Satu tahun kemudian.
Di hotel bintang lima, tampak banyak sekali orang berlalu lalang untuk mengucapkan selamat pada Hasbi. Karena malam ini, Hasbi resmi bertunangan dengan Angel, kekasihnya. Ya, Hasbi memutuskan untuk menerima tawaran Mamanya, setelah Ara pergi satu tahun lamanya. Namun, Hasbi juga tidak menyerah dan tetap mencari keberadaan Ara, walaupun kini ia sudah memiliki tunangan."Sayang," Angel menepuk pelan tangan Hasbi yang tampak melamun, dan tidak menikmati acara pertunangan mereka. Padahal Angel sangat tahu, bahwa Hasbi sangat mencintainya."Ada apa?" tanya Hasbi mencoba fokus."Kau tidak senang?" ucap Angel berbalik tanya.Sedangkan Hasbi hanya diam dan tak menjawab pertanyaan tunangannya itu. Ia hanya sedang bingung dengan dirinya, mengapa ia tidak bersemangat sama sekali di hari penting ini."Aku senang," balas Hasbi singkat."Lalu, kenapa kau tampak melamun?" tanya Angel kembali."Aku hanya kelelahan, kau jangan khawatir." Hasbi memberikan senyum semanis mungkin agar Angel tidak berpikiran kalau ia tak menikmati acaranya, walaupun itu memang kenyataannya. Namun, Hasbi mencoba untuk menutupinya. Ia tak ingin membuat wanita yang telah menemaninya dari nol itu kecewa saat mengetahui kalau dia sama sekali tidak senang."Yasudah, mending kamu istirahat dulu saja. Masalah para tamu, kau serahkan saja padaku. Jadi, kau jangan khawatir.""Terimakasih, Sayang." Hasbi sangat bersyukur memiliki Angel, karena hanya Angel wanita satu-satunya yang selalu mengerti dengan keadaannya."Kalau begitu aku ke kamar duluan," pamit Hasbi sebelum meninggal aula itu.Angel yang ditinggal oleh Hasbi hanya mampu menghela nafasnya, dia bukan wanita bodoh yang bisa Hasbi bohongi. Dia tahu betul bahwa Hasbi sangat lah tidak menikmati acara mereka. Karena itu, Angel menyuruh Hasbi untuk istirahat."Sayang," nyonya Gina datang dengan membawa anak kecil di sampingnya."Ada apa, Ma?" tanya Angel menatap calon Mama mertuanya, lalu pandangannya turun pada sosok kecil yang dibawa oleh nyonya Gina."Hai, siapa ini? Lucu sekali," ucap Angel sambil berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan anak kecil itu."Dia Leo, keponakan Mama." Sahut nyonya Gina dengan tersenyum."Leo, perkenalkan dia tante mu. Namanya, Angel." Lanjut nyonya Gina dengan memperkenalkan Agel pada Leo."Hai, Aunty." Sapa Leo."Hai, Leo." balas Angel."Dimana Hasbi, Sayang?" tanya nyonya Gina saat tidak mendapati putra satu-satunya itu."Dia kelelahan, Ma. Makanya, aku suruh istirahat saja." Nyonya Gina hanya mengangguk saja, mempercayai apa yang di ucapkan calon menantunya itu."Yasudah, Mama mau ke teman Mama dulu. Kau mau ikut?""Tidak, Ma. Angel ingin menyapa teman-teman Angel yang disana," balas Angel dengan menunjuk ke segerombolan anak muda yang tengah bercanda ria."Baiklah, kalau gitu Mama duluan, ya." Angel hanya mengangguk, lalu tak lama ia pun beranjak dari sana dan pergi menuju teman temannya.Disisi lain, tepatnya di kota B. Tampak wanita muda sedang mengemasi pakaiannya dan barang-barang berharga miliknya. Ia berencana untuk pindah ke kota kelahirannya kembali, setelah kematian Mamanya."Akhirnya selesai juga," gumam Ara dengan bernafas lega.Ya, wanita itu adalah Arabella. Setelah kejadian dimana ia bertemu dengan laki-laki bernama