Share

Part 4.

Tak terasa sudah satu bulan saja Ara tinggal di Jakarta, selama satu bulan itu pula, Ara menuruti dan mematuhi pesan Omnya. Ara tidak keluar apartemen, jika tidak ada hal yang sangat penting. Namun, akhir akhir ini ia selalu keluar untuk melamar pekerjaan. Ara berfikir ia perlu bekerja agar tidak merepotkan Mars terus menerus. Walaupun Mars Omnya, tetap saja Ara merasa tidak enak karena terlalu bergantungan.

Seperti hari ini, Ara baru saja melamar pekerjaan di salah satu restoran makanan khas Jepang, dan kali ini lamarannya di terima. Ia pun memutuskan untuk pulang saat jam menunjuk angka sembilan malam. Namun, saat akan pulang. Ara tidak menemukan kendaraan apapun, dengan terpaksa ia berjalan kaki dan berharap di jalan ia mendapatkan taksi atau gojek. Tetapi sudah setengah jam ia jalan kaki, Ara tak kunjung mendapatkan taksi.

Ara berhenti di tepi jalan, mengistirahatkan kakinya yang tampak pegal karena jalan kaki terlalu lama. "Huft ... Apakah tidak akan ada taksi yang lewat?" Gumam Ara menatap sekelilingnya.

15 menit, Ara duduk di sana. Tetap saja tidak ada satupun kendaraan yang lewat. Ara pun menyerah dan memutuskan untuk meneruskan kembali langkahnya. Namun, saat beberapa langkah, Ara di kejutkan dengan kedatangan laki-laki yang tengah mabuk berat. Ara mencoba tenang dan melewati laki-laki itu. Tetapi tangannya di cekal dengan erat oleh laki-laki itu, Ara memberontak dan menepis tangan tersebut. Namun, tenaganya kalah besar dengan tenaga laki-laki itu.

"Tolong, lepaskan tangan saya, Tuan."

"Ara? Kau Ara bukan?" tanya laki-laki itu dengan sempoyongan.

Mendengar namanya disebut, Ara memberanikan menatap wajah laki-laki itu. "Hasbi?" petik Ara dengan terkejut. Ia tak menyangka kalau dirinya akan di pertemukan kembali dengan Hasbi.

"Jadi benar kau Ara?" tanya Hasbi sekali lagi.

"Tuan, tolong lepaskan saya. Saya ingin pulang," mohon Ara dengan wajah memelas.

"Tidak semudah itu! Setelah aku susah payah mencarimu selama satu tahun ini, kau dengan gampangnya bilang ingin di lepaskan? Oh, tidak semudah itu, Sayang." Ucap Hasbi.

Tanpa menunggu lama lagi, Hasbi segera membawa Ara ke kedalam mobilnya. Di dalam sana, Ara terus memberontak dan meminta untuk di turunkan. Namun, Hasbi seakan tuli dan tak menuruti apa yang di ucapkan Ara. Hasbi terus melajukan mobilnya menuju hotel, karena yang di pikirannya adalah memiliki Ara seutuhnya.

Sesampainya di hotel, Hasbi menyeret Ara dan membawanya ke salah satu kamar hotel yang telah ia pesan. Sedangkan Ara yang dibawa ke hotel semakin ketakutan, ia bukan gadis polos yang tidak tau apa yang di lakukan lawan jenis jika ke hotel.

"Tuan, tolong lepaskan saya." Mohon Ara dengan wajah memelas, bahkan air matanya tak berhenti mengalir saking takutnya.

"Tidak akan!" Hasbi menghempaskan tubuh Ara ke atas kasur dan segera menindih nya.

"Kau sangat cantik," puji Hasbi saat melihat wajah Ara dari dekat. Sedangkan Ara memalingkan wajahnya agar tidak menatap Hasbi.

"Tuan, tolong lepaskan saya."

"Kenapa kau sangat ingin aku lepaskan? Aku tidak akan menyakitimu," balas Hasbi.

"Tidak menyakitiku? Lalu, ini apa kalau bukan menyakitiku?" sinis Ara menatap tajam pada Hasbi.

"Aku tidak menyakitimu, justru aku akan memberimu kenikmatan." Ucap Hasbi dengan menyeringai.

Tanpa menunggu lama, Hasbi segera melumat bibir merah muda itu. Ara mencoba memberontak, namun tenaganya kalah besar. Yang bisa Ara lakukan hanya menangis dan berdoa semoga ada orang yang menolongnya saat ini juga. Walaupun sedikit mustahil, mengingat hotel itu memiliki pasilitas cukup ketat.

