Share

007 Kegagalan Malam Pertama

“Mau kemana?” tanya Sukma dengan wajah bingung, melihat Fikri yang sesaat setelah selesai mandi malah hendak pergi.

“Saya masih ada urusan di luar, kamu tidur duluan saja.”

‘Hah?’ Sukma terbengong, menatap kepergian Fikri dengan dahi mengernyit. ‘Bukannya harusnya kita malam pertama-an? Bukan berarti gue ngebet, tapi normalnya kan gitu? Apa dia nggak normal?’

“Astagfirullah,” gumam Sukma sambil memukul kepalanya pelan. “Mikir apa sih gue, bagus kalau misalkan tuh cowok kagak ngebet gituan. Lagian gue juga cape, belum nyiapin mental juga.”

Sukma menghela nafas seraya membaringkan tubuhnya di kasur. “Tapi, aneh banget nggak sih?” tanyanya pada diri sendiri. “Biasanya cowok bakal ngebet banget kalau udah sah walaupun nggak suka? Gitu kata temen kantor gue.”

Ekor mata Sukma beralih pada jam di dinding yang menunjukkan pukul 11 malam. ‘Urusan apa tengah malem gini?’ Batin Sukma yang membuat dahinya mengerut semakin dalam. ‘Bodo ah,’ kesalnya. ‘Bukan urusan gue.’

Dengan pikiran yang dipenuhi prasangka, Sukma tidak bisa tertidur hingga pukul 1 malam. Namun karena badannya terlalu lelah setelah resepsi, di detik berikutnya gadis itu mulai tertidur dengan pulas dan kembali bangun saat subuh tiba.

***

Seminggu telah berlalu, Sukma semakin dibuat kebingungan kala Fikri tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Meski awalnya gadis itu menerima karena Fikri terus saja menyebut dirinya tengah sibuk, namun lama kelamaan ia juga merasa sangat kebingungan.

Bukan hanya persoalan tidak menyentuhnya yang mengganggu pikiran Sukma, Fikri bahkan jarang pulang ke rumah dan hanya menengoknya sesekali saja.

“Sudah mau pergi lagi?” tanya Sukma yang bingung kala Fikri sudah bersiap untuk pergi, namun terhenti saat Sukma melemparkan pertanyaan itu.

“Iya,” jawabnya santai. “Akhir-akhir ini saya sangat sibuk, jadi tidak bisa lama di rumah.”

‘Itu lagi alasannya,’ batin Sukma yang terlihat mulai kesal.

“Sibuk? Soal pekerjaan lagi?” tebak Sukma yang ia sendiri terlihat tidak begitu yakin dengan pertanyaannya.

“Iya, memang apalagi?”

Kembali Fikri hendak pergi, namun Sukma segera menyusulnya. “Memang sesibuk apa sampai tiga hari baru balik ke rumah?”

Fikri terdiam, menatap Sukma dengan wajah ragu. “A-ada proyek baru yang akan diluncurkan, jadi saya sangat sibuk mengarahkan. Kamu tidak perlu khawatir, saya akan pulang dan tidur di rumah jika pekerjaannya sudah lebih ringan.”

Meski merasa tidak percaya, namun Sukma memilih menganggukan kepalanya. Ia  tidak banyak berkomentar kala Fikri, dibantu seorang pria yang selalu membuntutinya, membawa beberapa helai pakaian untuk di kantor.

Sesuai dengan janjinya, setelah dua minggu berlalu, Fikri lebih sering tidur di rumah. Namun ada hal yang membuat Sukma lagi-lagi terlihat kebingungan, pasalnya Fikri tidak pernah mau tidur sekasur dengannya dan memilih tidur di sofa atau di kamar lain.

‘Ini dia niat nikah sama gue nggak, sih?!’ Kesalnya. ‘Bukannya gue ngebet pengen malam pertama, tapi….’ Sukma mencoba menenangkan pikirannya yang mulai menebak-nebak mengapa Fikri bersikap aneh seperti itu.

Mata Sukma terus melirik ke arah Fikri, pria yang kini sudah mengenakan pakaian tidur dan menggelar bantal dan guling di sofa kamar yang cukup ditiduri dua orang. Tidak lupa, ia juga telah menyiapkan selimut untuk dirinya.

“Kenapa tidak tidur di kasur?” tanya Sukma yang mulai merasa jengkel melihat setiap adegan yang dilakukan Fikri, seperti tidak merasakan kehadirannya.

Spontan kepala Fikri menoleh, menatap Sukma dengan wajah bingung. Melihat Fikri yang menatapnya kebingungan, Sukma mendengus. 

‘Harusnya gue yang nampilin wajah gitu! Bukan sebaliknya!’ Kesal Sukma dalam hati.

“Saya sedang tidak ingin tidur di kasur,” jawabnya dengan begitu enteng.

‘Alasan apaan tuh?!’ Gigi Sukma mulai beradu karena kesal. 

“Dari kemarin selalu beralasan itu? Yakin bukan karena ada saya? Atau Anda jijik tidur sekasur dengan saya? Apa saya harus tidur di kamar lain? Atau tidur di sofa biar Anda mau tidur di kasur, iya?” nada suara Sukma mulai meninggi, terdengar jelas ia emosi.

“Bukan begitu,” Fikri terlihat kebingungan. “Saya….” Fikri menghela nafas, kemudian mengambil bantal dan selimut yang sudah ditatanya.