Hasbi, Ara dipaksa Mama untuk ikut dengannya pindah. Entah apa penyebab Mamanya ingin pindah, yang jelas Ara tau bahwa Mamanya seakan menjauhkan dirinya dengan Hasbi. Ara tidak tau apa yang sebenarnya terjadi antara Diana dan Hasbi, tetapi Ara yakin bahwa telah terjadi sesuatu di antara mereka beberapa tahun yang lalu.Setelah semuanya siap, Ara segera beranjak dari kamar dan pergi mandi. Rencananya ia akan melakukan penerbangan jam 10 malam dengan di antar oleh Omnya. Ya, ia dan Diana pergi ke rumah Mars, Adik Diana. Karena itu, tidak ada satupun anak buah dari Hasbi yang bisa mengakses mereka."Ara," suara bariton menggema di seluruh mansion mewah itu. Sedangkan orang yang ia panggil tampak masih menikmati acara mandinya.Karena tak kunjung mendapat jawaban, Mars pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Ara. "Ck, kemana anak itu." Gumamnya dalam hati saat tak mendapati keponakannya itu.Mars akhirnya memutuskan untuk menunggu di ruang keluarga. Tak lama kemudian, Ara datang dengan rambut basahnya. Bisa Mars tebak kalau keponakannya itu baru saja selesai mandi."Eh, sejak kapan Om ada disini?" tanya Ara dengan terkejut. Ia benar-benar tidak tau kalau ada Mars di dalam mansion, karena beberapa jam yang lalu Omnya berpamitan ada urusan penting. Dan Ara tidak menyangka Omnya akan kembali secepat itu."Baru saja," balas Mars dengan singkat."Oh," Ara mendudukkan dirinya di sofa dekat Omnya."Semuanya sudah siap?" tanya Mars menatap Ara yang tengah fokus dengan acara televisinya."Sudah.""Ayo, kita ke bandara." Mars beranjak dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan Ara."Tapi aku belum selesai Om," teriak Ara."Yaudah sana buru siap-siap, Om tunggu di mobil.""Barang-barang Ara gimana?" tanya Ara."Nanti Pak Udin yang akan bawa, siapkan saja di luar kamar." Teriak Mars dari luar rumah."Oke."Ara beranjak dari ruang keluarga dan pergi menuju kamarnya untuk berdandan. Setelah semuanya selesai, Ara pun keluar kamar dan pergi menghampiri Omnya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil."Di Jakarta nanti, kau harus tinggal di apartemen yang Om belikan. Jangan kembali ke rumah itu lagi, karena banyak yang sedang mengincar mu." Pesan Mars saat Ara duduk di sampingnya."Baik, Om." Ara hanya mengangguk menyetujui apa yang di perintahkan Omnya, karena setelah kepergian Mamanya dua bulan yang lalu, kini hidup Ara bergantungan dengan Mars. Ara tak ingin menjadi anak pembangkang, karena itu ia akan selalu menuruti apa yang di perintahkan Omnya.Perlahan mobil hitam itu maju meninggalkan mansion yang Ara tempati selama satu tahun lamanya. Ada sedikit rasa tak rela, saat akan meninggalkan mansion itu. Karena di dalam mansion itu terdapat banyak kenangan dengan Mamanya sebelum meninggal. Namun, Ara juga tidak boleh menyesali apa yang sudah menjadi keputusannya itu. Ya, Ara yang meminta pada Mars untuk di kembalikan ke kota kelahirannya. Ia tidak mau merepotkan Mars terus, ia juga ingin memulai hidup mandiri di Jakarta. Ara berharap di Jakarta nanti, ia bisa lebih mandiri. Selain ingin menjadi mandiri, Ara juga memiliki satu tujuan. Yaitu, ingin memecahkan rahasia Mamanya dengan laki-laki bernama Hasbi itu. Ara curiga, Mamanya dan Hasbi memiliki kaitan dengan kematian Ayahnya. Walaupun Ara