Keesokan harinya, Hasbi tampak mengerjapkan matanya dengan perlahan. Pusing di kepalanya, membuat ia tidak menyadari keadaannya saat itu tengah telanjang. "Sial, kemarin aku mabuk terlalu berat." Umpatnya.

Saat akan beranjak dari kasur, Hasbi dibuat terkejut dengan keadaannya yang tampak polos tanpa sehelai benang pun. Ia pun segera membalikkan tubuhnya, dan mendapati punggung mulus seorang wanita. "Sial, apa yang telah aku lakukan."

Dengan cepat Hasbi mendudukkan dirinya dan mencoba mengingat ingat kembali apa yang sudah terjadi padanya semalam. Kepingan demi kepingan mulai Hasbi ingat, tak lama ia memukul kepalanya sendiri setelah mengingat semuanya.

"Eghhh ...." Ara melenguh dan mulai membuka matanya. Ia menatap sekelilingnya dan saat mengingat sesuatu, ia langsung menangis. Kehormatannya yang sudah ia jaga selama 21 tahun, dirampas begitu saja oleh Hasbi yang tengah mabuk.

"Ara, aku minta–" Hasbi tak meneruskan ucapannya saat Ara menyuruhnya diam dengan isyarat tangan.

Saat tidak lagi mendengar suara Hasbi, Ara beranjak dari kasur dan pergi menuju kamar mandi. Hasbi yang di tinggal begitu saja, hanya mampu menghela nafasnya dengan kasar. Kesalahannya semakin besar pada Ara, rasa bersalah itu semakin memuncak. Niat ingin memperbaiki semuanya, malah ia yang menghancurkan semuanya.

Ara keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapih nya, ia segera mengambil tas miliknya di atas nakas dan berjalan menuju pintu keluar. Namun, saat akan membuka pintu itu. Sebuah tangan mencegahnya, dan menariknya agar masuk kembali.

"Ara, menikahlah denganku." Tegas Hasbi.

"Aku tidak ingin menikah dengan pengecut seperti mu." Tolak Ara dengan tegas pula.

"Bagaimana kalau kau mengandung anakku nanti?" tanya Hasbi mencoba menakut-nakuti Ara agar mau menikah dengannya.

"Aku akan membesarkannya seorang diri, tidak perlu tanggungjawab darimu." Sarkas Ara.

"Tapi dia juga anakku," tegas Hasbi.

"Aku belum tentu hamil, jadi jangan khawatir. Kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu," balas Ara dengan tenang. Namun, berbeda dengan hatinya yang tengah ketar-ketir membayangkan jika apa yang di ucapkan oleh Hasbi itu menjadi kenyataan.

"Tapi–"

Brak....

Pintu hotel itu di dobrak oleh seorang keamanan, disana juga tampak nyonya Gina dan Angel, tunangan Hasbi. Kedua wanita itu masuk dengan raut wajah berbeda-beda, jika nyonya Gina tampak marah. Berbeda dengan Angel yang terlihat lebih tenang, walaupun dalam matanya terpancar kekecewaan.

"Dasar wanita jalang! Apa kau belum puas membuat putraku kesulitan hah?! Apa 9 tahun yang lalu belum bisa membuat kau merasa puas menghukum putraku?"

Ara hanya diam tak mengerti apa yang diucapkan oleh wanita asing di hadapannya itu, tapi yang jelas ia tau bahwa wanita di hadapannya itu memiliki dendam yang sangat besar padanya.

Tiba-tiba nyonya Gina merogoh tas miliknya dan mengeluarkan sebuah cek, lalu menyerahkannya pada Ara.

"Butuh berapa uang? Tulis disana, dan saya harap kau bisa pergi dari kehidupan Hasbi selamanya." Ucap Nyonya Gina dengan angkuh.

Ara yang merasa terhina langsung merampas cek itu dan menyobeknya menjadi potongan kecil. "Aku tidak butuh uang dari-Mu, Nyonya. Dan ingat satu hal bahwa aku bukan lah wanita jalang, hanya saja anakmu yang brengsek itu telah meniduri ku dan memaksaku untuk melakukan hal itu."

Setelah mengatakan hal itu, Ara pergi dari sana dengan hati yang tak menentu. Antara sedih, marah dan sakit hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status