Tanpa banyak kata, pria itu langsung beranjak dan pindah ke kasur. Hal itu tentu membuat Sukma senang sekaligus kebingungan, pasalnya Fikri meletakan guling yang dibawanya di tengah antara dirinya dan Sukma.

‘Apa-apaan nih?!’ Dahi Sukma mengernyit. ‘Kenapa harus dikasih pembatas segala?’ Batinnya bertanya-tanya.

“Tolong jangan protes lagi, saya sudah sangat lelah dan ingin beristirahat.”

Sukma mendengus, menatap tidak percaya pria yang sudah mulai berbaring di sampingnya dengan posisi membelakanginya. Gadis itu mendesis, kemudian ikut berbaring seraya membelakangi tubuh pria yang kini mulai memejamkan matanya.

‘Ah, kesel!’ serunya Sukma dalam hati. ‘Ini udah berapa minggu sejak nikah? Kok gue kayak dianggurin gini, sih? Bukannya dia yang dulu pengen nikah cepet-cepet, kenapa malah gini!’ Gerutu Sukma dalam hati yang terus berlangsung hingga ia tidak bisa tertidur karena saking kesalnya.

‘Kayaknya mimpiin tuh cowok bukan pertanda baik!’ kesal Sukma.

***

“Kenapa Anda nggak mau nyentuh saya?” tanya Sukma akhirnya yang sudah tidak tahan karena terus diabaikan selama lebih dari 5 minggu.

Setelah menguatkan tekad karena terus dihantui prasangka yang semakin lama semakin mengerikan, di Minggu pagi yang kebetulan Fikri tidak bekerja, Sukma memutuskan untuk menanyakan pertanyaan yang selama ini ingin ditanyakannya.

“Maksud kamu?” Fikri malah terlihat kebingungan, gelas berisi air mineral yang hendak diminumnya diletakan di meja dapur.

“Saya sudah lama menahan untuk tidak bertanya persoalan ini karena tahu jika Anda sangat sibuk,” jelas Sukma. “Tapi lama kelamaan saya malah terus berprasangka buruk kepada Anda, karena setelah terlihat tidak sibuk pun Anda….” Sukma menjeda kalimatnya. “Masih tidak menyentuh saya,” lirihnya.

Fikri hanya diam, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sesaat kemudian ia menghela nafas, menatap Sukma dengan ekspresi tenang.

“Kamu ingin saya sentuh?”

“Bukan begitu,” jawab Sukma cepat. ‘Ish, nih cowok. Pura-pura bego apa emang nggak ngerti,’ kesalnya. “Itu bukan inti pertanyaan saya.”

“Terus apa?” tanya Fikri seraya meminum air di gelas yang tadi sempat diletakan di meja. “Bukannya inti pertanyaan kamu tentang saya yang sama sekali tidak menyentuh kamu.”

“Saya ingin menanyakan alasannya, bukan ingin disentuh.”

“Apa bedanya?” balas Fikri dengan santai, ia melangkah mendekati Sukma yang mulai terlihat sangat kesal. “Tidak ada alasan apapun selain mood saya yang sedang tidak ingin menyentuh kamu.”

“Sedang tidak ingin?” sarkas Sukma. “Hanya itu?”

Lagi-lagi Fikri terdiam, menatap mata Sukma yang terlihat marah mendongak menatapnya. ‘Jika saya menyentuh kamu,’ batin Fikri. ‘Berarti saya harus bertanggung jawab penuh atas perbuatan itu, saya tidak mau itu.’

“Memangnya ada alasan lain? Kamu berharap saya memiliki alasan lain?” tanya Fikri dengan begitu santai membuat gadis di hadapannya terlihat semakin kesal.

Terlihat jelas di mata Fikri, jika Sukma sangat marah kali ini. 

“Apa Anda g*y?” tanya Sukma akhirnya, sebuah prasangka liar yang sebenarnya tidak mau ditanyakan.

Pupil mata Fikri melebar, kali ini wajahnya yang terlihat kesal. “Kenapa kamu berpikir seperti itu?”

“Saya dengar banyak pria seperti itu yang menikah dengan wanita hanya untuk menutupinya, bukankah Anda salah satunya?” tanya Sukma dengan wajah begitu serius.

Fikri mendengus, ia benar-benar merasa terhina mendengar prasangka Sukma yang satu itu. 

“Jika Anda tidak menjawab, berarti benar?” Sukma memastikan.

“Hentikan pemikiran liar kamu,” desis Fikri. “Saya bukan orang seperti itu, saya masih normal.”

“Mana ada pria normal yang meninggalkan istrinya sendirian saat malam pertama, tingkah Anda sangat tidak wajar.”

Tangan Fikri mengepal kuat, menampilkan buku jarinya yang memutih. Tatapannya begitu tajam menatap Sukma, gadis yang kini dengan santai menampilkan wajah seakan menyatakan bahwa prasangkanya benar.

Tanpa banyak kata, Fikri langsung mendekatkan wajahnya dan mendaratkan sebuah ci*man yang membuat Sukma memberontak kuat. Tangannya digunakan untuk mengunci pergerakan tubuh gadis itu, hingga membuat Sukma tidak berdaya dan hanya mengerang seraya terus mencoba mendorong tubuh Fikri yang menempel erat dengan tubuhnya.

Narubi

Like, komen, and share. Update akan rutin, seminggu 3 bab (Senin, Rabu, dan Sabtu). Maaf karena minggu lalu hanya update sehari saja, sedang sibuk sekali di dunia nyata. Terimakasih dan maafkan.

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status