tidak terlalu yakin, tapi tetap saja ia akan terus mencari tau."Sudah sampai." Suara Mars membuyarkan Ara yang tengah melamun.Mendengar hal itu, Ara menatap sekelilingnya, dan benar saja. Ia sudah sampai di bandara. "Eh, sudah sampai ya." Cengir Ara.Mars hanya menatap datar keponakannya itu, lalu turun dari mobil dan berjalan menuju pesawat yang telah menunggunya. Ara yang ditinggal begitu saja, langsung bergegas membuntuti Omnya yang lebih dulu masuk ke dalam pesawat.Sudah 3 hari Hasbi dan Ara menghabiskan waktu di Jerman. Selama 3 hari, mereka terus berkeliling dan mengunjungi tempat wisata indah yang ada di sana. Seperti saat ini, Hasbi dan Ara sedang berada di salah satu pantai. Bukan tanpa alasan mereka datang ke pantai ini, tetapi, Ara yang memintanya. "Ah, kenapa tiba-tiba aku merindukan Om Mars?" gumam Ara yang tengah memejamkan mata dengan posisi berbaring di atas ayunan yang ada di pantai itu. "Kamu merindukan siapa?" tanya Hasbi dengan menatap tajam istrinya. "Om Mars. Sudah 3 hari kita meninggalkan dia, aku merasa sangat merindukannya," ucap Ara masih dengan memejamkan matanya. Ara sama sekali tidak menyadari, bahwa ucapannya tadi membuat singa dalam diri Hasbi terbangun. Tiba-tiba saja, Ara merasa ayunannya terasa berat. Dan saat membuka mata, Ara terkejut mendapati Hasbi tengah menindihnya. "Hasbi, apa yang kau lakukan? Turun lah! Kau sangat berat," ucap Ara dengan mendorong kasar suaminya. Bukannya beranjak pergi, Hasbi malah se
Hari yang ditunggu pun tiba, dimana Hasbi dan Ara akan melakukan honeymoon ke Jerman. Setelah melewati waktu yang cukup lama, akhirnya keduanya sampai di Jerman tepat pukul 4 sore. Karena lelah setelah melakukan perjalanan panjang, Ara dan Hasbi memutuskan beristirahat dulu. Pukul 7 malam, Ara dan Hasbi sudah rapi dengan baju mereka masing-masing. Keduanya memutuskan untuk makan malam diluar. Sesampainya di restoran, Hasbi dan Ara memilih tempat duduk paling pojok dekat kaca. Makan datang, dan mereka mulai menyantap makannya. "Kamu suka?" tanya Hasbi setelah menghabiskan semua makanannya. "Suka. Ini makanan yang aku inginkan beberapa hari yang lalu," jawabnya dengan raut wajah cerah. "Setelah ini kita akan kemana lagi?" tanya Ara. "Tentu saja pulang ke hotel," balas Hasbi membuat Ara melotot. "Kenapa?" tanya Hasbi dengan bingung karena reaksi istrinya. "Aku belum puas menikmati suasana Jerman, Hasbi." Ara berucap dengan raut wajah masam. Baru satu jam mereka berjalan-jalan. Na
Makan malam tiba. Ara, Hasbi, dan Mars sudah berkumpul di meja makan. Mereka duduk ditempat duduk masing-masing. Hening, tidak ada yang berbicara sepatah kata pun. Sampai makan malam selesai. Ara beranjak dari duduknya untuk kembali ke dalam kamar, dia merasa sangat lelah setelah seharian pergi. Sedangkan, dua pria itu sedang berada di ruang kerja untuk membahas tentang pekerjaan. "Besok aku harus pergi ke Turki untuk melakukan kerjasama dengan salah satu pengusaha di sana," ucap Mars. "Kenapa mendadak sekali?" tanya Hasbi terkejut. "Sebenarnya ini tidak mendadak. Namun, karena aku menyampaikan sekarang, kau menganggap ini semua mendadak.""Kau tidak keberatan, kan?" tanya Mars. "Berapa lama?" "Hanya dua minggu," balas Mars. Hasbi menghela nafas mendengar jawaban Mars."Kenapa lama sekali," protes Hasbi. "Biasanya kau tidak pernah protes. Ada apa sebenarnya?" tanya Mars menatap curiga suami dari keponakannya itu. "Aku sudah merencanakan jadwal honeymoon dengan Ara, Mars.""Kalia
