dan secara tiba-tiba tubuh Adeline
Adeline hanya bisa pasrah dan menikmati setiap sentuhan yang Leo berikan.Kecupan pria itu di bibir dan keningnya, bagai candu yang membuatnya menginginkan lebih dari pada ini.Namun, dia teringat bahwa mereka baru saja pergi dari sebuah pemakaman. Ketika tangan Leo menelusup masuk ke dalam kain penutup tubuh Adeline, dia mendorong pria itu untuk menghentikan kecupan panas yang Leo ciptakan.Keduanya terengah karena permainan bibir yang Leo ciptakan. Adeline juga hampir saja kehabisan oksigen karena pria itu seakan tidak memberikan dia ruang untuk bernapas."Maaf ...." Leo memberikan kecupan-kecupan kecil di bibir sang istri. Kemudian dia menempelkan kening mereka dan saling beradu nafas satu sama lain.Adeline hanya diam saja mendengar permintaan maaf Leo. Dia juga sedikit malu karena tidak bisa menahan dirinya."Kamu tidak menjawab pertanyaanku," ucap Adeline ketika teringat dengan pembicaraan mereka sebelumnya.Leo tersenyum dan langsung mengangkat tubuh Adeline untuk duduk di pang
"Seperti ini bagaimana?" tanya Haidar bingung."Bercanda dan tertawa seperti sekarang. Tapi, sepertinya ada orang lain yang seharusnya berada di sini." Adeline mencoba mengingat siapa orang itu namun dia tetap tidak bisa mengingatnya.Haidar dan Camila saling berpandangan sedangkan Leo hanya bisa menundukkan kepala karena merasa sedih dan mengerti maksud dari yang Adeline katakan.Sore harinya mereka mengajak Adeline untuk datang ke San Diego Park. Sebuah pemakaman milik pribadi dan yang pertama kali memadukan konsep pemakaman elegan forest lawn dengan kebudayaan negara. Makam yang Juga menjadi semacam ikon di kalangan masyarakat kelas atas."Kakek, kenapa kita kesini?" tanya Adeline bingung.Haidar hanya tersenyum sebagai jawaban.Dia ingin membiarkan cucunya itu mengerti dengan sendirinya.Tidak mendapatkan jawaban dari sang kakek, Adeline beralih pada Leo. Dengan hati yang penuh dengan rasa penasaran, dia bertanya pada suaminya itu."Leo, kita akan kemana?" tanya Adeline."Nanti ka