Hampir dua minggu.Sudah dua minggu sejak ia menyandang status "istri", tapi satu sentuhan pun belum pernah diterima. Bukan karena Sukma jual mahal. Justru sebaliknya—ia sudah mencoba segala cara agar terlihat lebih… istriable.Tapi Fikri? Masih sama. Dingin. Jaga jarak. Bahkan makin hari, makin seperti sedang menghindar.Pagi itu, Sukma menyiapkan sarapan seperti biasa. Telur dadar, tumis buncis, dan teh hangat. Ia sengaja bangun lebih pagi, berharap bisa duduk makan bersama Fikri—meski hanya sepuluh menit.Tapi saat ia meletakkan piring di meja makan, pintu kamar Fikri terbuka, dan pria itu keluar dengan setelan kerja lengkap, rambut sudah disisir, jam tangan sudah melingkar."Aku buru-buru, ada rapat jam delapan," katanya cepat sambil mengambil jas.Sukma refleks membuka mulut. “Tapi... aku udah—”"Aku udah pesan kopi di kantor,” potong Fikri datar. Lalu pergi.Pintu tertutup. Sunyi. Dan telur dadar itu terasa seperti hiasan di museum—tak tersentuh, tak berguna.Sukma menatap piring
Last Updated : 2022-10-10 Read more