Keesokan harinya, keadaan Ara sudah membaik, dan diperbolehkan untuk pulang. Ara, Mars, dan Hasbi kini sedang berada di dalam mobil menuju mansion. Tidak ada percakapan diantara mereka selama di perjalanan. Ketiganya sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Mars sibuk membalas pesan dari asistennya, Hasbi sibuk menyetir, dan Ara sibuk memainkan ponselnya. Sesampainya di mansion, kedua laki-laki itu menuntun Ara menuju kamarnya. "Jika kamu ingin sesuatu, katakanlah!" ucap Mars sebelum keluar dari kamar Ara. "Di sini ada Hasbi, Om. Jadi, Om istirahat saja. Ara tidak enak jika harus merepotkan Om lagi.""Kamu sama sekali tidak merepotkan, Nak. Jangan berkata seperti itu.""Ya sudah, kalau tidak ada lagi kepentingan, Om pamit dulu." Lanjut Mars berpamitan. Sedangkan, Ara dan Hasbi hanya mengangguk saja. Ara membaringkan tubuhnya di atas kasur. Jujur saja, saat di rumah sakit, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Karena, kondisi yang sedang di infus, dan tempat tidurnya yang kecil, memb
Pagi-pagi sekali, Hasbi kembali ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya. Sebenarnya semalam dia ingin menginap di rumah sakit. Namun, Ara bersikeras menyuruhnya untuk pergi. Mau tidak mau, akhirnya Hasbi pulang. Di rumah sakit, hanya Mars yang menemani Ara. Karena, keluarga mereka hanya tersisa berdua saja. Sampai di rumah sakit, Hasbi melihat Mars dan Ara masih tidur. Karena tidak ingin mengganggu mereka, Hasbi memutuskan pergi ke kantin untuk sarapan. Karena, saat di rumah, dia tidak sempat sarapan. Tidak lupa, setelah makan, Hasbi membawa makanan untuk Mars. Sedangkan, Ara akan sarapan dengan bubur yang dia beli di jalan tadi. "Kau sudah datang," suara serak itu berasal dari Mars. Dia baru saja bangun, dan melihat Hasbi sedang duduk dengan santai si sofa. "Ya. Mandilah dulu, aku sudah membawa makanan untukmu," ucap Hasbi berjalan menghampiri Mars untuk menggantikan posisi. Mars mengangguk dan berlalu pergi ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan itu.Hasbi duduk di kursi yang M
Ara terbaring lemah di atas brankar, matanya terpejam dengan infus di punggung tangannya. Di sisinya, ada Mars dan Hasbi. Mereka berdua dengan setia menunggu Ara membuka matanya. Do'a terus mereka panjatkan, agar Ara segera sadar. Beberapa menit kemudian, kelopak mata Ara mulai bergerak dan membuka. Hasbi dan Mars yang melihat hal itu tentu saja sangat senang. Keduanya berlomba-lomba bertanya apa yang dirasakan oleh Ara."Minum," lirih Ara. Dengan cepat, Mars mengambil gelas yang sudah disediakan di atas nakas kepada Ara."Sebaiknya, kamu berbaring dulu. Sebentar lagi Dokter akan datang untuk memeriksamu," ucap Mars. Sedangkan, Ara hanya mengangguk dan menuruti apa yang diperintahkan oleh Mars padanya. Benar saja, tak lama dokter datang dengan asistennya yang setia mengekor dibelakangnya. Setelah diperiksa, dokter itu menuliskan resep obat yang harus di tebus. "Keadaannya sudah cukup baik. Namun, harus melakukan perawatan inap, agar kondisinya terus terkontrol oleh kami," ucap Dokt